Ini bukan kisah
Parlemen Sinamo mapuan Parlemen Sinaga( Maaf bang hanya humor) Namun kisah pembodohan yang kerap dipertontonkan sejumlah ketua
parpol yang mempunyai kader duduk dikursi dewan.
Maka jelang pilpres sering
terdengar bahasa sumbang dari ketua
parpol perlunya eksekutif didukung parlemen yang kuat. Siapapun tahu legislatif
dan eksekutif dua lembaga yang harusnya saling control ..jadi pernyataan
legislative mendukung eksekutif itu tidak dapat ditelah bulat-bulat .
Legislative
(parlemen) sebagai wakil rakyat dalam prakteknya mewakili rakyat dan bicara
atas nama kepentingan rakyat. Sedang kepala daerah hingga presiden adalah
eksekutif menjalankan anggaran yang tujuannya untuk kemakmuran rakyat. Lantas
kalau keduanya sudah saling mendukung bukan tidak mungkin kepentingan rakyat
yang menjadi terabaikan. Apalagi kalau kepala daerah adalah ketua parpol. Mungkinkah
seorang enggota parlemen berani mengkritisi eksekutif yang nota bene adalah
ketuanya? Mampukah anggota parlemen melawan kebijkan orang yang berhak
memberhentikannnya?
Penulis
melihat selama kepala daerah dan kepala negera masih dibenarkan memangku jabatan
ketua parpol maka parlemen hanya sebatas jabatan tanpa kuku. bicara rakyat hanya omong kosong semata .
berjuang demi rakyat hanya diungkapkan kala sidang dewan saja padahal dalam
prakteknya hanya berjuang untuk mengembalikan cost politik atau menjual nama
rakyat hanya untuk kepentingan pribadi.
Penulis
berani memastikan apabila dalam suatu daerah jumlah legislative dominan oleh
kader salah satu parpol dimana ketuanya menjadi kepala daerah atau presiden
hamper dipastikan rakyat didaerah itu akan menderita dengan minimnya perhatian
kepada rakyat. Jadi eksekutif akan kuat jika didukung parlemen yang besar
maksudnya adalah kuat karena tidak ada yang berani mengkritisi kebijkannya
sekalipun itu bertentangan dengan kepentingan rakyat.
Namun
tidak juga menjadi benar apa yang dilakukan DPR RI dipenghujung jabatannya
dengan mensahkan UU MD 3 dimana partai peraih kursi terbesar di dewan tidak
otomatis menjadi ketua dewan. Letak ketidak benaranya adalah UU itu lahir hanya
untuk kepentingan politik beberapa paprpol. Bukan didasarkan karena untuk
perbaikan. Namun hanya untuk kepentingan penjegalan. Bagusnya UU itu memuat
aturan kuat tidak membenarkan ketua dewan dari parpol yang sama dengan kepala
daerah atau kepala pemerintahan. Ini lebih baik dan tidak ada unsure ketakutan
didalamnya namun unsure untuk perbaikan. Lebih baik lagi itu diberlakukan
sampai daerah tingkat dua.
Parlemen
mendukung eksekutif selama demi rakyat adalah sesuatu yang positif namun sejarah indonesia keberadaan parlemen
sepertinya mendukung eksekutif karena didalam anggaran yang disahkan juga
memuat kepentingan pribadi dewan. Bukan kepentingan rakyat. Maka pemanjaan
parlemen dimulai dengan studi banding antar pulau. Adanya uang sidang juga
dugaan pemberian sejumlah uang oleh pemerintah kepada dewan agar mau bersidang
dan meloloskan anggaran yang diusulkan pemerintah. Inilah yang membuat kacau
negeri ini. Demikian penafsiran salah soal pentingnya parlemen yang kuat untuk
mendukung pemerintah. (Chief Of Editor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar