“
Tanpa Junimart Girsang Mungkin Saya Masih di Penjara ”
Sidikalang-Dairi Pers : Saya ditarik dan teman saya diseret dari
kantin jalan masuk SMA HKBP Sidikalang. Malam itu tidak akan pernah saya
lupakan 8 oktober 2013 saya diperlakukan tidak manusiawi. Kami dianggap tak
lebih dari hewan.
Saya melihat teman
saya dihajar hingga darah mengalir dari telinganya dan yang satu lagi mata
membengkak di popor senjata. Sadis.. kami diperlakukan lebih dari teroris.
Jangan bicara kasih, etika dan kata pengayoman malam naas itu. Yang
terbayang di gelap gulita itu malaikat-malaikat pencabut nyawa berkeliaran yang
punya kekuasaan layaknya Tuhan
Demikian sepenggal
kalimat dari Delon Sinaga salah seorang dari 14 yang dijadikan tersangka dalam
peristiwa kisruh pilkada Dairi 8 oktober 2014. Delon warga sungai raya,
Sinehu yang pada malam naas itu ikut
mengikuti rangkaian gagalnya pertemuan KPUD Dairi bersama DPRD Dairi atas
klarifikasi DPT Pilkada Dairi yang tidak valid menuturkan sesungguhnya belum
waktunya Dairi bicara hukum dan Keadilan atas perlakuan yang dialaminya.
Malam itu dia bersama
tiga temannnya salah satunya bermarga Tamba diseret paksa dari kantin masuk
jalan ke SMA HKBP Sidikalang oleh petugas. Mereka dengan sepeda motor trail
diboyong dengan posisi diapit ditengah dibawa ke KPU Dairi. Senjata laras
panjang berserak .Selanjutnya diboyong ke mapolres Dairi. “ terakhir saya baru
memahami mengapa lebih dahulu diboyong ke KPU Dairi sehingga seakan-akan kami
ditangkap di KPU Dairi. Maka saya disangkakan dengan tuduhan pengrusakan dan
perampasan surat suara.
Saya diperiksa 24 jam
nonstop berlangsung 8 s/d 9 Oktober dengan segala pertanyaan. Bukan hanya
dengan kalimat, “ tangan juga bicara” . Berbagai kekerasan kami alamai saat
diinterogasi dalam satu ruang bersama 12 teman lainnya. “ Saya melihat si Tamba
diseret dan dari telingaya mengalir darah segar karena dihajar. Kini
pendengarannya terus berkurang akibat kekerasan yang dialami. Kami dalam satu ruangan tidak saling kenal
namun perlakuan yang dialami sama “babak belur”
. Tidak seorangpun yang lepas dari penganiayaan. Malam itu bagi saya
bagai malam yang dikeliling penuh dengan malaikat pencabut nyawa. Kekerasan
tidak berhenti.
Yang saya ingat waktu
itu orang tua, istri. Saya sudah tidak perduli dengan perlakuan biadap yang
saya alami. Yang terbayang meninggalkan orang-orang yang saya cintai. Jeritan
demi jeritan teman yang merasakan kesakitan memenuhi ruang telinga saya. Awalnya
saya takut namun setelah beberapa jam saya sudah pasrah. Saya merasakan menjadi
korban. Dianiaya tanpa kesalahan. Yang ada kekerasan tekanan, pemaksaan agar
saya mengaku melakukan pengrusakan dan pencurian surat suara pilkada.
Keesokan harinya sekitar
jam 11 malam setelah puas mereka melakukan penganiayaan, perut terasa lapar
sekali. Dalam suasana sudah tidak normal lagi, tidak berdaya kami diserahkan selembar kertas untuk ditanda
tangani. Siapapaun tidak dapat menolak
kala itu entah apa isinya karena lampu redup untuk membanca isi surat juga
tidak punya waktu. Sejak tanda tangan itu penganiayaan sedikit berhenti.
Jilid dua perlakuan
tidak manusiawi kembali berlangsung saat kami dipindahkan ke Poldasu. Dengan
menggunakan mobil penuh dengan jerjak besi tangan kami digari. Ada teman yang
tidak sadarkan diri. Kecepatan mobil yang luar biasa dan kami bagai hewan
dibelakang truk . Jujur saya trauma mendengar suara truk dan mobil truk kalau
menggunakan tenda kanvas di belakangnya.
Sampai di Polda semua
kami mendapat perlakuan serupa yakni
semua celana panjang yang dikenakan wajib dipotong sebatas lutut. Dan dikenakan baju tahanan.
Entah pasal apa saja yang dikenakan
kepada kami mulai dari menghasut, merusak, perampasan surat suara dan
entah apa lagi pokoknya agar kami
benar-benar bersalah. Tidak ada celah kami lepas dan apa yang dilakukan mereka
semua benar dan mereka bertindak propesional. Demikian selanjutnya hingga kami
menjalani hari-hari dibelik jeruji Rumah Tahanan Rimo Bunga mengikuti sidang .
Delon Sinaga secara
terbata-bata menuturkan 5 bulan lebih berada di balik jeruji besi dengan
tuduhan berlapis. Hari-hari dilalui tanpa kepastian. Teman –teman yang
dahulunya bersama kala berada disana jarang
muncul. Berbagai upaya pihak yang bersimpati datang untuk sebuah
keadilan. Namun semua kandas hingga yang terbayang melihat tuntutan jaksa dan
pasal berlapis yang dikenakan bakal menghabiskan usia di penjara
bertahun-tahun. Suatu ketidak adilan atas perbuatan yang tidak saya lakukan “
sebut Delon.
“Terus terang saya sudah
tidak percaya siapapun lagi saat berada di balik jeruji. Saya tidak percaya
hokum, saya tidak percaya keadilan , Saya juga tidak percaya janji dan kalimat
indah berusaha memberiku keadilan. Jujur meski saya beragama jarang saya berdoa
hingga selama berada di balik jeruji Doa selalu saya panjatkan agar Tuhan
memberikan keadilan. Menunjukan kebenaran. “ sebut Delon.
Hingga suatu hari
Junimart Girsang berkunjung melihat kami. Sebanyak 13 orang kami dikumpulkan di
LP dan beliau katakan terpanggil sebagai
anak Dairi ingin membantu kami. Sejak itu ada setitik harapan. Dan janji
seoarang Junimart bukanlah janji keumuman. Beliau membuktikan kalau kami tidak
seburuk yang dituduhkan hingga saya pribadi divonis 5 bulan 15 hari dan saat
vonis langsung keluar karena sudah saya jalani.
Andai ada kalimat diatas
terimakasih akan saya sampaikan kepada beliau karena bagi saya dia
penolongku. Banyak orang berilmu dan
pintar namun digunakan untuk membodohi orang lain. Memperdaya orang lain.
Hingga menari diatas penderitaan orang lain. Namun bagi saya Beliau
(Junimart) pintar dan sangat memahami
hukum . Dan ilmu yang dimiliki digunakan
untuk membantu orang-orang kecil korban ketidak adilan seperti kami. Melihat kondisi saya dan teman-teman di dalam
yang umumnya ekonomi lemah sangat tidak masuk akal kami dibela seorang
pengacara besar seperti beliau. Namun mungkin itulah rezeki kami Tuhan
menunjukkan jalan untuk sebuah kebenaran. Terus terang saya tidak tahu akan
mengatakan apa kepada beliau. Sejak vonis kami tidak bertemu. Ada niat dari
kami yang diberikan keadilan ingin berjumpanya tetapi entah kapan bisa
bertemu…” sebut Delon mengakhiri kisah pahit yang dialaminya . (R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar