Beberapa tahun silam Seorang unsur muspida yang datang
ke Dairi . Sebulan bertugas saya bertamu kepadanya dan aku “ terlena” bagai
lagu dangdut dibuatnya. Janji dan komitment
akan tegas terhadap penegakan aturan terutama pemberantasan korupsi
mengalahkan janji seorang Abraham Samad. Namun dalam hatiku berkata “ Alana
sabulan dope dah…”
Entahlah namun
sepertinya setiap individu akan berubah menyesuaikan diri dengan jabatan yang
diemban. Maka jika belum jadi pejabat terlihat ramah dan bersahaja. Biasanya
ketika duduk mulai ada pembatasan. Yah…diaturah. Dan sekarang jelang pemilu
muncul istilah “ Huling huling acca…toppu burju aha mai?”…nanti kalau sudah
duduk pasti disesuaikan. Minimal tidak se ramah kala butuh. Namun ini bagi
kebanyakan orang. Ada juga yang tulus tidak berubah menyesuaikan gaya namun
jumlahnya sedikit.
Ada juga dari
lingkungan PNS yang masa susahnya terlihat akrab. Ramah dan teman santai diajak
curhat pas banget buat ngopi . Namun saat dewi fortuna menyebelah jabatan
ditangan mulai ada pembatasan. Gaya dan style juga dirubah. Gaya bicara di
kren-kren kan. Tentu agar disebut kren . Di lini terkecil juga demikian belum
kades luar biasa baiknya. Saat duduk mulai menjaga jarak. Lebih kecil lagi sebelum jadi kepling
terlihat baiknya minta ampun. Saat jadi kepling malah merasa raskin milik
oppungnya. Jadi intinya semua diatur.
Tidak banyak seperti
Jokowi Gubernur DKI yang bisa menjaga ketulusannya. Saat calon sampai jadi
gubernur tetap dengan stylenya. Tipe ini tanpa dikren-krenkan toh sudah kren.
Masih lebih banyak orang yang tiba-tiba naik daun langsung lupa diri.
Secara psykologi orang
yang demikian sebenarnya dendam terhadap masa lalu. Tidak pernah dipuji. Karir
dan prestasi biasa biasa saja bahkan cenderung karbitan pasti ingin sekali
dianggap hebat dan disegani . Jadi
caranya dengan memaksakan gaya semacam diatur
berharap mendapat pengakuan hebat atau jago.
Entah bagaimana juga
tamatan sarjana dari fakultas yang akreditasinya disesuaikan biasanya juga akan
bertingkah sedikit memaksa. Cetakkan papan nama lengkap titel sarjananya. Agar
anda bijaksana jangan ditanyakan alumnusnya. Nanti kurang enak dalam kombur.
Dia tengah menyesuaikan diri dengan gelar baru dari fakultas yang akreditasinya
disesuaikan.
Kisah sejumlah oknum
kepala sekolah yang “dikandangkan”sebagai pengawas. Lantas setelah beberapa
saat kembali diangkat menjadi kepala sekolah sangat terasa berbeda gaya dan
style nya. Saat jatuh jadi pengawas terlihat baik dan berpikiran obyektif.
Diangkat kembali jadi kepala sekolah berubah dan pola pikir konsumtif (Sesuai
kebutuhan pimpinan). Jika dahulu kritis dan sanggup katakan yang benar setelah
jadi kepsek diam bagai kucing kekenyangan habis makan ikan curian . Jadi
disesuaikanlah dengan jabatan yang diemban. Orang batak bilang “mangalang
Sasagun harus diam, Molo makkatai mambirsakan” Maklum yang dimakan juga sejenis
ampas.
Jadi
pembelajaran berharga dari yang miring kali ini sangat sederhana yakni
pantai-pandai saja menghadapi mereka yang cari muka. Sungguh persahabatan dan keakraban ditentukan
oleh jabatan saja. Jika sama sama menderita pasti nyambung. Namun kala sahabat
sudah naik jangan berharap bisa seperti sedia kala. Maka wajar rakyat
betrtindak tegas ketika memang dibutuhkan silahkan saja jual mahal. Libas bila
perlu Karena nanti saat duduk juga bakal
dilupakan. (Chief Of Editor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar