Pemkab Pakpak Bharat ’Buka Aib Sendiri’
*Richard
EM Lingga: Bukan Temuan Pribadi, tetapi
Temuan DPRD-SU
Medan –Dairi Pers :
Pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pakpak Bharat dituding belum dewasa
dalam
mengelola keuangan daerah sehingga terjebak dengan sikap dan emosi yang
justru terkesan ’membuka aib sendiri’, sehingga akhirnya semakin membuka
indikasi pelanggaran disiplin penggunaan anggaran dalam mengelola proyek yang
dibiayai APBD berupa bantuan daerah bawahan (BDB).
“Temuan kami tentang proyek pengadaan dan pemasangan 110 unit
lampu tenaga surya senilai Rp5,85 miliar yang berasal dari dana BDB—APBD Sumut
TA 2012 di Kabupaten Pakpak Bharat itu bukan temuan saya secara pribadi Richard
EM Lingga, melainkan temuan Tim Kunjungan Kerja (Kunker) DPRD SU dalam RKPD
Gubernur Provsu 2012 sesuai agenda resmi dan tugas kami selaku legislatif.
Pihak Pemkab Pakpak Bharat dalam rapat di ruang Sekda jelas mengakui pihaknya
memang belum membayar dengan alasan pembayaran ditunda. apa bedanya ’belum dibayar’ dengan ’pembayaran
ditunda’?. Bukankah pernyataan pihak Pemkab (Pakpak Bharat) ini yang terkesan
tendensius, keliru dan menyesatkan...?. mengapa
pihak Pemkab itu jadi terjebak emosi sehingga ’membuka aib sendiri’
hanya karena kesan tak siap dikritisi. Selaku lembaga pengawasan (DPRD) kan
memang tugas kami mengkritisi semua hal-hal yang tampak perlu dipertanyakan,
apalagi menyangkut pembangunan sektor kebutuhan rakyat banyak,” cetus Richard
EM Lingga kepada pers di kantornya, Selasa (16/7).
Richard melontarkan hal
itu ketika mengkritisi atau ’serang balik’ Pemkab Pakpak Bharat yang
menudingnya melontarkan pernyataan keliru dan meresahkan ( disalah satu media
terbitan tgl 16/7). Pemkab Pakpak Bharat melalui Humas Kastro Manik menuding
Richard EM Lingga keliru menyikapi terlambatnya pembayaran proyek lampu jalan
(110 unit senilai Rp5,6 miliar—Red.) itu sehinga ’dianggap’ tendensius,
meresahkan dan menyesatkan .
Bersama beberapa rekannya
sesama anggota DPRD SU dan mitra kerjanya dari kalangan rekanan senior di
daerah ini, Richard menegaskan justru pihak Pemkab Pakpak Bharat-ah yang
terkesan jadi tendensius, keliru, menyesatkan bahkan meresahkan. Selain jadi
terkesan tak memahami tugas anggota dewan (legislatif) selaku lembaga
pengawasan, pihak Pemkab itu (Pakpak Bharat) juga jadi terkesan tak menguasai
prosedur penggunaan anggaran dalam pengelolaan proyek-proyek, baik yang
bersifat tender maupun penunjukan langsung (PL-PL).
Sembari memaparan sejumlah kasus lain yang terjadi di Pemkab
tersebut selama ini, dia mengulang kembali ringkasan kronologi kasus proyek
BDB—APBD TA 2012 tersebut, bahwa
prosedural dalam satu pelaksaan proyek, pihak Pemkab selaku pengguna
jasa seharusnya membayar biaya pekerjaan sesuai volume kerja (pogress report), bila
memang pekerjaan itu belum selesai 100 persen sesuai kontrak kerja di lapangan.
Bila dinilai terjadi kesalahan, pihak Pemkab (pengguna jasa) berhak memutuskan
hubungan kontrak kerja.
“Alasan Pemkab belum membayar atau menunda pembayaran, karena
rekanan itu tak menuntut. Tak ada logikanya rekanan tak menuntut pembayaran
kalau pekerjaan sudah dilaksanakan, terlepas sudah atau baru berapa persen
dikerjakan. Kalau rekanan tak menuntut bayar, berarti ada ’apa-apa’-nya antara
rekanan dan kalangan oknum pejabat atau panitia lelang proyek. Lalu, kalau
memang rekanan itu dinilai ada kesalahan, kenapa tak langsung di-putus kontrak
(semaacam PHK) saja dengan cara membayarkan biaya proyek sebesar volume kerja
nya? Tapi kalau dibilang rekanan itu tak nuntut tapi dana bayar proyek itu
disimpan di pos Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), hitung saja berapa nilai
bunganya selama dana itu mengendap karena sengaja diendapkan, dan untuk siapa
dan kemana dana itu...? Atas indikasi ini, siapa sebernarnya pihak yang
tendensius dan keliru bahkan meresahkan dan menyesatkan publik bahkan kalangan
birokrat di Pemkab Pakpak Bharat sendiri...,? ujar Richard tegas sembari
menunjukkan ilustrasi potensi ’permainan’ dana atas perhitungan besaran bunga
(berkisar 15 persen) dari nilai (Rp5,85 M) dan jumlah matrial lampu (110 unit)
dalam proyek tersebut.
Temuan kasus proyek tak dibayar (dengan alasan ditunda, oleh
pihak Pemkab) itu terungkap dari Kunker anggota DPRD SU, khususnya Tim Daerah
Pemilihan (Dapem) X yang meliputi daerah Karo, Dairi dan Pakpak Bharat. Tim itu
terdiri dari Layari Sinukaban SIP sebagai ketua, Richard EM Lingga wakil ketua,
Taufan Agun g Ginting sekretaris dan Dermawan Sembiring sebagai anggota, dengan
agenda kerja menghun juk Richard sebagai pimpinan rapat. Pada Selasa 9 Juli,
Tim Kunker ini mengungkap dan mempertanyakan temuan kasus proyek pengadaan 110
unit lampu tenaga surya senilai Rp5,85 miliar tersebut, yang belum dibayarkan
kepada rekanan, walaupun proyek sudah dikerjakan mencapai 60 persen ke 70
persen di lapangan wajib dibayar pd akhir tahun anggaran 2012 dan sisanya baru
Silfa..
“Terlepas dari apakah pihak
rekanan mengeluh atau tidak atas penundaan pembayaran tersebut, temuan kasus
ini kan patut dipertanyakan, dan ini resmi temuan tim kerja, bukan temuan saya
secara individu. Jadi, jangan dikira temuan ini ’temuan liar’ dan jangan
dikira kunker kami itu ’kunjungan gelap’ karena SPPD yg kami pergunakan
dibiayai Negara dan masalah ini adalah TEMUAN TIM KUNKER ungkap Richard
politisi Partai Golkar.
Perjanjian Kontrak Kerja jelas ada perjanjian kerja pihak
Pertama dan Kedua dan dananya ada (dari BDB—APBD) kok tidak dibayarkan
dengan alasan ditunda padahal mekanismenya harus dibayarkan pada akhir tahun
sesuai Kontrak kerja berapa persen kemajuannya . Lalu, untuk apa dana itu
ditahan dan diendapkan?,” katanya prihatin sembari menambahkan hasil
konfirmasinya ke pejabat Inspektorat tingkat propinsi, terkait kinerja Pemkab
Pakpak Bharat tersebut. (R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar