Sidikalang-Dairi Pers : Menyusul walk out fraksi Demokrat di rapat
paripurna DR-RI di penghujung masa tugasnya membuat Undang undang Pilkada
langsung disahkan menjadi Pilakada Tidak langsung. Namun dengan serta merta
Presiden SBY mengeluarkan Perppu
yang intinya tetap pemilihan kepala daerah
oleh DPRD. Sejak pengambilan keputusan dramatikal itu kini rakyat tidak
mengetahui kepastian apakah pilkada untuk memeilih kepala daerah itu dilakukan
secara langsung atau malah dilakukan DPRD.
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui sidang
yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva Tanggal 23
Oktober 2014 memutuskan menolak gugatan terhadap UU tanpa nomor tahun 2014
tentang Pilkada karena tanggal 2 Oktober 2014 Presiden telah
menetapkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Pilkada.
Dengan putusan ini maka pemilihan
gubernur, bupati, dan wali kota akan tetap dilakukan secara langsung. Dengan
pemilihan lagsung ini suara rakyat akan lebih berarti karena tidak perlu
diwakilkan lagi.
Putusan
ini dilansir oleh situs resmi MK. Pertimbangan MK menolak permohonan tersebut
karena telah berlakunya Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) Pilkada yang
ditandatangani oleh presiden Indonesia ke-6 SBY.
“Menimbang bahwa Presiden pada tanggal
2 Oktober 2014 menetapkan Perpu No 1
Tahun 2014 tentang Pilkada yang di dalam Pasal 205 menyatakan ‘Pada saat Perpu
ini mulai berlaku maka UU No 22 Tahun 2014 tentang Pilkada dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku,” tulis pertimbangan MK.
Sebagaimana dimaklumi, Koalisi Merah
Putih (KMP) yang terdiri dari Gerindra, PAN, PPP, PKS, Golkar, berupaya
mengubah pemilihan langsung itu menjadi lewat DPRD dengan alasan lebih mahal
jika dilakukan secara langsung.
Sebaliknya Koalisi Indonesia Hebat
(KIH) yang terdiri dari PDI-P, Nasdem, PKB, dan Hanura menyatakan walaupun
mahal, tapi pemilihan secara langsung itu lebih mencerminkan aspirasi
masyarakat. Kalau ada yang perlu diperbaiki, itu saja yang dilakukan.
Walaupun KMP menang pemungutan suara,
karena Partai Demokrat keluar (walk out), masyarakat Indonesia sangat kecewa,
dan ingin menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi. Akibatnya tanggal 2 Oktober
2014, Presiden SBY mengeluarkan Perpu yang menetapkan pilkada tetap dilakukan
secara langsung.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal
23 Oktober 2014 itu sesungguhnya menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah masih
tetap dilakukan secara langsung seperti dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014. Namun
demikian masyarakat perlu lebih waspada agar aspirasi dan kehendaknya jangan
dengan mudah dianulir oleh para politikus di Senayan.
Sementara itu Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pencabutan Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2014
tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) resmi berlaku setelah diumumkan oleh
Presiden. Perppu tersebut mengandung dasar hukum bagi pelaksanaan pilkada
secara serempak.
“Sekitar 204 pilkada akan dilakukan
serentak pada bulan September nanti. Perppu itu langsung berlaku setelah
Presiden mengumumkan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Dodi Riyadmaji,
Dodi mengatakan hal ini sesuai dengan
UU Pilkada. Meski UU Pilkada tidak berlaku, Perppu pengganti UU tersebut tidak
mengubah pasal mengenai ketentuan pilkada secara serentak.
Namun demikian, Dodi menerangkan hal
ini bukan berarti pelaksanaan Perppu dapat berjalan mulus. Hal ini lantaran
terdapat beberapa pihak yang mempermasalahkan Perppu tersebut.
“Problemnya apakah Perppu ini akan
berjalan mulus atau ada yang menggugat di MK atau proses di DPR. Apakah
disetujui atau tidak. Kalau disetujui, otomatis jadi UU, kalau ditolak gugur
dengan sendirinya,” ungkap Dodi. ( kms/ R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar