Kamis, 08 Januari 2015

Kemungkinan Besar Tetap Pilkada Langsung



·        *   DPR Optimistis Pilkada Serentak Dilaksanakan Pada 2015
·         * Larangan pelibatan aparat birokrasi yang menyebabkan pilkada tidak netral
Jakarta-Dairi Pers :  Perseteruan di kubu Golkar dan merapatnya PPP ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH) serta penerbitan Perppu Pilkada yang dilakukan mantan presiden RI SBY
yang juga ketua umum partai demokrat diperkirakan pembahasan sistim pilkada yang akan dilakukan tetap pilkada langsung.  Putusan DPR-RI yang sebelumnya menginginkan pilkada tidak langsung sepertinya hanya seumur jagung saja.
Melihat peta kekuatan KIH di DPR-RI yang konsisten mempertahankan pilkada langsung ditambah fraksi Demokrat , PPP dan dualaisme kepemimpinan golkar hampir dipastikan pemilihan kepala daerah tetap dilakukan oleh rakyat . Mengacu pada Perpu No.1 tahun 2014 sejumlah perbaikan bakal dilakukan intinya penyempurnaan sistim pilkada langsung yang lama yang diyakini sempat berdampak negatif dalam kehidupan sosial masyarakat. Disamping itu keterlibatan aparat birokrat hingga tidak independennnya lembaga pemerintah diperbaiki dalam 10 usulan dalam Perppu
Komisi II DPR optimistis pelaksanaan pilkada serentak bisa dilakukan pada 2015. Mereka yakin pilkada serentak bisa selesai pada 2016.
“Kami usahakan tetap 2015 pilkada serentak. Kalau pilkada dua putaran sampai 2016 bisa selesai,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR, Riza Patria , Kamis (18/12).
Riza mengakui pelaksanaan pilkada serentak membutuhkan persiapan matang. Riza memperkirakan butuh waktu 10 bulan untuk melaksanakan pilkada pasca pengesahan Perppu Pilkada menjadi undang-undang. Artinya pelaksanaan tetap bisa dilakukan pada akhir 2015.
Menurutnya KPU sebagai penyelenggara pemilu harus mempersiapkan pilkada secara optimal. Sejumlah persiapan teknis yang harus dilakukan KPU misalnya menyangkut anggaran pilkada. Selain itu KPU juga perlu menyiapkan opsi terkait kemungkinan pilkada langsung hanya di level provinsi bukan di kota/kabupaten.
Bahkan, imbuhnya, KPU juga perlu menyiapkan kemungkinan soal ditolaknya Perppu Pilkada yang membuat pelaksanaan pilkada dilakukan melalui DPRD. Riza mengatakan Komisi II terus mengkaji sisi positif dan negatif dari pilkada langsung. Misalnya dengan meminta masukan dari pakar.
Komisi II tidak ingin Undang-Undang Pilkada langsung tidak menyelesaikan persoalan yang selama ini ada. Pada bagian lain Riza juga tidak mempersoalkan langkah Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyiapkan 204 penjabat (pj) kepala daerah jika pelaksaan pilkada serentak diundur pada 2016.
Menurutnya langkah yang dilakukan Tjahjo merupakan kewenangan pemerintah sampai pelaksanaan pilkada serentak bisa digelar. “Itu biasa saja. Kalau (pilkada) terlambat itu menjadi kewenangan pemerintah sampai adanya pilkada,” kata Riza.
Berikut garis besar isi Perppu yang diterbitkan Presiden SNY dalam Perppu No. 1 Tahun 2014.
1. Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota langsung oleh rakyat (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2);
2. Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU No 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang mengatur pelaksanaan pilkada secara tidak langsung oleh DPRD (Pasal 205);
3. Adanya uji publik calon kepala daerah agar dapat mencegah calon yang integritasnya buruk dan kemampuannya rendah (Pasal 1 angka 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (3) huruf b, dan Pasal 7 huruf d);
4. Penghematan atau pemotongan anggaran pilkada secara signifikan (Pasal 3, Pasal 65 ayat (1) huruf c, d, e, dan f, serta ayat (2), dan Pasal 200);
5. Pembatasan kampanye terbuka agar menghemat biaya dan mencegah konflik horizontal (Pasal 69);
6. Pengaturan akuntabilitas penggunaan dana kampanye (Pasal 74, Pasal 75, dan Pasal 76);
7. Larangan politik uang dan biaya sewa parpol pengusung yang dapat berdampak pada tindakan penyalahgunaan wewenang (Pasal 47);
8. Larangan kampanye hitam yang dapat menimbulkan konflik horizontal (Pasal 68 huruf c);
9. Larangan pelibatan aparat birokrasi yang menyebabkan pilkada tidak netral (Pasal 70);
10. Larangan mencopot jabatan aparat birokrasi pasca-pilkada karena dianggap tidak mendukung calon (Pasal 71);
11. Pengaturan yang jelas, akuntabel, dan tranparan terkait penyelesaian sengketa hasil pilkada (Bab XX Pasal 136 sd 159);
12. Pengaturan tanggung jawab calon atas kerusakan yang dilakukan oleh pendukung (Pasal 69 huruf g, Pasal 195);
13. Pilkada serentak (Pasal 3 ayat (1);
14. Pengaturan ambang batas bagi parpol atau gabungan parpol yang akan mendaftarkan calon di KPU (Pasal 40, Pasal 41);
15. Penyelesaian sengketa hanya dua tingkat, yaitu pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung (Pasal 157);
16. Larangan pemanfaatan program atau kegiatan di daerah untuk kegiatan kampanye petahana (Pasal 71 ayat (3));
17. Gugatan perselisihan hasil pilkada ke pengadilan tinggi/Mahkamah Agung hanya dapat diajukan apabila memengaruhi hasil penetapan perolehan suara oleh KPU secara signifikan (Pasal 156 ayat (2).
(tmp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar