Rabu, 25 Juni 2014

Serangan Politik Semakin Brutal



     Jakarta – Dairi Pers : Serangan politik dalam pertarungan menghadapi Pemilu Presiden (Pilpres) tanggal 9 Juli mendatang sudah semakin tajam dan cenderung menghalalkan segala cara. Serangan politik yang cenderung kampanye hitam seperti surat palsu, transkip palsu, dinilai bukti ada ketakutan kalah berkompetisi sehingga apapun dilakukan untuk menyerang lawan.

     “Sudah brutal. Baik yang dilakukan calon maupun timnya, ini sudah sangat kalap, sudah main kayu ibaratnya,” kata pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit, Kamis (19/6).
     Arbi menilai, sengitnya pertarungan dan tajamnya saling serang itu adalah karena Pilpres 2014 ini hanya diikuti oleh dua pasang calon. Karenanya, bagi yang merasa peluang menangnya kecil, akan melakukan serangan membabi buta terhadap pasangan calon yang punya peluang menang lebih besar.
     “Kalau hanya dua calon seperti sekarang, kalah ya kalah, tidak akan ada harapan bisa bertarung di putaran dua seperti kalau calonnya lebih banyak,” ungkapnya.
     Menurut Arbi, saat ini harus diakui kondisi politik semakin memanas dan kedua pasangan calon sama-sama melakukan serangan politik. Hanya saja, ada serangan yang masuk kategori kampanye negatif dan ada yang masuk kategori kampanye hitam.
     Yang tidak boleh, kata dia, adalah kampanye hitam yakni kampanye atau menyerang lawan politik dengan berbasis fitnah alias bukan kebenaran serta fakta.
     “Bagi yang merasa diserang, silahkan saja melakukan serangan balik. Yang penting punya dasar, bukan fitnah. Jadi calon pemimpin tak boleh cengeng,” ujarnya.
     Seperti diketahui, selama ini banyak kampanye hitam yang dialamatkan untuk menyerang Jokowi. Contoh nyata dari upaya untuk mendelegitimasi Jokowi adalah penyebaran isu SARA melalui Tabloid Obor Rakyat di pondok-pondok pesantren, yang seluruh isinya berisi fitnah terhadap Jokowi.
     Kemudian serangan politik yang terus dikembangkan di masyarakat untuk mengaitkan Jokowi dalam kasus Transjakarta. Yang terbaru, beredarnya fotokopi yang seolah transkrip percakapan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Jaksa Agung Basrief Arief yang isinya seolah-olah meminta agar Jokowi tidak dikaitkan dalam kasus Transjakarta.
Pimpinan Kejaksaan Agung sudah membantah adanya percakapan antara Basrief dengan Megawati. Demikian juga pimpinan KPK yang telah membantah mengenai hal itu. (kms)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar