Rabu, 21 Agustus 2013

Celah Putusan MK Ijazah JS Bisa Sandungan



      Sidikalang-Dairi Pers : Munculnya kembali permasalahan ijazah salah seorang calon bupati Dairi JS dalam dua pekan silam kembali membuka apa sebenarnya putusan MK berkaitan dengan ijazah yang menjadi kemelut tersebut. Meski dalam amar putusan MK   Nomor 60/PHPU.D-VI/2008 sekaitan  gugatan Parlemen Sinaga- Budiman Simanjuntak kepada
KPU Dairi akan keberadaan ijazah JS dapat diterima hukum. Namun masih ada celah yang dapat menyeret permasalahan ijazah tersebut untuk dibuka kembali.
      Dalam amar putusan setebal 79 halaman yang ditandatangani KETUA,  Moh. Mahfud MD  ANGGOTA-ANGGOTA,  M. Arsyad Sanusi , M. Akil Mochtar , Maria Farida Indrati  Abdul Mukthtie Fadjar , Maruarar Siahaan , Achmad Sodiki dalam butir 11 tertulis Bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (2) huruf f Peraturan KPU Nomor 15 Tahun  2008 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala  Daerah Dan Wakil Kepala Daerah berbunyi:  f. apabila terdapat pengaduan atau laporan tentang ketidak benaran ijazah  bakal pasangan calon disemua jenjang pendidikan, kewenangan atas laporan  tersebut diserahkan kepada pihak pengawas Pemilu dan kepolisian, sampai  dengan terbitnya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan  hukum tetap.
      Bahwa dengan demikian materi permohonan yang diajukan Pemohon tentang  “tuduhan adanya kecurangan syarat pendidikan calon bupati, meskipun fakta  kesemuanva calon telah memenuhi syarat” jelas bukan menyangkut perselisihan  hasil penghitungan suara, dan menurut Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2008  tersebut di atas seharusnya Pemohon menempuh jalur laporan melalui  Pengawas Pemilu dan Kepolisian, dengan demikian jelas terbukti materi permohonan Pemohon bukan merupakan perselisihan hasil penghitungan suara,  dan untuk itu mohon Majelis Hakim Mahkamah menolak permohonan Pemohon,  atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelj verklaard )
      Meski dalam amar putusan perkara yang pernah digelar MK berkiatan dengan pengajuan Parlemen Sinaga tahun 2008 masih ada celah yang dapat membuat JS jadi batu sandungan yakni peraturan KPU No 15 tahun 2008 harus menempuh pengawas pemilu dan kepolisan menunggu terbitnya putusan pengadilan yang memperoleh keputusan hukum tetap. Artinya kini ijazah JS tengah kembali diadukan ke pihak polda Sumut serta pengawas Pemilu. Yang nantinya jika pihak kepolisian melanjutkan aduan itu ke meja hijau pengadilan  bisa menjadi sandungan menunggu putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
      Kendati demikian persoalan hukum tidak semudah dan selancar teori. Jika saja pihak pengawas pemilu dan kepolisian menindak lanjuti aduan itu ke pihak pengadilan maka dipastikan masalah ijazah ini akan menjadi sandungan bagi JS. Namun jika putusan pengawas Pemilu dan kepolisian tidak mengajukannnya ke  pengadilan maka masalah ijazah yang diprotes itu tidak menjadi permasalahan lagi.
      Celah
      Putusan MK pada butir 11 tersebut bisa menjadi batu sandungan ketika tiga pasangan calon bupati lainnya yakni Parlemen Sinaga, Luhut Matondang dan Pasiona Sihombing sepakat dan meminta pihak panwas dan kepolisan menindaklanjuti  lebih dahulu masalah JS hingga mendapat putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan sebelum keputusan KPU Dairi menetapkan calon yang lulus persyaratan administrasi.
         Kendati demikian persoalan pilkada bukan sekedar persoalan hukum dan undang-undang lagi namun sudah merupakan persoalan politik. Hingga kini banyak pihak mengakui hukum dan aturan di negeri ini belum menjadi panglima. Politik masih menduduki peran penting dan sepertinya masih menjadi panglima di negeri ini. (R.07)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar