Kamis, 19 September 2013

Olo tu Olo



      Pada jaman orang belum mengenal uang sebagai alat tukar  maka sebuah komitmen dilakukan dengan barter. Inti dari barter adalah olo tu olo (Mau sama mau).  Meski mengalami banyak kesulitan karena tidak ada ukuran agaknya zaman sekarang gaya itu kembali dipraktekkan.
Maka jangan terkejut jika sekarang praktek itu kerap dilakukan. Paling lucu dalam even penting saja sering dilakukan.
      Saya tidak berani menuduh dalam rekruitmen CPNS, Staf di PD Pasar juga di Perusahaan daerah sepertinya masih berlaku olo tu olo. Cukup aneh memang tetapi itulah faktanya ujian dan persyaratan yang telah dibentuk sepertinya hanya sekedar syarat diatas kertas saja. Pada finalnya tetap olo tu olo. Maka ketika mulai kerja hasilnya juga sama tidak memberikan prestasi.  Wajar  tidak berprestasi karena alat ukur yang digunakan ganda yakni test  dengan soal dari pemerintah dan  olo tu olo.
      Saya tersenyum mendengar KPU Dairi diadukan ke DKPP dengan dugaan meluluskan salah satu calon yang tidak lengkap  syarat administrasi.  Sungguh  aneh memang persyaratan calon Bupati cukup jelas mulai dari syarat administrasi ijazah, dukungan parpol dan  kesehatan. Sebenarnya dengan berpedoman alat ukur itu tidak perlu ribet KPU dalam memutuskan. Yang membuat ribet muncul istilah pleno. Bagaimana mungkin muncul alat ukur baru pleno ketika sudah ada alat ukur yang dtetapkan undang undang. Dua alat ukur yang membuat hasil seleksi ribet.
      Sungguh  menggelitik ada persyaratan yang jelas sesuai undang-undang lantas muncul istilah  pleno.. Kalau mau jujur tetapkan saja satu alat ukur  seleksi sesuai undang-undang maka cukup urutkan hasilnya. Calon si A lengkap, Si B kurang, Si C lengkap dan seterusnya. Urutkan saja transparan agar dapat diakses rakyat. Yang membuat kacau sesungguhnya panitia sendiri dengan bersembunyi dibalik kalimat “ Dokumen negara” alasan yang dibuat-buat untuk menutupi apa sesungguhnya yang terjadi.
      Tentu dengan munculnya istilah pleno akan membuka ruang debat dan banyak perhitungan. Bayangkan hingga ke faktor kemungkinan dampak keamanan juga dibahas. Padahal yang mengurusi keamanan ada polisi dan teritorial. Sungguh plenolah yang membuka peluang ketidak jujuran.
      Percaya atau tidak  pleno  salah satu cara mempraktekkan program olo tu olo. Pleno juga bisa digunakan sebagai dalih tarik menarik kepentingan untuk menyembunyikan kepentingan pribadi panitia atau wasit pertandingan. Karena gaya sedemikian justru menjadikan negeri ini semakin terpuruk. Saya melihat lebih berkwalitas cara seleksi yang dilakukan SMAN 1 Sidikalang untuk masuk RSBI dahulu. Semua siswa test dan hasil test langsung diperiksa komputer yang bisa dilihat langsung peserta. Karena komputer tidak dapat disogok maka tidak ada perkara saat itu. Semua menerima hasil ujiannya.  Tidak ada program olo tu olo.
      Saya yakin andaikan KPU  menerapkan transparansi menunjukan kelengkapan persyaratan semua calon bupati/calon wakil bupati maka tidak akan ada kisah adu mengadu, kisah periksa diperiksa. Persoalannya sederhana belum sanggup berbuat transparan maka bersembunyi dibalik kalimat indah “ Dokumen negara” wajar saja dugaan ada proyek olo tu olo dalam kasus tersebut.
               Bayangkan saja karena olo tu olo ini negeri ini terus terpuruk. Sampai sekarang belum ada transparansi hasil test CPNS. Hasil test calon pegawai BUMD . Yang ada nama-nama siapa yang diterima. Maka wajarlah negeri ini semakin runyam karena memang diatas alat ukur sesuai peraturan juga memainkan alat ukur lain olo tu olo.  (Chief Of Editor)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar