Kamis, 25 Juli 2013

Temuan DPRD-SU Soal Tertundanya Pembayaran Proyek Listrik Tenaga Surya Berbuntut Panjang



Pemkab Pakpak Bharat ’Buka Aib Sendiri’
*Richard EM Lingga:  Bukan Temuan Pribadi, tetapi Temuan DPRD-SU
      Medan –Dairi Pers :  Pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pakpak Bharat dituding belum dewasa dalam
mengelola keuangan daerah sehingga terjebak dengan sikap dan emosi yang justru terkesan ’membuka aib sendiri’, sehingga akhirnya semakin membuka indikasi pelanggaran disiplin penggunaan anggaran dalam mengelola proyek yang dibiayai APBD berupa bantuan daerah bawahan (BDB).
      “Temuan kami tentang proyek pengadaan dan pemasangan 110 unit lampu tenaga surya senilai Rp5,85 miliar yang berasal dari dana BDB—APBD Sumut TA 2012 di Kabupaten Pakpak Bharat itu bukan temuan saya secara pribadi Richard EM Lingga, melainkan temuan Tim Kunjungan Kerja (Kunker) DPRD SU dalam RKPD Gubernur Provsu 2012 sesuai agenda resmi dan tugas kami selaku legislatif. Pihak Pemkab Pakpak Bharat dalam rapat di ruang Sekda jelas mengakui pihaknya memang belum membayar dengan alasan pembayaran ditunda.  apa bedanya ’belum dibayar’ dengan ’pembayaran ditunda’?. Bukankah pernyataan pihak Pemkab (Pakpak Bharat) ini yang terkesan tendensius, keliru dan menyesatkan...?. mengapa  pihak Pemkab itu jadi terjebak emosi sehingga ’membuka aib sendiri’ hanya karena kesan tak siap dikritisi. Selaku lembaga pengawasan (DPRD) kan memang tugas kami mengkritisi semua hal-hal yang tampak perlu dipertanyakan, apalagi menyangkut pembangunan sektor kebutuhan rakyat banyak,” cetus Richard EM Lingga kepada pers di kantornya, Selasa (16/7).
      Richard  melontarkan hal itu ketika mengkritisi atau ’serang balik’ Pemkab Pakpak Bharat yang menudingnya melontarkan pernyataan keliru dan meresahkan ( disalah satu media terbitan tgl 16/7). Pemkab Pakpak Bharat melalui Humas Kastro Manik menuding Richard EM Lingga keliru menyikapi terlambatnya pembayaran proyek lampu jalan (110 unit senilai Rp5,6 miliar—Red.) itu sehinga ’dianggap’ tendensius, meresahkan dan menyesatkan .
Bersama beberapa rekannya sesama anggota DPRD SU dan mitra kerjanya dari kalangan rekanan senior di daerah ini, Richard menegaskan justru pihak Pemkab Pakpak Bharat-ah yang terkesan jadi tendensius, keliru, menyesatkan bahkan meresahkan. Selain jadi terkesan tak memahami tugas anggota dewan (legislatif) selaku lembaga pengawasan, pihak Pemkab itu (Pakpak Bharat) juga jadi terkesan tak menguasai prosedur penggunaan anggaran dalam pengelolaan proyek-proyek, baik yang bersifat tender maupun penunjukan langsung (PL-PL).
      Sembari memaparan sejumlah kasus lain yang terjadi di Pemkab tersebut selama ini, dia mengulang kembali ringkasan kronologi kasus proyek BDB—APBD TA 2012 tersebut, bahwa  prosedural dalam satu pelaksaan proyek, pihak Pemkab selaku pengguna jasa seharusnya membayar biaya pekerjaan sesuai volume kerja (pogress report), bila memang pekerjaan itu belum selesai 100 persen sesuai kontrak kerja di lapangan. Bila dinilai terjadi kesalahan, pihak Pemkab (pengguna jasa) berhak memutuskan hubungan kontrak kerja.
      “Alasan Pemkab belum membayar atau menunda pembayaran, karena rekanan itu tak menuntut. Tak ada logikanya rekanan tak menuntut pembayaran kalau pekerjaan sudah dilaksanakan, terlepas sudah atau baru berapa persen dikerjakan. Kalau rekanan tak menuntut bayar, berarti ada ’apa-apa’-nya antara rekanan dan kalangan oknum pejabat atau panitia lelang proyek. Lalu, kalau memang rekanan itu dinilai ada kesalahan, kenapa tak langsung di-putus kontrak (semaacam PHK) saja dengan cara membayarkan biaya proyek sebesar volume kerja nya? Tapi kalau dibilang rekanan itu tak nuntut tapi dana bayar proyek itu disimpan di pos Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), hitung saja berapa nilai bunganya selama dana itu mengendap karena sengaja diendapkan, dan untuk siapa dan kemana dana itu...? Atas indikasi ini, siapa sebernarnya pihak yang tendensius dan keliru bahkan meresahkan dan menyesatkan publik bahkan kalangan birokrat di Pemkab Pakpak Bharat sendiri...,? ujar Richard tegas sembari menunjukkan ilustrasi potensi ’permainan’ dana atas perhitungan besaran bunga (berkisar 15 persen) dari nilai (Rp5,85 M) dan jumlah matrial lampu (110 unit) dalam proyek tersebut.
      Temuan kasus proyek tak dibayar (dengan alasan ditunda, oleh pihak Pemkab) itu terungkap dari Kunker anggota DPRD SU, khususnya Tim Daerah Pemilihan (Dapem) X yang meliputi daerah Karo, Dairi dan Pakpak Bharat. Tim itu terdiri dari Layari Sinukaban SIP sebagai ketua, Richard EM Lingga wakil ketua, Taufan Agun g Ginting sekretaris dan Dermawan Sembiring sebagai anggota, dengan agenda kerja menghun juk Richard sebagai pimpinan rapat. Pada Selasa 9 Juli, Tim Kunker ini mengungkap dan mempertanyakan temuan kasus proyek pengadaan 110 unit lampu tenaga surya senilai Rp5,85 miliar tersebut, yang belum dibayarkan kepada rekanan, walaupun proyek sudah dikerjakan mencapai 60 persen ke 70 persen di lapangan wajib dibayar pd akhir tahun anggaran 2012 dan sisanya baru Silfa..
“Terlepas dari apakah pihak rekanan mengeluh atau tidak atas penundaan pembayaran tersebut, temuan kasus ini kan patut dipertanyakan, dan ini resmi temuan tim kerja, bukan temuan saya secara individu. Jadi, jangan dikira temuan ini ’temuan liar’ dan jangan  dikira kunker kami itu ’kunjungan gelap’ karena SPPD yg kami pergunakan dibiayai  Negara dan masalah ini adalah TEMUAN TIM KUNKER ungkap Richard politisi Partai Golkar.
      Perjanjian Kontrak Kerja jelas ada perjanjian kerja pihak Pertama dan Kedua dan  dananya ada (dari BDB—APBD) kok tidak dibayarkan dengan alasan ditunda padahal mekanismenya harus dibayarkan pada akhir tahun sesuai Kontrak kerja berapa persen kemajuannya . Lalu, untuk apa dana itu ditahan dan diendapkan?,” katanya prihatin sembari menambahkan hasil konfirmasinya ke pejabat Inspektorat tingkat propinsi, terkait kinerja Pemkab Pakpak Bharat tersebut. (R.07)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar