Sidikalang-Dairi pers :
Debat interaktif yang digagasi Forum
Masyarakat Dairi anti pembodohan di Radio Romero selasa (29/5) jalam 18.00 s/d
20.00 WIB membahas seputar kotroversi keberangakta 161 kepala desa ke Yogyakarta
mendapat applus luar biasa dari pendengar.
Ratusan SMS masuk sebagai respon dan
semua penelepon intinya menolak kunjungan para kepdes ke yogya dengan
menggunakan APBD Dairi. Sayang dalam debat yang harusnya menghadirkan Bupati
Dairi Johnny Sitohang atau sekda Dairi Julius Gurning, tak satupun utusan
pemkab Dairi berani muncul.
Kordinator Forum Rakyat
Dairi Anti Pembodohan Drs. Passiona Sihombing menyebutkan tiga hari sebelum
acara dialog interaktif telah disampaikan undangan kepada pihak pemkab Dairi
agar hadir dalam acara tersebut. Diharapkan dengan kehadiran ini akan terjadi
diskusi dan transparansi apa yang dilakukan pemerintah dan alasan signifikan
mengutamakan studi banding itu. Masalah keberangkatan kepala desa ke Yogya
karta sangat penting diketahui rakyat karena menggunakan dana APBD disamping
juga ada sekitar RP. 5 juta per kepala desa dipungut dari ADD . Ini penting
diketahui masyarakat dan ini perlu transparansi pemerintah. Namun inilah
kenyataan pemkab juga tidak berani menjelaskan masalah itu secara
transparan.Jadi biarlah rakyat Dairi yang menilai apakah pemkab Dairi itu
sportif atau memang mempunyai niat
terselubung “ sebut Passiona
Sesuai perkiraan
sebelumnya pemkab bakalan tidak punya nyali untuk dialog ini terbukti. Dialog
terbuka yang harusnya menghadirkan pemkab Dairi ternyata hanya di hadir nara
sumber Drs. Passiona Sihombing kordinator FRD- Anti Pembodohan, Hendrik
Situmeang Pimpinan Redaksi Dairi Pers. Sondang Silalahi jurnalis , Dahlan
Sianturi dan Pisser Simamora anggota DPRD Dairi. Sedang kepala desa yang
diundang berserta ketua Asosiasi kepala desa Singkat Nababan tidak hadir dalam
acara yang sebenarnya banyak manfaatnya untuk pencerahan rakyat itu.
Dalam dialog yang dimoderatori Ronald Silalahi
dari LSM Sada Ahmo ini membahas
keberangkatan 161 kepala desa menuju Yogyakarta dengan alasan studi banding.
Nara sumber menjelaskan harusnya sebuah studi banding mempunyai grand disain
yang jelas ,terukur dan benar. Sehingga hasilnya terukur dan dapat
dipertanggung jawabkan. Disaping itu jika benar Bupati ingin memberikan
peningkatan SDM kepada kepala desa mengapa tidak diberangkatan bertahap.
Artinya 161 desa dibagi pertahun sehingga selama lima tahun Bupati memimpin
semua kepala desa sudah melakukan studi banding. Lantas yang terjadi berangkat
secara besar besaran. Hal ini mengundang tanda tanya ada apa? Apakah para
kepala desa ini akan dijadikan komoditi untuk pilkada tahun depan?
Sedang yang paling
dikhawatirkan forum justru kepala desa terjebak dalam nuansa korupsi dimana di
Badan Pemdes telah dianggarkan Rp. 1.1 miliar namun kepala desa juga dipungut
Rp. 5 juta per orang. Perjalanan dinas kepala desa yang ada di ADD adalah perjalanan
dinas ke dusun sebesar Rp. 3, 5 juta pertahun. Maka dikhawatirkan jika kepala
desa menngambil dana dari ADD kelak akan
menimbulkan efek tersangkut kasus hukum.
Sementara itu dari
penelepon interaktif secara umum menyampaikan penolakan atas kebijakan pemkab
karena dinilai tidak patut ketika jalan dan fasilitas umum rusak parah.
Harusnya pemkab lebih dahulu membenahi kepentingan publik daripada mengajarkan
kepala desa jalan-jalan. (R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar