Rabu, 18 Juni 2014

Penuturan Delon Sinaga Korban Dibalik Tragedi 8 Oktober Pilkada Dairi

“ Tanpa Junimart Girsang Mungkin Saya Masih di Penjara ”
            Sidikalang-Dairi Pers :  Saya ditarik dan teman saya diseret dari kantin jalan masuk SMA HKBP Sidikalang. Malam itu tidak akan pernah saya lupakan 8 oktober 2013 saya diperlakukan tidak manusiawi. Kami dianggap tak lebih dari  hewan.
Saya melihat teman saya dihajar hingga darah mengalir dari telinganya dan yang satu lagi mata membengkak di popor senjata. Sadis.. kami diperlakukan lebih dari teroris. Jangan bicara  kasih, etika dan  kata pengayoman malam naas itu. Yang terbayang di gelap gulita itu malaikat-malaikat pencabut nyawa berkeliaran yang punya kekuasaan layaknya Tuhan
     Demikian sepenggal kalimat dari Delon Sinaga salah seorang dari 14 yang dijadikan tersangka dalam peristiwa kisruh pilkada Dairi 8 oktober 2014. Delon warga sungai raya, Sinehu  yang pada malam naas itu ikut mengikuti rangkaian gagalnya pertemuan KPUD Dairi bersama DPRD Dairi atas klarifikasi DPT Pilkada Dairi yang tidak valid menuturkan sesungguhnya belum waktunya Dairi bicara hukum dan Keadilan atas perlakuan yang dialaminya.
     Malam itu dia bersama tiga temannnya salah satunya bermarga Tamba diseret paksa dari kantin masuk jalan ke SMA HKBP Sidikalang oleh petugas. Mereka dengan sepeda motor trail diboyong dengan posisi diapit ditengah dibawa ke KPU Dairi. Senjata laras panjang berserak .Selanjutnya diboyong ke mapolres Dairi. “ terakhir saya baru memahami mengapa lebih dahulu diboyong ke KPU Dairi sehingga seakan-akan kami ditangkap di KPU Dairi. Maka saya disangkakan dengan tuduhan pengrusakan dan perampasan surat suara.
     Saya diperiksa 24 jam nonstop berlangsung 8 s/d 9 Oktober dengan segala pertanyaan. Bukan hanya dengan kalimat, “ tangan juga bicara” . Berbagai kekerasan kami alamai saat diinterogasi dalam satu ruang bersama 12 teman lainnya. “ Saya melihat si Tamba diseret dan dari telingaya mengalir darah segar karena dihajar. Kini pendengarannya terus berkurang akibat kekerasan yang dialami.  Kami dalam satu ruangan tidak saling kenal namun perlakuan yang dialami sama “babak belur”  . Tidak seorangpun yang lepas dari penganiayaan. Malam itu bagi saya bagai malam yang dikeliling penuh dengan malaikat pencabut nyawa. Kekerasan tidak berhenti.
     Yang saya ingat waktu itu orang tua, istri. Saya sudah tidak perduli dengan perlakuan biadap yang saya alami. Yang terbayang meninggalkan orang-orang yang saya cintai. Jeritan demi jeritan teman yang merasakan kesakitan memenuhi ruang telinga saya. Awalnya saya takut namun setelah beberapa jam saya sudah pasrah. Saya merasakan menjadi korban. Dianiaya tanpa kesalahan. Yang ada kekerasan tekanan, pemaksaan agar saya mengaku melakukan pengrusakan dan pencurian surat suara pilkada.
     Keesokan harinya sekitar jam 11 malam setelah puas mereka melakukan penganiayaan, perut terasa lapar sekali. Dalam suasana sudah tidak normal lagi, tidak berdaya  kami diserahkan selembar kertas untuk ditanda tangani.  Siapapaun tidak dapat menolak kala itu entah apa isinya karena lampu redup untuk membanca isi surat juga tidak punya waktu. Sejak tanda tangan itu penganiayaan sedikit berhenti.
     Jilid dua perlakuan tidak manusiawi kembali berlangsung saat kami dipindahkan ke Poldasu. Dengan menggunakan mobil penuh dengan jerjak besi tangan kami digari. Ada teman yang tidak sadarkan diri. Kecepatan mobil yang luar biasa dan kami bagai hewan dibelakang truk . Jujur saya trauma mendengar suara truk dan mobil truk kalau menggunakan tenda kanvas di belakangnya.
     Sampai di Polda semua kami mendapat perlakuan serupa  yakni semua celana panjang yang dikenakan wajib dipotong  sebatas lutut. Dan dikenakan baju tahanan. Entah  pasal apa saja yang dikenakan kepada kami mulai dari menghasut, merusak, perampasan surat suara dan entah  apa lagi pokoknya agar kami benar-benar bersalah. Tidak ada celah kami lepas dan apa yang dilakukan mereka semua benar dan mereka bertindak propesional. Demikian selanjutnya hingga kami menjalani hari-hari dibelik jeruji Rumah Tahanan Rimo Bunga mengikuti sidang .
     Delon Sinaga secara terbata-bata menuturkan 5 bulan lebih berada di balik jeruji besi dengan tuduhan berlapis. Hari-hari dilalui tanpa kepastian. Teman –teman yang dahulunya bersama kala berada disana jarang  muncul. Berbagai upaya pihak yang bersimpati datang untuk sebuah keadilan. Namun semua kandas hingga yang terbayang melihat tuntutan jaksa dan pasal berlapis yang dikenakan bakal menghabiskan usia di penjara bertahun-tahun. Suatu ketidak adilan atas perbuatan yang tidak saya lakukan “ sebut Delon.
     “Terus terang saya sudah tidak percaya siapapun lagi saat berada di balik jeruji. Saya tidak percaya hokum, saya tidak percaya keadilan , Saya juga tidak percaya janji dan kalimat indah berusaha memberiku keadilan. Jujur meski saya beragama jarang saya berdoa hingga selama berada di balik jeruji Doa selalu saya panjatkan agar Tuhan memberikan keadilan. Menunjukan kebenaran. “ sebut Delon.
     Hingga suatu hari Junimart Girsang berkunjung melihat kami. Sebanyak 13 orang kami dikumpulkan di LP dan beliau katakan  terpanggil sebagai anak Dairi ingin membantu kami. Sejak itu ada setitik harapan. Dan janji seoarang Junimart bukanlah janji keumuman. Beliau membuktikan kalau kami tidak seburuk yang dituduhkan hingga saya pribadi divonis 5 bulan 15 hari dan saat vonis langsung keluar karena sudah saya jalani.
     Andai ada kalimat diatas terimakasih akan saya sampaikan kepada beliau karena bagi saya dia penolongku.  Banyak orang berilmu dan pintar namun digunakan untuk membodohi orang lain. Memperdaya orang lain. Hingga menari diatas penderitaan orang lain. Namun bagi saya Beliau (Junimart)  pintar dan sangat memahami hukum . Dan  ilmu yang dimiliki digunakan untuk membantu orang-orang kecil korban ketidak adilan seperti kami.  Melihat kondisi saya dan teman-teman di dalam yang umumnya ekonomi lemah sangat tidak masuk akal kami dibela seorang pengacara besar seperti beliau. Namun mungkin itulah rezeki kami Tuhan menunjukkan jalan untuk sebuah kebenaran. Terus terang saya tidak tahu akan mengatakan apa kepada beliau. Sejak vonis kami tidak bertemu. Ada niat dari kami yang diberikan keadilan ingin berjumpanya tetapi entah kapan bisa bertemu…” sebut Delon mengakhiri kisah pahit yang dialaminya . (R.07)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar