Banyak diantara kita untuk menguatkan
cerita dan komentarnya mempertaruhkan
telinga dan leher. “ Ponggol pinggol hon molo boi i. Ponggol rungkun hon… dang tolap na i” demikian bahasa
garansi yang sering terdengar dari pengamat kampungan . Untuk memaksa agar
ceritanya diakui orang lain kerap mengancam bagian-bagian tubuhnya jadi tumbal.
Hingga kini penulis rindu melihat
orang-orang yang sering mengancam bagian tubuhnya lantas melakukan janji itu saat analisanya meleset. Garansi latah dikaum
jelata hanya memaksa hal yang tidak bisa dipastikannya. HIngga berharap orang
lain mengiyakan ceritanya. Hingga kini dari mereka belum ada yang langsung
memotong telinganya saat meleset. Biasanya cari alas an mengelak atau pura-pura
tidak muncul selama beberapa hari agar tidak ditagih janjinya setelah
menumbalkan anggota tubuhnya tersebut.
Orang yang suka menumbalkan bagian
tubuhnya itu biasanya mengeluarkan
tekhnik serius dan tegas saat memaksakan ceritanya untuk diakui orang
lain . Biasanya juga kalimat tumbal itu keluar saat orang lain terlihat tidak
percaya akan cerita yang dibahas.
Saat pilkada DKI jumpa difinal Jokowi dan
Foke ada seoarang pengamat local di Dairi menumbalkan lehernya dipotong kalau
jokowi tidak bisa menang. Dia bertahan dengan dalil semua partai mendukung
Foke. Semua lembaga survey katakan foke menang. Hasilnya kini sudah setahun
lebih jokowi memimpin DKI orang yang menjanjikan lehernya dipotong itu terlihat
sehat saja. Tak sedikitpun goresan di lehernya.
Lain lagi dengan seorang pemborong di
pemkab Dairi yang saya kenal. Yang satu ini senjatanya untuk menyakinkan relative
beresiko kecil hanya mematahkan rokoknya. Untuk menyakinkan orang “ Nah nyon
bereng…” sebutnya sambil mematahkan rokoknya meski baru dihisap satu dua kali
saja. Sayang sekali padahal harganya masih ada 800 perak nilai rokok itu tetapi sudah dipatahkan.
Disertai suara sedikit meninggi berharap pendengar percaya akan koyo yang
diceritakan.
Orang batak memang dikenal dengan mof dan
percaya diri yang luar biasa. Sifat asli
itu terbawa hingga kemanapun saat dirantau. Banyak berhasil karena mof dan percaya
diri yang tinggi. Disertai suara yang keras meski ceritanya tidak masuk akal.
Namun karena disajikan secara membabi buta justru melahirkan ketakutan yang
mendengar. Ujungnya mendiamkannya bagai radio busuk cuap cuap.
Menjadi satu pemandangan menarik saat
sidang sengketa pilkada Dairi 2013 di gedung MK. Puluhan pendukung cagub Maluku
Utara yang merusak MK tidak terdengar suara kerasnya namun semua sudah diatas
meja dan merusak asset didalamnya. Dengan logat Indonesia timur hanya berkata “
itu tidak bisa”
Mungkin jika itu tadinya orang batak
suaranya akan terdengar hingga ke monas. Terdengar garang tetapi perbuatan
rata-rata air saja.
Ini budaya di kampung halaman yang hingga kini masih
terpelihara rapi. Mengancam bagian tubuh untuk dipotong sudah menjadi hal
biasa. Tidak ada trauma dan merasa bersalah telah menumbalkannya. Mungkin juga
karena tidak ada resiko dan hukuman bagi orang-orang yang gemar mengancam
potong telinga itu maka budaya ini tetap lestari hingga kini. (Chief Of Editor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar