Selasa, 28 Januari 2014

Nantip Bintang , Sepanjang Hidupnya Guru Tanpa Gaji



Sidikalang-Dairi Pers : Mungkin berbicara akan khakekat seorang guru yang mirip Oemar Bakri tulus untuk mendidik  anak bangsa untuk cerdas tidak banyak lagi. Ketika gaji guru naik. Ketika insentif guru ada. Dan kini guru bahkan punya uang masuk dari proyek pendirian gedung dan mobile
sekolah  sesungguhnya guru bukan propesi sepele lagi. Propesi guru telah bangkit dan membubung tinggi dan bergengsi. Terkadang peluang dana fasilitas yang diperoleh guru membuatnya lupa akan khakikatnya mendidik anak bangsa.
Namun tidak demikian dengan Nangkip Bintang warga Dusun Lae Pancur, Lae Pinang, Sidikalang Dairi . Sosoknya  menjadi menarik karena dijaman serba uang ini malah tetap menjaga naluri tulus untuk mendidik . Kakek yang berusia 71 tahun itu sepanjang hidupnya mengabdikan diri sebagai guru mengaji di dusun kecil dusun Le Pancur. Nangkip tidak pernah tahu yang namanya gaji. Nangkip tidak pernah mengetahui apa itu SHU. Nangkip tidak pernah mengenal namanya Insentif guru. Namun sosok pendidik sejati itu tidak pernah mengeluh. Tidak juga cemburu lantas berteriak telah menjadikan beberapa orang menjadi orang besar.
Mengenakan sepatu tanpa semir, Celana yang gantung itu menampakkan kakinya tanpa menggunakan kaos kaki. Peci sedikit miring dengan tas diselempangkan. Nangkip tidak pernah memikirkan harta orang lain, nasib dan kekayaan orang lain. Baginya mendapatkan rezeki dari orang yang dijumpainya bisa untuk operasional tempat pengajian yang dibangunnya sudah merupakan keridhoan Tuhan.
          Yang saya ajari mengaji disini anak yatim piatu dan miskin. Sejak saya tamat dari Alwasliyah medan saya langsung mengajarkan  mengaji untuk anak-anak miskin hingga sekarang. Sudah lebih dari 40 tahun . Ada rasa senang ketika ilmu yang kita ajarkan diamalkan anak didik. Saya orang sederhana dan cita-cita saya juga sederhana . Saya juga tidak pintar, bukan propesor, Guru spiritual tetapi saya hanya guru mengaji alip-alip. Ilmu agama yang kita ajarkan jika diamalkan mudah mudahan menjadi bekal menghadapi dunia dan di ahirat kelak kita mendapat pahala”
          Sesederhana itu disampaikan Nangkip saat diwawancarai Dairi Pers selasa (22/1). Dairi Pers yang mengorek kisah hidup kakek berusia 71 tahun ternyata unik dan penuh inpirasi . Dia sosok guru sejati yang masih tersisa di jaman penuh ketidak menentuan ini. Tampilan sederhana jalan hidupnya ternyata sanggup menjadi inspirasi bagi banyak pihak yang masih membanggakan kehidupan dunia dan gelimang harta dan jabatan.
          “ Sepanjang hidup saya hanya demikian. Lahir tahun 1943 dari keluarga biasa boleh disebut susah. Saya sekolah hingga tingkat SLTA di medan juga susah hingga kini juga begini. Namun saya tidak pernah merasa susah karena manusia galau itu karena kedepan lebih banyak memikirkan yang negative dan sedikit memikirkan yang positif, sebutnya
          Saat Dairi pers mempertanyakan perjalanannya sebagai guru mengaji tanpa gaji. Nangkip Bintang tidak setuju dengan sebutan itu. Saya bergaji juga Cuma diganti  beras . Itu juga kalau orang tua anak didik lagi panen. Jika tidak ada ya saya yang carikan. Jadi sebenarnya sama saja bedanya mungkin saya sudah bersyukur dengan jerih payah dibalas dengan beras dan orang lain mungkin baru bersyukurnya harus dengan gaji besar dan fasilitas mewah. Jadi tergantung pribadi-pribadi  oranglah “ sebutnya sambil tersenyum.
          Saat ditanyakan sudah berapa siswa mengaji yang ditamatkannya pria yang beristrerikan br Maha tersebut menyebutkan sudah lupa karena tidak ada administrasinya. “ Yang saya didik sekarang 25 orang anak yatim atau piatu juga anak-anak miskin. Mereka mengaji pada sore atau malam. Kalau siang mereka sekolah dan beberapa diantaranya membantu orang tua di ladang. Jadi malam kita ajari” sebutnya.
          Dairi Pers yang pernah mengunjungi tempat mengaji yang didirikan orang yang di juluki Ustad Lae Pancur itu menyaksikan tempat mengaji seadanya dengan seng bekas. Jika disekolah sekolah negeri terlihat bangku terbuat dari papan dan meja dilapisi triplek mika mengkilat . Di tempat pengajian yang satu ini cukup dari bambu. Jika sekolah keumumam menggunakan dinding beton sekolah mengaji buatan Nangkip cukup dari bambu. Jika sekolah keumumam menggunakan lantai keramik tempat mengaji yang diarsiteki Nangkip cukup lantai tanah.
          Sebenarnya jika kita mau Tuhan akan membukan jalan. Sering orang-orang berniat memberikan bantuan yatim piatu. Kita diundang dalam acara selamatan . sejumlah pejabat juga mau mengundang. Saya katakana  tidak banyak yatim piatu yang saya didik tetapi kalau digabung dengan anak-anak miskin banyak. Dan alhamdulilah anak-anak bisa makan enak, dapat amplop. Dan saya juga dapat rezeki. Itu suatu kesyukuran dan hidup saya hanya sesederhana itu” sebutnya sambil tersenyum.
          Ketika Dairi Pers mempertanyakan sepanjang mendidik anak-anak mengaji  apakah pernah merasakan susah.  Kakek ini menyebutkan dalam hidup manusia pasti pernah merasakan susah dan bahagia. Saat ada anak-anak korban Tsunami kita tampung yah harus memikirkan makan mereka. Meski saya tidak punya penghasilan namun bantuan orang yang  mengetahui ternyata bisa juga mereka kita tanggung meski hanya seadanya. Kuncinya kita jujur akui. Jika belum ada rezeki orang lain bisa dibagi dengan kita yah doakan mereka bisa dapat rezeki. Sesederhana itu” sebutnya.
          Dairi Pers yang mempertanyakan apa tips hidupnya hingga sanggup tersenyum diantara keterbatasan jawabnya hanya satu yakni sabar dan ikhlas. “ Ini jaman “Gedebak gedebuk”  yang serba aneh. Tiga jaman saya lalui, Orde lama , orde baru dan orde reformasi. Sekarang saya tidak tahu apa namanya ini. Sama sekali susah dimengerti. Bagai tidak takut Tuhan lagi korupsi dimana-mana dan moral dan etika tidak lagi penting. Saya tidak mengerti jaman apa namnya ini karena semua serba tidak menentu. Sebentar-sebentar ada yang ditangkap korupsi. Pejabat besar masuk, kepala daerah masuk . Kita rakyat jelata makin bingung. Beragama beragama juga . Bertuhan-bertuhan juga tetapi korupsi yah korupsi juga “ Ujarnya tersenyum.
          Rakyat juga demikian sekarang caleg banyak datang ke rumah-rumah. Semua yang datang diterima rakyat juga uangnya. Apa tidak sadar semua yang kita terima tetapi kita tidak tunaikan janji nanti di akhirat akan diminta Tuhan pertanggung jawbanya. Jadi banyak juga rakyat yang  lupa akan Tuhan ketika kesempatan ada. Jadi kita bingung jaman apa namanya ini” tambahnya.
          Di pilkada juga demikian semua calon bupati atau gubernur ditampung. Dikasih  uang terima juga  entah siapa dicoblos. Inilah yang sudah rusak di bangsa ini. Tidak takut dosa, tidak punya rasa malu dan sudah kehilangan etiket dan moral. Entahlah bagaimana ujung cerita ini semua namun bagiini saya sebut  jaman “gedebak gedebuk “ ujarnya.
          Saat Dairi Pers mempertanyakan apa yang harus dilakukan dalam kondisi tidak menentu seperti sekarang dikatakan Nangkip Bintang tidak sulit cukup jaga diri dari perbuatan tercela , beribadah dan harus sadari pasti neraka itu ada. Semua agama mengajarkan takut akan balasan hari akhir namun manusia juga yang suka melupakan itu. Saya tidak bisa menggurui siapapun karena saya juga tidak merasa apa-apa. Sebutan  perjalanan hidup saya bisa menginspirasi banyak orang itu berlebihan . Saya hanya orang biasa dan apa adanya  “ ujarnya tak sedikitpun membanggakan moral tulus yang masih utuh dijaganya. (R.07)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar