Rakyat sering menjadi kambing hitam dan dimanfaatkan untuk
menutupi kebohongan. Tak jarang rakyat dijadikan tameng untuk menutupi sebuah
kepentingan . Maka minggu lalu perseteruan dua kubu di DPRD
Dairi yakni yang
menolak jadwal ulang R APBD dan yang
menginginkan jadwal ulang kedua kubu
berkata demi rakyat. Kubu yang telah
melanggar undang-undang saja sanggup mengatakan demi rakyat.
Pejabat pemerintah sering menjual rakyat dengan istilah demi
rakyat. Bisa jadi pejabat yang berkata seperti ini juga tidak salah dan tidak
berdosa karena istri dan anaknya serta
familinya juga rakyat. . Mungkin saja rakyat yang dimaksudkannya jenis itu.
He..he…he.. Tidak dipungkiri kelihaian lidah sangat berpengaruh dalam dunia
kekuasaan. Tetapi lidah yang terlalu lihai kadang menjijikkan dan memuakkan.
Jelang pilkada biasanya muncul kalimat “ ai tong do babiat on”
atau “ sulit juga sarupa do . on babiat , bayon buaya” kalimat itu muncul di
kalangan rakyat kecil . Aku hanya berkata terserah pendapat masing-masing
namanya juga demokrasi namun aku yakin pergantian harimau menjadi buaya adalah lebih baik. Setidaknya rakyat semakin
pintar bisa mengenal beberapa jenis
hewan. Itu lebih baik dari pada
capek hanya menonton tingkah seekor
harimau . SDM juga gak bertambah melihat itu itu saja. Maka muncul istilah 4 L
(Loe Lagi Loe Lagi). Pusingnya masih tetap dengan dengan propaganda lama demi
rakyat.
Sejuta kebohongan dan sejuta penipuan berbalut demi rakyat bisa
dilakukan para kandidat. Calon kepala daerah. Disisi lain rakyat jelata mudah
saja dipermainkan. Terkadang sangat menyakitkan cukup dengan uang Rp. 20.000
harga diri seorang rakyat digadaikan .
Apalagi dengan harga Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 pasti mudah saja menyucuk
hidungnnya hingga menjadi kerbau.
Makanya rakyat juga jangan mengeluh ketika kandidat yang dipilihnya karena uang saat duduk menjadi menjadikan rakyat bak kerbau. Itu wajar karena
sejak awal pun rakyat sudah rela menjadi kerbau.
Ada juga cerita sebungkus roti kaleng. Se plastik parcel berisi
tepung terigu, minyaka makan dan sekilo gula pasir. Ada juga yang menyebut itu
hak rakyat dan demi rakyat.
Demi rakyat dan selalu demikian bahasa yang sebenarnya telah
dilacurkan. Entah mengapa juga Kalimat itu terasa memuakkan ketika diucapkan
pejabat sekarang. Kemuakan mungkin
dikarenakan bicara demi rakyat namun mobil mewahnya bertambah, pola hidup yang
bermewah-mewahan, pesta pesta dan
kegiatannya tak lain hanya seremoni saja . Hanya mementingkan kroni dan
orang-orang yang suka menjilatinya.
Ketika kalimat seperti ini diucapkan maka yang langsung terasa mual dan
pengen muntah.
Entah juga karena apa
namun biasanya sebelum duduk menjadi
pejabat pasti semua usaha dilakukan memanjakan rakyat. Tanda tanda pejabat yang
tidak bermoral sesungguhnya mudah saja menilainya yakni banyak janji, arogan
dan berlaku hanya milik kroni dan familinya saja. Maka jangan
heran melihat calon pejabat semasa kampanye selalu menebar senyum terlihat
akrab . Menyebar uang dan ketika duduk berubah 180 derajat . Untuk membalut
kebusukan biasanya berkata demi rakyat.
Maka kini kembali rakyat juga yang menilai. Tidak dipungkiri
rakyat juga ada yang berharap uang 20.000. menggadaikan harga diri dan bisa di
beli . Penguasa menyebut demi rakyat sedang rakyat bodoh berkata demi uang.
(Chief Of Editor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar