Faris
RM dalam syair lagu Persimpangan “ selamat tinggal persimpangan cinta dalam
kenangan hampa ini”. Lagu yang booming
era 90-an itu menceritakan kisah cinta dipersimpangan ditinggalkan meski dengan
hampa . Banyak yang menyebutkan Pilpres
9 Juli 2014 adalah sebuah persimpangan antara maju melangkah atau malah kembali
ke orde sebelumnya.
Pekan
silam saya menuju Medan untuk sampai di rumah sakit Marta Friska daerah Brayan.
Maklum orang kampung masuk kota panas bingung karena jarang petunjuk arah. Maka
setiap persimpangan jalan terpaksa bertanya. Sejak masuk selayang saya sudah
bertanya kepada orang yang kebetulan duduk di persimpangan. Syukur orang yang
saya tanyakan jujur dan saya selamat sampai tujuan.
Dua
pasangan Capres Prabowo dan Jokowi dimata banyak orang merupakan persimpangan.
Ada yang bingung menentukan sikap. Diantara yang bingung ada yang mau bertanya. Banyak juga yang sok tahu dan tidak
perlu bertanya lagi. Tentu mereka yang
malas bertanya dan belajar biasanya mengandalkan filing dan chasing tampilan saja. Ada juga yang sekedar
ikut-ikutan . Syukur-syukur pilihan tepat dan negeri ini
berubah. Sebuah perjudian besar menempatkan arah perjalanan bangsa
Dipersimpangan
sering juga bertemu orang ngaco dan cari kesempatan . Banyak pihak menyebutkan
SBY bersikap ragu-ragu. Entah benar atau tidak namun faktanya banyak yang
memuji sikap SBY dengan partai demokratnya menyatakan siap menjadi oposisi.
Namun selang beberapa hari muncul lagi 1
Juni Demokrat menentukan sikap . Sebuah sikap meragu ketika menemukan sebuah
persimpangan . Maka capres Prabowo dan Hatta menyampaikan visi misi di depan
kader partai democrat. Namun langkah itu tidak ditiru pasangan Jokowi-JK.
Memang
politik tidak mempunyai rumus konstan. Semuanya tergantung kepentingan. Maka
orang politik saat berada dipersimpangan
biasanya berhitung untung rugi yang menenmpatkan kepentingan pribadi dan
golongan. Maka sering kita mendengar istilah karena Platform yang sama maka
bergabung. Mungkinkah yang dahulunya di kubu pro pemerintah tiba-tiba merengek
bergabung dengan kubu oposisi dengan alas an platform partai yang sama? Sangat
tampak kegalauan parpol disebuah persimpangan.
Banyak
kader partai yang bingung maka hampir dapat dipastikan keberadaan partai
hanyalah persyaratan mendapat tiket capres. Lihat saja kader Golkar yang
terpecah dalam dukungan. Demikian juga kader Demokrat, Hanura, PPP, PKB. PAN Partai yang masih terlihat solid yakni
PDI-P, Gerindra, Nasdem ,PKS, PBB dan PKPI.
Partai
pendukung bukan jaminan memenangkan Capres yang diusung. Sederhana saja
Misalkan partai A dengan Capres A
mempunyai Caleg terpilih si B. Sedang si B merogoh kocek setengah mati untuk
mendapatkan satu kursi DPRD Daerah . Mungkinkah si B mau mengeluarkan dana lagi kepada Capres partainya? Caleg terpilih
dan caleg Gagal telah kandas tersedot selama pemilu.
Sedangkan
caleg terpilih dari partai yang ketuanya capres/cawapres sudah ampun. Apakah
mungkin Caleg terpilih dari partai pendukung mau mengeluarkan uang kepada ketua partai orang lain yang kebetulan
Capres? Ini fakta betapa partai hanya persyaratan saja. Kader partai hanya bisa
bergerak jika dimodali minimal sebesar pengorbanannya yang ditabur kepada
rakyat yang menjadi konstituennya. Parahnya lagi andai dimodali pemilih belum tentu
setuju karena pemilih kini melihat vigor Capres. Bukan vigor caleg yang
kebetulan mendapat kursi hanya karena money politik . Jadi secara umum berada
dipersimpangan. (Chief Of Editor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar