Sidikalang- Dairi Pers : Tidak ada yang berubah.
Tidak juga bermimpi berharap inovasi. Apalagi memahami makna kemerdekaan
sesungguhnya untuk peningkatan
kemakmuran rakyat. .Peringatan hari kemerdekaan RI untuk Dairi setiap tahunnya
monoton hanya sebatas ziarah ke makam
Pahlawan,
upacara detik-detik proklamasi. Malamnya makan malam dengan istilah
jamuan kenegaraan. Agar terlihat mengingat sejarah barisan veteran sedikit
diistimewakan dengan tempat duduk juga saweran. Bagi anak sekolah makna peringatan HUT RI sebatas
tarik tambang, jalan santai dan turnamen sepak bola yang juaranya diumumkan
usai upacara di stadion . Itu saja dan esoknya
18 Agustus semua berlalu. Begitu saja dan hanya begitu saja setiap
tahun…
Demikiankah
makna kemerdekaan yang diharapkan rakyat Dairi ? Segampang itukah
kewajiban pemerintah kepada
rakyatnya ? apakah dengan upacara detik-detik proklamasi menyaksikan derap
langkah paskibraka dengan baju putih dengan bendera lebar lantas sudah cukup
memaknai arti kemerdekaan?
Memaknai
kemerdekaan yang oleh “the founding Father “ lepas dari penjajahan adalah tujuan 69 tahun silam. Justru kini
makna kemerdekaan seutuhnya itu semakin kabur atau sengaja dikabur-kaburkan
untuk kepentingan pribadi, kroni dan sekelompok orang. Di mata rakyat awam Kritik anggaran daerah
yang tertuang dalam APBD dianggap masih belum pro rakyat. Alokasi anggaran masih prioritas kepada
kebutuhan pemerintah. Diperkirakan sekitar 70 % DAU Dairi masih untuk
kepentingan operasional PNS dan pemerintah.
Keluhan
serta kritikan kurangnnya keberpihakan kebijakan kepada rakyat masih
menjadi hal yang kerap diteriakkan di
Dairi. Faktanya rakyat Dairi belum merdeka secara ekonomi . Hasil pertanian masyarakat
digantungkan pada spekulasi harga pasar. Peran pemerintah dalam menjamin
kepastian harga produk pertanian masyarakat masih jauh dari harapan. Hal
tersebut berdampak sulit bagi masyarakat Dairi bangkit secara ekonomi apalagi
menambah tingkat kemakmuran.
Ketidak
mampuan ekonomi tersebut di kalangan masyarakat ditandai persentasi kemampuan
orang tua untuk dapat menyelolakan anaknya hingga perguruan tinggi sangat kecil. Banyak anak Dairi tamatan setingkat SLTA akhirnya
memilih merantau keluar Dairi hingga menjadi TKI.
Dipihak
petani Dairi keluhan akan langkanya pupuk masih sering terjadi. Meski pasokan
pupuk sesuai quota pemerintah lancar namun dalam prakteknya rakyat merasakan
tidak merdeka dalam mendapatkan barang yang sangat dibutuhkan tersebut. Dugaan
mafia pupuk bermain juga pantas dilontarkan meski hingga kini belum ada kasus
pupuk bersubsidi di Dairi diselesaikan di meja hijau.
Bukan
itu saja bagi masyarakat Dairi yang tinggal di perdesaan keluhan akan jalan
rusak bukan hal baru lagi. Ketidak nyamanan dalam berkendaraan karena jalan
yang rusak menjadi “ santapan” sehari-hari. Hingga muncul istilah “ bukan Dairi
namanya kalau jalan tidak rusak “
Ketidak
merdekaan masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan untuk diperlakukan
wajar dalam mendapatkan bantuan pemerintah dalam program nasional seperti BLSM,
Raskin, Bedah rumah hingga program lain masih sering ditemukan penerima bantuan
yang tidak wajar. Bahkan lebih parah ada oknum menjadikannnya sebagai lahan
politik yakni menjadikannya ancaman kepada rakyat jelata tidak mendapatkan
bantuan lagi ketika rakyat tidak sejalan dengan keinginan politik penguasa.
Demikian
juga terjadi dalam politik . Rakyat merasakan ketidak merdekaan pilihan politik
ketika tidak sependapat dengan keinginan penguasa. Banyak yang akhirnya
menjtuhkan pilihan politik hanya karena takut dimutasi, takut terbuang, Takut
tidak mendapat borongan hingga
takut berbeda dengan penguasa. Meski
pilihan politik adalah kemerdekaan dan hak azasi dalam prakteknya juga masih
terasa sulit.
Isu
rakyat yang ingin mengubah nasibnya menjadi seorang PNS harus mempunyai uang
dan deking secara umum diakui rakyat masih terus terjadi bahkan semakin parah.
Jabatan PNS sepertinya masih menjadi hak mereka yang merupakan anak-anak
pejabat dan kroni penguasa. Meski sistim rekrut PNS didasarkan pada ujian
akademis yang logikanya hanya mereka yang berkwaliatas secara akademis akan
lulus . Justru mayortitas rakyat masih mengakui hal itu hanya sebagai
formalitas belaka. Tetap mereka yang berhak bermimpi menjadi seorang PNS adalah
dari kalangan anak pejabat hingga kroni pejabat.
Lantas
sudahkan masyarakat Dairi merasa merdeka
dan diperlakukan sama di depan hukum? Bukan hanya Dairi kemerdekaan di bidang
hukum sepertinya menjadi problema bangsa ini. Hingga Dairi juga tidak terlepas dari ketidak puasan dalam pelayanan
hukum dan keadilan.
Seiring
progarm revolusi mental yang didengungkan presiden Terpilih Jokowi-JK agaknya
pemangku kuasa dan kroni penguasa di Dairi harus dimerdekaan dari mental-mental
kepentingan pribadi. Mental kepentingan
kelompok hingga kemakmuran sebatas kroni saja.
anggaran adalah untuk kemakmuran rakyat harus terus di dengungkan.
Bahkan tidak berlebihan harus terus menjadi isu strategis untuk mengingatkan
penguasa betapa rakyat masih setengah merdeka.
Makna
kemerdekaan sesunguhnya dimata rakyat adalah hidup lebih baik. Mudah
mendapatkan penghasilan , Mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Dan perbaikan
kesejahteraan. Jadi makna merdeka di Dairi bukan sekedar ziarah ke makam
Pahlawan, upacara detik-detik proklamasi. Malamnya makan malam jamuan
kenegaraan. Apalagi sedikit-sedikit pamer sawer (R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar