Sidikalang-Dairi Pers :
Mungkin berbicara akan khakekat seorang guru yang mirip Oemar Bakri tulus untuk
mendidik anak bangsa untuk cerdas tidak
banyak lagi. Ketika gaji guru naik. Ketika insentif guru ada. Dan kini guru
bahkan punya uang masuk dari proyek pendirian gedung dan mobile
sekolah sesungguhnya guru bukan propesi sepele lagi.
Propesi guru telah bangkit dan membubung tinggi dan bergengsi. Terkadang
peluang dana fasilitas yang diperoleh guru membuatnya lupa akan khakikatnya
mendidik anak bangsa.
Namun tidak demikian dengan
Nangkip Bintang warga Dusun Lae Pancur, Lae Pinang, Sidikalang Dairi .
Sosoknya menjadi menarik karena dijaman
serba uang ini malah tetap menjaga naluri tulus untuk mendidik . Kakek yang
berusia 71 tahun itu sepanjang hidupnya mengabdikan diri sebagai guru mengaji
di dusun kecil dusun Le Pancur. Nangkip tidak pernah tahu yang namanya gaji.
Nangkip tidak pernah mengetahui apa itu SHU. Nangkip tidak pernah mengenal
namanya Insentif guru. Namun sosok pendidik sejati itu tidak pernah mengeluh.
Tidak juga cemburu lantas berteriak telah menjadikan beberapa orang menjadi
orang besar.
Mengenakan sepatu tanpa
semir, Celana yang gantung itu menampakkan kakinya tanpa menggunakan kaos kaki.
Peci sedikit miring dengan tas diselempangkan. Nangkip tidak pernah memikirkan
harta orang lain, nasib dan kekayaan orang lain. Baginya mendapatkan rezeki
dari orang yang dijumpainya bisa untuk operasional tempat pengajian yang
dibangunnya sudah merupakan keridhoan Tuhan.
Yang saya ajari mengaji disini anak yatim piatu dan miskin.
Sejak saya tamat dari Alwasliyah medan saya langsung mengajarkan mengaji untuk anak-anak miskin hingga
sekarang. Sudah lebih dari 40 tahun . Ada rasa senang ketika ilmu yang kita
ajarkan diamalkan anak didik. Saya orang sederhana dan cita-cita saya juga
sederhana . Saya juga tidak pintar, bukan propesor, Guru spiritual tetapi saya
hanya guru mengaji alip-alip. Ilmu agama yang kita ajarkan jika diamalkan mudah
mudahan menjadi bekal menghadapi dunia dan di ahirat kelak kita mendapat
pahala”
Sesederhana itu disampaikan Nangkip saat diwawancarai Dairi
Pers selasa (22/1). Dairi Pers yang mengorek kisah hidup kakek berusia 71 tahun
ternyata unik dan penuh inpirasi . Dia sosok guru sejati yang masih tersisa di
jaman penuh ketidak menentuan ini. Tampilan sederhana jalan hidupnya ternyata
sanggup menjadi inspirasi bagi banyak pihak yang masih membanggakan kehidupan
dunia dan gelimang harta dan jabatan.
“ Sepanjang hidup saya hanya demikian. Lahir tahun 1943
dari keluarga biasa boleh disebut susah. Saya sekolah hingga tingkat SLTA di
medan juga susah hingga kini juga begini. Namun saya tidak pernah merasa susah
karena manusia galau itu karena kedepan lebih banyak memikirkan yang negative
dan sedikit memikirkan yang positif, sebutnya
Saat Dairi pers mempertanyakan perjalanannya sebagai guru
mengaji tanpa gaji. Nangkip Bintang tidak setuju dengan sebutan itu. Saya
bergaji juga Cuma diganti beras . Itu juga
kalau orang tua anak didik lagi panen. Jika tidak ada ya saya yang carikan.
Jadi sebenarnya sama saja bedanya mungkin saya sudah bersyukur dengan jerih
payah dibalas dengan beras dan orang lain mungkin baru bersyukurnya harus
dengan gaji besar dan fasilitas mewah. Jadi tergantung pribadi-pribadi oranglah “ sebutnya sambil tersenyum.
Saat ditanyakan sudah berapa siswa mengaji yang
ditamatkannya pria yang beristrerikan br Maha tersebut menyebutkan sudah lupa
karena tidak ada administrasinya. “ Yang saya didik sekarang 25 orang anak
yatim atau piatu juga anak-anak miskin. Mereka mengaji pada sore atau malam.
Kalau siang mereka sekolah dan beberapa diantaranya membantu orang tua di
ladang. Jadi malam kita ajari” sebutnya.
Dairi Pers yang pernah mengunjungi tempat mengaji yang
didirikan orang yang di juluki Ustad Lae Pancur itu menyaksikan tempat mengaji
seadanya dengan seng bekas. Jika disekolah sekolah negeri terlihat bangku
terbuat dari papan dan meja dilapisi triplek mika mengkilat . Di tempat
pengajian yang satu ini cukup dari bambu. Jika sekolah keumumam menggunakan
dinding beton sekolah mengaji buatan Nangkip cukup dari bambu. Jika sekolah
keumumam menggunakan lantai keramik tempat mengaji yang diarsiteki Nangkip
cukup lantai tanah.
Sebenarnya jika kita mau Tuhan akan membukan jalan. Sering
orang-orang berniat memberikan bantuan yatim piatu. Kita diundang dalam acara
selamatan . sejumlah pejabat juga mau mengundang. Saya katakana tidak banyak yatim piatu yang saya didik
tetapi kalau digabung dengan anak-anak miskin banyak. Dan alhamdulilah
anak-anak bisa makan enak, dapat amplop. Dan saya juga dapat rezeki. Itu suatu
kesyukuran dan hidup saya hanya sesederhana itu” sebutnya sambil tersenyum.
Ketika Dairi Pers mempertanyakan sepanjang mendidik
anak-anak mengaji apakah pernah
merasakan susah. Kakek ini menyebutkan
dalam hidup manusia pasti pernah merasakan susah dan bahagia. Saat ada
anak-anak korban Tsunami kita tampung yah harus memikirkan makan mereka. Meski
saya tidak punya penghasilan namun bantuan orang yang mengetahui ternyata bisa juga mereka kita
tanggung meski hanya seadanya. Kuncinya kita jujur akui. Jika belum ada rezeki
orang lain bisa dibagi dengan kita yah doakan mereka bisa dapat rezeki.
Sesederhana itu” sebutnya.
Dairi Pers yang mempertanyakan apa tips hidupnya hingga
sanggup tersenyum diantara keterbatasan jawabnya hanya satu yakni sabar dan
ikhlas. “ Ini jaman “Gedebak gedebuk”
yang serba aneh. Tiga jaman saya lalui, Orde lama , orde baru dan orde
reformasi. Sekarang saya tidak tahu apa namanya ini. Sama sekali susah
dimengerti. Bagai tidak takut Tuhan lagi korupsi dimana-mana dan moral dan
etika tidak lagi penting. Saya tidak mengerti jaman apa namnya ini karena semua
serba tidak menentu. Sebentar-sebentar ada yang ditangkap korupsi. Pejabat
besar masuk, kepala daerah masuk . Kita rakyat jelata makin bingung. Beragama
beragama juga . Bertuhan-bertuhan juga tetapi korupsi yah korupsi juga “
Ujarnya tersenyum.
Rakyat juga demikian sekarang caleg banyak datang ke
rumah-rumah. Semua yang datang diterima rakyat juga uangnya. Apa tidak sadar
semua yang kita terima tetapi kita tidak tunaikan janji nanti di akhirat akan
diminta Tuhan pertanggung jawbanya. Jadi banyak juga rakyat yang lupa akan Tuhan ketika kesempatan ada. Jadi
kita bingung jaman apa namanya ini” tambahnya.
Di pilkada juga demikian semua calon bupati atau gubernur
ditampung. Dikasih uang terima juga entah siapa dicoblos. Inilah yang sudah rusak
di bangsa ini. Tidak takut dosa, tidak punya rasa malu dan sudah kehilangan
etiket dan moral. Entahlah bagaimana ujung cerita ini semua namun bagiini saya
sebut jaman “gedebak gedebuk “ ujarnya.
Saat Dairi Pers mempertanyakan apa yang harus dilakukan
dalam kondisi tidak menentu seperti sekarang dikatakan Nangkip Bintang tidak
sulit cukup jaga diri dari perbuatan tercela , beribadah dan harus sadari pasti
neraka itu ada. Semua agama mengajarkan takut akan balasan hari akhir namun
manusia juga yang suka melupakan itu. Saya tidak bisa menggurui siapapun karena
saya juga tidak merasa apa-apa. Sebutan
perjalanan hidup saya bisa menginspirasi banyak orang itu berlebihan .
Saya hanya orang biasa dan apa adanya “
ujarnya tak sedikitpun membanggakan moral tulus yang masih utuh dijaganya.
(R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar