Rabu, 13 Juni 2012

Mohop Naso Tardok


     Seorang PNS mengatakan kepadaku agar mengkritisi Polres Dairi atas kinerjanya dalam sebuah kasus. Oknum PNS ini merasa kurang puas atas pelayanan yang diberikan. Dibumbui bahasa-bahasa bersayap yang bertujuan agar saya mengikuti seleranya. Sesekali dia menyebut saya tidak berani. Dengan santai ku katakan jangankan polres presiden sekalipun
akan saya kritisi asal oknum PNS ini bersedia menjadi nara sumber. Saya katakan kepadanya sesungguhnya banyak mentalitas manusia ingin sampai di tujuan namun tidak jantan. Banyak manusia yang hanya bersembunyi dibawah bangku namun berharap sampai di langit.
      Aku menilai apa  yang disampaikan oknum PNS soal kasus di polres benar. Namun karena tidak berani bicara saya katakan “ On ma na ni doknya mohop naso Tardok”. Saya juga tahu dan pernah mendengar unek-unek Oknum PNS yang kesal karena harus ikut kunker pada hari sabtu padahal itu hari libur. Mereka bersungut-sungut namun saat ditanyakan mau menjadi nara sumber?  tidak berani. Sekali lagi Mohop Naso Tardok.
      Bupati Dairi Johnny Sitohang dua pekan silam di halaman kantor Bupati di depan puluhan kepala desa menyebut ada seorang mantan anggota DPRD Dairi pernah joki. Aku yang mendengar pidato berapi-api itu hanya senyum-senyum saja bisa menduga maksudnya. Dia tidak berani menyebutkan lagsung nama orang yang dituduhkan. Dengan pidato tinggi dalam hati saya berkata Mohop Naso Tardok.
      Seorang pejabat eselon II di pemkab Dairi yang tergolong SKPD basah  tiba-tiba dimutasi di SKPD yang sama namun kering. Awalnya terlihat stress dan bersungut sungut  ingin lebih lama lagi di tempat basah. Namun tidak berani lantang. Ini juga mohop naso tardok.
      Sebut saja seorang PNS dilingkungan pemkab Dairi yang menurutku cantik sekali. Dia masih muda dan masih gadis . Penilaianku dia tergolong papan atas soal kecantikan . Tapi sering ku perhatikan dia dibonceng cowo yang menurutku kurang pantas buatnya. Disamping tak sepadan dari wajah pekerjaaan nih cowo juga gak jelas. Setiap kali  kulihat di bonceng setiap kali juga aku ngedumel di hati. Tidak menerima gaya percintaan itu . Kasihan cewenya, Oho…bodok nai… dan macam-macam lagi menurut penilaianku yang tidak pas. pokoknya Mohop na so tardok. Nah mohop yang satu ini disebut perasaan mohop .
      Pekan lalu kepada saya ada beberapa orang menyebutkan kurang banyak massa dalam demo di kantor bupati. Langsung translate dari bahasa batak ke bahasa Indonesia yang bunyinya kira-kira “ mananya katanya besar-besaran. Hanya cerita. Gak mainlah…” nah model yang satu ini disebut “ Pamhop-mohopon”. Aku hanya tanggapi dengan bahasa santun saja “ eh bos…jangan kuat-kuat bilang . nanti sampai ke pendopo. Hati-hati lo nanti ada yang menyampaikan sebaliknya kalau bapak kepingin aksi massa lebih besar” . langsung dia terdiam dan bibirnya yang sexi tertutup sambil senyum.
      Sesungguhnya banyak hal yang tidak sesuai dengan hati terjadi disekeliling kita. Merasa tidak tepat karena alat ukurnya adalah diri sendiri. Kita lantas galau, resah, mencari cara melakukan pembelaan pribadi agar dianggap benar. Minimal bersungut-sungut di hati karena tidak berani protes dan action . Ini yang disebut tadi mohop naso tardok.
      Apapun itu yang membuat perbedaan pendapat  adalah karena alat ukurnya adalah pribadi. Karena penilaian pribadi kerap mengarahkan seseorang pada otoriter, arogan maka lahirlah demokrasi. Karena orang yang hidup di alam demokrasi harus mampu mendengar orang lain. Maka jika ada penguasa sesuaka hati tidak tunduk aturan perundang-undangan hajar saja…. Panas kali kurasa .Bah gabe dohot au mohop…. (Chief Of Editor)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar