Kecap dan batu baterey selalu di sebut
nomor 1. Entah kapan diuji dan entah siapa juga yang menguji namun nekat
saja klaim nomor 1. Saya belum pernah
melihat kejujuran dalam sebuah produk menyebut telah teruji dan hasilnya rangking
2 . Atau telah teruji dan lulus nomor 3.
Kenapa selalu nomor satu . Sungguh tidak mengherankan karena namanya juga kecap.
Bupati Humbahas Drs. Maddin Sihombing yang
menerima penghargaan pengelolaan keuangan daerah dengan predikat tertinggi
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Dengan mata
telanjang saja kita bisa melihat
Humbahas berubah drastis dimana jalan jalan hingga desa telah Hotmix.
Sayang mantan sekda Dairi ini tidak pernah mengatakan dirinya telah teruji
meski rakyat dan presiden mengakuinya. Maddin tipe yang bersahaja dan tidak mau
pamer.
Entah mengapa juga tetapi sepertinya orang
yang tidak pernah dipuji selalu ingin dianggap hebat. Maka jika bertemu orang
yang sering berkata “ kalau aku begini….begitu….” atau sebut dirinya hebat biasanya karena sepanjang
hidupnya tidak pernah mendapat pujian . Ciri begini biasanya disekolah juga
tidak pernah rangking .Dikampung pada masa mudanya hanya buat resah karena
kegiatannya tak lebih dari maling kacang, maling jagung dan maling sandal.
Orang begini biasanya ingin dipuji karena sepanjang hidupnya selalu diteriaki
karena salah dan hidupnya dari berbohong dan menipu.
Sebuah ujian biasanya dilengkapi dengan
soal. Dan persoalan yang diujikan kepada
seorang kepala daerah adalah
kesejahteraan rakyat yang meliputi ekonomi rakyat, pertanian , kesehatan dan
pendidikan . Itu sebagai pilar utama. Sejauh mana sukses bisa menjawab
persoalan rakyat itu maka itulah yang disebut teruji. Jika ekonomi rakyat morat
marit, Petani miskin. Rakyat masih andalkan jamkesmas dan jamkesda serta Jumlah
siswa yang masuk perguruan tinggi negeri tiap tahun berkurang maka sesungguhnya
soal soal yang diujikan kepada kepala daerah tidak mampu dijawab.
Sesungguhnya siapapun berhak mengikuti
ujian. Dan itu disebut teruji namun jangan ditanya soal hasil bisa sukses bisa
juga Gatot (gagal total). Maka jika ada menyebut teruji tidak usah protes
karena sekedar teruji. Soal hasil tidak dicantumkan. Boleh jadi ada yang
menyebut sukses namun yang menjadi masalah justru lebih banyak menyebut gagal.
Jadi biarlah teriak, klaim , promosikan diri dan sebut diri hebat. Toh ujian
akhir rakyat juga menilai.
Saya teringat masa kuliah dulu karena
sulitnya mata kuliah akuntansi maka dinding ruangan kutulisi dekat mejaku akan
kemungkinan-kemungkinan apa yang diujikan . Maka saat ujian aku lancar menjawab
dan lulus pas pasan nila C. Belajar dari kelakuanku maka kuyakini dalam
sebuah ujian berbagai cara dilakukan
yang bernafaskan kecurangan. Maka dalam pilkada depan jika terjadi kecurangan
mulai dari pemilih ganda, pemilih siluman. KPPS siluman. Surat suara siluman
hingga penggantian kotak suara itu adalah bagian dari ujian. Banyak juga orang
yang lulus ujian meski karena curang. Dan banyak juga manusia sepanjang
hidupnya bisa bertahan hanya karena curang.
Tidak ada yang salah saat disebut teruji.
Itu wajar-wajar saja karena hasil akhir ada tim penilai. Dan jangan salah
banyak juga penilai yang goblok bin tolol. Ada juga penilai yang mata duitan.
Dan dalam pilkada tim penilai adalah rakyat. Maka sungguh tidak ada lagi
hebatnya kata-kata teruji karena yang diuji sama tim penilai ujian sudah sama sama “ ngaco”. Inilah sesungguhnya
yang terjadi ditengah masyarakat. Semua mengidolakan “Kepalsuan dan ecek-ecek “
(Chief Of Editor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar