Sidikalang-Dairi Pers : Munculnya kembali permasalahan ijazah
salah seorang calon bupati Dairi JS dalam dua pekan silam kembali membuka apa
sebenarnya putusan MK berkaitan dengan ijazah yang menjadi kemelut tersebut.
Meski dalam amar putusan MK Nomor
60/PHPU.D-VI/2008 sekaitan gugatan
Parlemen Sinaga- Budiman Simanjuntak kepada
KPU Dairi akan keberadaan ijazah JS
dapat diterima hukum. Namun masih ada celah yang dapat menyeret permasalahan
ijazah tersebut untuk dibuka kembali.
Dalam amar putusan setebal 79 halaman yang ditandatangani
KETUA, Moh. Mahfud MD ANGGOTA-ANGGOTA, M. Arsyad Sanusi , M. Akil Mochtar , Maria
Farida Indrati Abdul Mukthtie Fadjar ,
Maruarar Siahaan , Achmad Sodiki dalam butir 11 tertulis Bahwa berdasarkan
Pasal 8 ayat (2) huruf f Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah
Dan Wakil Kepala Daerah berbunyi: f.
apabila terdapat pengaduan atau laporan tentang ketidak benaran ijazah bakal pasangan calon disemua jenjang
pendidikan, kewenangan atas laporan
tersebut diserahkan kepada pihak pengawas Pemilu dan kepolisian, sampai dengan terbitnya putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Bahwa dengan demikian materi permohonan yang diajukan Pemohon
tentang “tuduhan adanya kecurangan
syarat pendidikan calon bupati, meskipun fakta
kesemuanva calon telah memenuhi syarat” jelas bukan menyangkut
perselisihan hasil penghitungan suara,
dan menurut Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2008
tersebut di atas seharusnya Pemohon menempuh jalur laporan melalui Pengawas
Pemilu dan Kepolisian, dengan demikian jelas terbukti materi permohonan
Pemohon bukan merupakan perselisihan hasil penghitungan suara, dan untuk itu mohon Majelis Hakim Mahkamah
menolak permohonan Pemohon, atau
setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelj verklaard )
Meski dalam amar putusan perkara yang pernah digelar MK
berkiatan dengan pengajuan Parlemen Sinaga tahun 2008 masih ada celah yang
dapat membuat JS jadi batu sandungan yakni peraturan KPU No 15 tahun 2008 harus
menempuh pengawas pemilu dan kepolisan menunggu terbitnya putusan pengadilan
yang memperoleh keputusan hukum tetap. Artinya kini ijazah JS tengah kembali
diadukan ke pihak polda Sumut serta pengawas Pemilu. Yang nantinya jika pihak
kepolisian melanjutkan aduan itu ke meja hijau pengadilan bisa menjadi sandungan menunggu putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Kendati demikian persoalan hukum tidak semudah dan selancar teori.
Jika saja pihak pengawas pemilu dan kepolisian menindak lanjuti aduan itu ke
pihak pengadilan maka dipastikan masalah ijazah ini akan menjadi sandungan bagi
JS. Namun jika putusan pengawas Pemilu dan kepolisian tidak mengajukannnya
ke pengadilan maka masalah ijazah yang
diprotes itu tidak menjadi permasalahan lagi.
Celah
Putusan MK pada butir 11 tersebut bisa menjadi batu sandungan
ketika tiga pasangan calon bupati lainnya yakni Parlemen Sinaga, Luhut
Matondang dan Pasiona Sihombing sepakat dan meminta pihak panwas dan kepolisan
menindaklanjuti lebih dahulu masalah JS
hingga mendapat putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan sebelum
keputusan KPU Dairi menetapkan calon yang lulus persyaratan administrasi.
Kendati demikian persoalan pilkada bukan sekedar persoalan
hukum dan undang-undang lagi namun sudah merupakan persoalan politik. Hingga
kini banyak pihak mengakui hukum dan aturan di negeri ini belum menjadi
panglima. Politik masih menduduki peran penting dan sepertinya masih menjadi
panglima di negeri ini. (R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar