Kamis, 14 Februari 2013

Demi Rakyat


      Rakyat sering menjadi kambing hitam dan dimanfaatkan untuk menutupi kebohongan. Tak jarang rakyat dijadikan tameng untuk menutupi sebuah kepentingan . Maka minggu lalu perseteruan dua kubu di DPRD
Dairi yakni yang menolak jadwal ulang  R APBD dan yang menginginkan jadwal ulang  kedua kubu berkata demi rakyat.  Kubu yang telah melanggar undang-undang saja sanggup mengatakan demi rakyat.
      Pejabat pemerintah sering menjual rakyat dengan istilah demi rakyat. Bisa jadi pejabat yang berkata seperti ini juga tidak salah dan tidak berdosa  karena istri dan anaknya serta familinya juga rakyat. . Mungkin saja rakyat yang dimaksudkannya jenis itu. He..he…he.. Tidak dipungkiri kelihaian lidah sangat berpengaruh dalam dunia kekuasaan. Tetapi lidah yang terlalu lihai kadang  menjijikkan dan memuakkan.
      Jelang pilkada biasanya muncul kalimat “ ai tong do babiat on” atau “ sulit juga sarupa do . on babiat , bayon buaya” kalimat itu muncul di kalangan rakyat kecil . Aku hanya berkata terserah pendapat masing-masing namanya juga demokrasi namun aku yakin pergantian  harimau menjadi buaya  adalah lebih baik. Setidaknya rakyat semakin pintar bisa mengenal beberapa jenis  hewan.  Itu lebih baik dari pada capek hanya  menonton tingkah seekor harimau . SDM juga gak bertambah melihat itu itu saja. Maka muncul istilah 4 L (Loe Lagi Loe Lagi). Pusingnya masih tetap dengan dengan propaganda lama demi rakyat.
      Sejuta kebohongan dan sejuta penipuan berbalut demi rakyat bisa dilakukan para kandidat. Calon kepala daerah. Disisi lain rakyat jelata mudah saja dipermainkan. Terkadang sangat menyakitkan cukup dengan uang Rp. 20.000 harga diri seorang rakyat  digadaikan . Apalagi dengan harga Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 pasti mudah saja menyucuk hidungnnya hingga menjadi kerbau.  Makanya rakyat juga jangan mengeluh ketika kandidat yang dipilihnya  karena uang saat duduk menjadi  menjadikan rakyat bak kerbau. Itu wajar karena sejak awal pun rakyat sudah rela menjadi kerbau.
      Ada juga cerita sebungkus roti kaleng. Se plastik parcel berisi tepung terigu, minyaka makan dan sekilo gula pasir. Ada juga yang menyebut itu hak rakyat dan demi rakyat.
      Demi rakyat dan selalu demikian bahasa yang sebenarnya telah dilacurkan. Entah mengapa juga Kalimat itu terasa memuakkan ketika diucapkan pejabat  sekarang. Kemuakan mungkin dikarenakan bicara demi rakyat namun mobil mewahnya bertambah, pola hidup yang bermewah-mewahan, pesta pesta  dan kegiatannya tak lain hanya seremoni saja . Hanya mementingkan kroni dan orang-orang yang suka menjilatinya.  Ketika kalimat seperti ini diucapkan maka yang langsung terasa mual dan pengen muntah.
      Entah juga  karena apa namun biasanya sebelum  duduk menjadi pejabat pasti semua usaha dilakukan memanjakan rakyat. Tanda tanda pejabat yang tidak bermoral sesungguhnya mudah saja menilainya yakni banyak janji, arogan dan  berlaku hanya  milik kroni dan familinya saja. Maka jangan heran melihat calon pejabat semasa kampanye selalu menebar senyum terlihat akrab . Menyebar uang dan ketika duduk berubah 180 derajat . Untuk membalut kebusukan biasanya berkata demi rakyat.
Maka kini kembali rakyat juga yang menilai. Tidak dipungkiri rakyat juga ada yang berharap uang 20.000. menggadaikan harga diri dan bisa di beli . Penguasa menyebut demi rakyat sedang rakyat bodoh berkata demi uang. (Chief Of Editor)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar