Rabu, 04 September 2013

Coblos 2 Kali 4 Bulan Penjara



* Ubah Rekapitulasi 3 Tahun Penjara + Denda Rp. 1 Miliar
* PNS & Kepdes  Terlibat  Hingga Pemecatan
Sidikalang-Dairi Pers : Kesempatan besar bagi masyarakat untuk melakukan pengawasan pilkada  sekaligus “memberi pelajaran” bagi oknum-oknum penjahat demokrasi . Maraknya handphone yang dilengkapi kamera
cukup menjadi barang bukti untuk memberi pelajaran bagi oknum-oknum penjahat Pilkada.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah memberikan sanksi tegas terhadap pelaku kejhatan demokrasi dalam pemilukada. Hukuman penjara hingga dengan hingga denda Rp. 1 Miliar menanti pelaku pelanggaran hukum seputaran kejahatan pilkada. Untuk PNS dan kepala desa yang terlibat politik praktis juga tersedia hukuman pidana.  Bahkan PNS terlibat politik pilkada bisa terkena sanksi hingga pemecatan dari jabatan.  Tinggal kini bagaimana bukti keterlibatan itu didapatkan hingga diajukan untuk mendapat sanksi bagi pelaku kejahatan.
Dalam undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dengan tegas diberikan sanksi bagi oknum-oknum pelaku kejahatan pilkada . Dalam  Paragraf Tujuh Ketentuan Pidana Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 117 ayat (4) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja,memberikan suaranya lebih dari satu ka li di satu atau lebih TPS, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
Sementara di pasal yang sama ayat 3 (3) Setiap orang yang pada waktu pe mungutan suara dengan sengaja mengaku dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lim a belas) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Sedang di pasal 118 ayat (4) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah hasil penghitungan suara dan/atau berita acara daa sertifikat hasil penghitungan suara, diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedang diayat 2 (2) Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan Suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling tinggi Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Sanksi undang-undang ini sangat tegas dan dapat menyebabkan penjara bagi pelaku kejahatan pada pilkada. Sanksi ini jarang dipublikasi ini membuat sejumlah oknum-oknum pelaku kejahatan pilkada berupa pencoblosan lebih dari satu kali. Hingga oknum-oknum pelaku penggantian rekapitulasi perhitungan suara nekat untuk melakukan kejahatan.
Disisi lain sosialisasi hukuman bagi peklaku kejahatan pilkada ini jarang dilakukan membuat oknum-oknum yang kerap bermain “kotor” di pilkada berani melakukan pelanggran. Bukan tidak ,mungkin juga kenekatan itu atas pean pihak-pihak tertentu demi kemenangan.
PNS & Kepala Desa
Sanksi tegas juga datur dalam undang-undang kepada oknum PNS yang terlibat politik praktis setidaknya ada tiga peratutan yang dilaanggar sekorang oknum PNS yang terlibat poltok prakltis  PP Nomor 53 Tahun 2010, Surat Edaran Menpan Nomor 7 Tahun 2009 dan UU Pokok Kepegawaian Nomor 43 tahun 2009
Dalam PP Nomor 53 Tahun 2010,  butir ke 15.  Larangan memberikan dukungan kepada calon Kepala  Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:  a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk  mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala  Daerah;  b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan  jabatan dalam kegiatan kampanye;  c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang  menguntungkan atau merugikan salah satu  pasangan calon selama masa kampanye;  dan/atau  d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada  keberpihakan terhadap pasangan calon yang  menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan  sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,  ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian  barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Dalam  Pasal 7 ayat 4  sanksi bagi oknum PNS terlibat politik diberikan sanksi teguran lisan, tertulis, penurunan pangkat hingga  pemecatan
Sementara itu dalam Surat edaran Menpan  No. 7 tahun 2009. Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah, dengan cara: a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; c. membuat keputusan dan /atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; d. menjadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam kegiatan pemilu tanpa izin dari atasan langsung.
5. Hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS: a. PNS yang menggunakan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam proses pemilihan anggota legislatif, Presiden/Wakil Presiden, dan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
b. PNS yang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dalam proses pemilihan anggota legislatif, Presiden/Wakil Presiden, dan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
c. PNS yang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan atau partai selama masa kampanye
         Kepala Desa
         Larangan bagi kepala desa terlibat politik praktis sesuai dengan PP  72 tahun 2005 Pasal 16 Kepala desa dilarang : a. menjadi pengurus partai politik; b. merangkap jabatan sebagai Ketua dan/atau Anggota BPD, dan lembaga kemasyarakatan di desa bersangkutan; c. merangkap jabatan sebagai Anggota DPRD d. terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah;
         Sanksi oknum kepala desa yang melanggar aturan terdapat dalam pasal 17 ayat 7 sanksi hingga pemberhentian sebagai kepala desa.
         Munculnya isu penghilangan kotak suara hingga merubah rekapitulasi  perhitungan suara di TPS dalam rangkaian coblos pilkada marak terjadi. Pemilih yang melakukan pencoblosan lebih dari satu kali dibutuhkan barang bukti untk menyeret pelaku ke meja hijau.
               Pilkada Dairi 2013 yang tinggal hanya satu bulan lebih agaknya perangkat tekhnologi seperti kamera vidio dan audio visual perlu dipersiapkan setiap pasangan calon Bupati Dairi untuk menjaga proses pemungutan suara berjalan sesuai aturan. Rekaman audio visual menjadi alat bukti sah ketika sengketa pilkada di gelar. Dengan demikian kwalitas pilkada Dairi akan semakin terjamin. Disisi lain model-model penipuan dan ketidak jujuran untuk memenangkan pertarungan dapat terbongkar. (R.07)

1 komentar:

  1. berarti sebelum masa kampanye, PNS dan Kades masih boleh melakukan penggalangan..:D

    BalasHapus