Seorang PNS mengatakan kepadaku agar mengkritisi Polres Dairi
atas kinerjanya dalam sebuah kasus. Oknum PNS ini merasa kurang puas atas
pelayanan yang diberikan. Dibumbui bahasa-bahasa bersayap yang bertujuan agar
saya mengikuti seleranya. Sesekali dia menyebut saya tidak berani. Dengan
santai ku katakan jangankan polres presiden sekalipun
akan saya kritisi asal
oknum PNS ini bersedia menjadi nara sumber. Saya katakan kepadanya sesungguhnya
banyak mentalitas manusia ingin sampai di tujuan namun tidak jantan. Banyak
manusia yang hanya bersembunyi dibawah bangku namun berharap sampai di langit.
Aku menilai apa yang
disampaikan oknum PNS soal kasus di polres benar. Namun karena tidak berani
bicara saya katakan “ On ma na ni doknya mohop naso Tardok”. Saya juga tahu dan
pernah mendengar unek-unek Oknum PNS yang kesal karena harus ikut kunker pada
hari sabtu padahal itu hari libur. Mereka bersungut-sungut namun saat
ditanyakan mau menjadi nara sumber?
tidak berani. Sekali lagi Mohop Naso Tardok.
Bupati Dairi Johnny Sitohang dua pekan silam di halaman kantor
Bupati di depan puluhan kepala desa menyebut ada seorang mantan anggota DPRD
Dairi pernah joki. Aku yang mendengar pidato berapi-api itu hanya senyum-senyum
saja bisa menduga maksudnya. Dia tidak berani menyebutkan lagsung nama orang
yang dituduhkan. Dengan pidato tinggi dalam hati saya berkata Mohop Naso
Tardok.
Seorang pejabat eselon II di pemkab Dairi yang tergolong SKPD basah tiba-tiba dimutasi di SKPD yang sama namun
kering. Awalnya terlihat stress dan bersungut sungut ingin lebih lama lagi di tempat basah. Namun
tidak berani lantang. Ini juga mohop naso tardok.
Sebut saja seorang PNS dilingkungan pemkab Dairi yang menurutku
cantik sekali. Dia masih muda dan masih gadis . Penilaianku dia tergolong papan
atas soal kecantikan . Tapi sering ku perhatikan dia dibonceng cowo yang
menurutku kurang pantas buatnya. Disamping tak sepadan dari wajah pekerjaaan
nih cowo juga gak jelas. Setiap kali
kulihat di bonceng setiap kali juga aku ngedumel di hati. Tidak menerima
gaya percintaan itu . Kasihan cewenya, Oho…bodok nai… dan macam-macam lagi
menurut penilaianku yang tidak pas. pokoknya Mohop na so tardok. Nah mohop yang
satu ini disebut perasaan mohop .
Pekan lalu kepada saya ada beberapa orang menyebutkan kurang
banyak massa dalam demo di kantor bupati. Langsung translate dari bahasa batak
ke bahasa Indonesia yang bunyinya kira-kira “ mananya katanya besar-besaran.
Hanya cerita. Gak mainlah…” nah model yang satu ini disebut “ Pamhop-mohopon”.
Aku hanya tanggapi dengan bahasa santun saja “ eh bos…jangan kuat-kuat bilang .
nanti sampai ke pendopo. Hati-hati lo nanti ada yang menyampaikan sebaliknya
kalau bapak kepingin aksi massa lebih besar” . langsung dia terdiam dan
bibirnya yang sexi tertutup sambil senyum.
Sesungguhnya banyak hal yang tidak sesuai dengan hati terjadi
disekeliling kita. Merasa tidak tepat karena alat ukurnya adalah diri sendiri.
Kita lantas galau, resah, mencari cara melakukan pembelaan pribadi agar
dianggap benar. Minimal bersungut-sungut di hati karena tidak berani protes dan
action . Ini yang disebut tadi mohop naso tardok.
Apapun itu yang membuat perbedaan pendapat adalah karena alat ukurnya adalah pribadi.
Karena penilaian pribadi kerap mengarahkan seseorang pada otoriter, arogan maka
lahirlah demokrasi. Karena orang yang hidup di alam demokrasi harus mampu
mendengar orang lain. Maka jika ada penguasa sesuaka hati tidak tunduk aturan
perundang-undangan hajar saja…. Panas kali kurasa .Bah gabe dohot au mohop….
(Chief Of Editor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar