Selasa, 14 Mei 2013

Putusan Mahkamah Agung RI Guru SD “Kanfaskan” Bupati Dairi


· Kepala Daerah Bukanlah Dewa
      Sidikalang-Dairi Pers : Masih ingat nama Martalena Sebayang Guru SD yang menjabat kepala SD di mutasi dengan semena-mena oleh Bupati Dairi?. Perkara panjang sejak tahun 2011 itu akhirnya
pada tingkat kasasi Mahkamah Agung memenangkan guru SD ini. Bupati Dairi melalui kuasa hukumnya Rudolf Tamba, SH, Elisda Ujung, SH, Donal Bastian Simatupang, SH serta Jon Henry Panjaitan, SH akhirnya menalan pil pahit kekalahan. Martalena yang diperlakukan semana-mena oleh Bupati Dairi dalam mutasi jabatan akhirnya membuktikan bahwa dimata hukum seoarang kepala daerah bukanlah dewa yang selalu menjadi benar.

Upaya perjuangan Martalena Sebayang untuk menuntut haknya agar tidak diperlakukan semena-nena  sejak tahun 2011 tersebut sejak tahap PTUN, PT TUN memenangkan guru SD tersebut. Namun tidak senang dengan putusan itu Bupati Dairi melakukan banding ke Mahkamah Agung . Namun putusan terkahir dari lembaga hukum tertinggi negara ini melalui hakim-hakim agung DR H Supandi, SH, M Hum dengan hakim anggota Yulius, SH, MH, dan DR Hary M Djatm iko, SH, MS memenangkan Martalena Sebayang.
Dalam putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan PT TUN No. 180/K /TUN 2012 mengadili menyatakan permohonan kasasi dari pemn\ohon kasasi Bupati Kabupaten Dairi tersebut tidak dapat diterima. Menghukum pemohon kasasi untuk membayar kasasi pada tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000. Sedang putusan yang dikuatkan MA tersebut yakni membatalkan atau menyatakan tidak sah surat keputusan No. 821.23/29/I/2011 tanggal 27 Januari mengenai pemberhentian atas nama Martalena Sebayang. Dan memerintahkan tergugagat (Bupati Dairi) mencabut SK No. 821.23/29/I/2011.
Kemenangan Martalena Sebayang meski hanya seorang guru SD yang tinggal di pelosok melawan orang yang mempunyai kuasa seorang bupati agaknya merupakan tamparan besar bagi pemkab Dairi bahwa seorang kepala daerah bukanlah dewa dan bukan juga seorang raja yang dapat memperlakukan semena-mena seorang PNS. 
Jabatan seorang kepala daerah ternyata tidak terlalu luar biasa  dimata hukum bahkan dapat dikalahkan seorang guru SD bahkan seoarang ibu .  Kepala daerah bukanlah penguasa yang dapat sesuka hati melanggar aturan.
Anggota DPRD Dairi Pisser A Simamora yang diwawancarai Dairi Pers tanggapannya atas putusan MA tersebut rabu (1/5) menyebutkan sesungguhnya banyak pelajaran  berharga yang harus dipetik petinggi Dairi akibat kasus tersebut. Sesungguhnya perkara seperti itu tidak harus sampai ke mahkakah agung jika memang ada manajemen pemerintahan yang baik dan mengerti aturan. Dengan melanjutkan perkara ke tingkat tertinggi MA justru semakin membuka borok pelanggaran  aturan yang dilakukan pemerintah kabupaten. “ Boleh jadi secara materi hukuman yang ditegaskan Mahkamah Agung tersebut sangat ringan.  namun jauh lebih dalam lagi  sebuah tamparan pedas kepada pmerintah Dairi dimana seorang guru  SD harus mengajari pemkab Dairi atas sebuah peraturan yang benar.
Seoarang ibu memberikan  pelajaran berharga  bagi pemanggu kekuasaan di Dairi bahwa PNS tidak dapat diperlakukan semana-mena oleh seorang kepala daerah. Yang mengatur PNS ada undang-undangnya dan yang mengatur seoarang kepala daerah ada undang-undangnnya. Jadi seoarang bupati tidak bisa seenaknya melakukan ke semena-menaan. Ini pelajaran berharga jika tidak ingfin malu di kemudian hari” sebut Pisser
Hal senada juga disampaikan anggota DPRD Dairi Dahlan Sianturi,SE. Disebutkan kemenangan Martalena dalam memperjuangkan hak merupakan inspirasi bagi banyak orang khususnya PNS di mana juga berada. Selama ini ada semacam  pemahanam yang salah seakan akan seorang bupati adalah pemilik PNS sehingga sesuka hati memutasi . Kasus Martalena Sebayang yang hanya seorang guru SD ternyata membukakan mata bahwa seoarang bupati bukanlah Dewa yang selalu benar . Wajar kepada ibu ini kita sampaikan salut dan pahlawan untuk memperjuangkan haknya agar tidak diperlakukan semena-mena.
Sebenarnya ada  organisasi guru yang seharusnya memperjuangkan nasib ibu ini. Namun demikian ibu ini dibiarkan berjalan sendiri dan berjuang sendiri untuk mencari keadilan .Ketegarannya merupakan sesuatu yang harusnya dirasakan sebagai tamparan bagi organisasi guru yang ada. “ Hukuman MA kepada Pemkab Dairi bukan terletak pada besar kecilnya materi hukuman yang dibebankan . Namun lihatlah dari factor betapa malunya ketika sebuah instusi pemerintah daerah yang sudah kebeblasan salah akibat kesemena-menaan  .Itu harus disadari dan sesungguhnya belajarlah kepada Martalena” sebut Dahlan.
          Sebagai mana kisah guru SD yang dimutasi pemkab Dairi secara semana mena Martalena Sebayang merupakan salah satu dari sekian banyak insan pendidik di Dairi  yang merasa diperlakukan tidak adil . Martalena Sibayang kepala SD No. 030325 Simanduma, Pegagan Hilir secara mengejut-kan dicopot dari kepala sekolah dan dipindah menjadi guru biasa di SD Simartugan yang berjarak 8 Km dari sekolahnya yang lama. Ibu ini harus kos di rumah penduduk setempat dan menjalani hari-hari dengan beban sinisme penduduk di sekitarnya. Paling menyakitkan justru ibu ini tidak pernah mendapat teguran, peringatan maupun pelanggaran peraturan . Namun sebaliknya kepala BKD Dairi Julius Gurning, BA saat kunker ke desa itu sebelumnya memuji habis sekolah yang dipimpin Marta-lena. Ternyata pujian yang diterima berbuah reward copot dari kepala sekolah.Ibu yang sudah mengabdi puluhan tahun merasa tertekan dan diperlakukan tidak adil.
          Martalena Sibayang  mengalami pencopotannya dimana 9 November 2007 diberikan tugas tambahan sebagai kepala SD 030325 Simanduma, Pegagan Hilir. 7 Januari 2008 dilantik menjadi kepala SDN 030325 Simanduma. Sejak dilantik menjadi kepsek di sekolah itu tugas dilakukan dengan baik  dan tidak pernah melakukan kesalahan apapun menyangkut tugas dan kinerjanya. Hal itu terbukti dengan tidak adanya teguran atau pembinaan dari pejabat Pembina PNS d Dairi.
          Hingga pada 31 Juli 2010 Bupati Dairi bersama SKPD kunker ke dearah itu . Kepala BKD Julius Gurning saat berkunjung ke sekolah itu bahkan memuji-muji sekolah yang pimpinan Martalena Sibayang. Namun apa yang terjadi dibalik itu pada 28 Januari 2011 Marta mendapat infrormasi kalau teman sepropesinya di sekolah Linda Br. Siregar telah dilantik menjadi kepala SD No. 030325 Simanduma. Namun nasib Marta Tidak jelas pasca dilan-tiknya linda Br Siregar.
          Selanjutnya Marta mengi-rimkan surat dua kali kepada Bupati Dairi berkaitan dengan informasi pelantikan kepala SD yang baru dan menanyakan nasibnya. Namun kedua surat itu sama sekali tidak digubris bupati Dairi. Namun  pada 17 Februari 2011 Marta diundang Kepala UPT Dikdas Pegagan Hilir untuk menerima SK pemberhentian. Dan murtasi kepala sekolah tertanggal 27 Januari 2011.
          Marta menyebutkan telah diperlakukan tidak adil bahkan tugas dan tanggung jawabnya di SD Simanduma berjalan dengan baik. Pujian kepala BKD kepadanya justru berbuah pahit yang akhirnya dicopot dari kepala SD. Selama ini juga tidak pernah diberikan teguran lisan atau tertulis yang berarti tidak pernah melakukan kesalahan saat menjabat sebagai kepala sekolah.
          Pahlawan tanpa tanda jasa ini pernah beberapa kali membawa masalah penggan-tiannya yang tidak sesuai prosedur itu ke DPRD Dairi untuk difasilitasi. Meski dewan memanggil kepala BKD Julius Gurning (kini menjadi sekda Dairi), Kadis Pendidikan Pasder Berutu (kini kepala Badan PMD Dairi) namun tidak mendapat jalan keluar. Julius dan Pasder bertahan dengan alasannya yang melegalkan pelanggaran prosedur yang dilakukan .  Salah seorang ang-gota komisi C DPRD Dairi dari Fraksi Golkar Sabam Sibarani saat itu bahkan membela Keputusan Bupati dengan menyebut  “ibu telah menanda-tangani surat bersedia ditem-patkan dimanapun berada”.  Bahasa itu terkesan tekanan agar ibu ini tidak menuntut lagi. Sayang dari sekian banyak anggota komisi C DPRD Dairi Hanya  Sabam Sibarani yang tidak membela guru tersebut .
          Meski berbagi bukti-bukti perlakukan kesemena-menaan telah digelar namun tetap saja Julius Gurning dan Pasder Berutu bertahan dengan pemahamannya soal staf yang tergantung selera mereka untuk memutasi.
          Akhirnya Ibu ini menempuh jalur hukum karena sepertinya mereka bukanlah abdi negara yang mengerti aturan namun menjadi abdi Bupati yang dikirim ke dewan tersebut tetap bertahan dengan pembenaran kesemena-menaannya. Martalena saat itu meminta mengapa harus dipindahkan sebagai guru biasa . Pihaknya bisa menerima itu jika memang dilengkapi dengan berbagai kesalahan dan bukti. Kala itu Kepala BKD Maupun Kepala dinas Pendidikan tidak dapat menunjuk-kan kesalahan kepala SD tersebut.
          Kasus ini bergulir dan dibawa kejalur hukum menggugat Bupati Dairi di Pengadialan Tata Usaha Negara (PTUN) setelah beberapa kali sidang akhirnya pada 27 Juli 2011 PT UN Medan memangkan gugatan Martalena Br Sebayang yang inti putusan menyebutkan kalau mutasi yang dilakukan Pemkab Dairi kepada guru tersebut justru telah melanggar aturan yang ada.
          Namun ternyata Bupati Dairi tidak menerima putusan lembaga yang berkekuatan hukum itu dan ketidak puasan pemkab itu kembali melakukan perpanjangan perkara dengan melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT-TUN). Namun “keras kepala “ yang dipertontonkan pemkab Dairi justru semakin membuat wajah Bupati Dairi tercoreng. Desember 2011 kembali PT TUN Medan menguatkan putusan PTUN yang memenangkan Martalena Br Sebayang. Pengadilan Tinggi TUN tersebut juga memenangkan gugatan Martalena Br Sebayang dan mengalahkan Bupati Dairi.
          Pasca putusan PT Tun tersebut sejumlah komentar dikalangan masyarakatDairi terekam yang intinya mencemohkan Pemkab Dairi yang berlaku “keras kepala” atas kasus tersebut. Bukan itu saja kekalahan kedua kali yang dialami Bupati/Pemkab Dairi itu sebagai fakta memalukan sebuah pemerintahan kabupaten justru memamerkan “keras kepala”nya kepada warganya sendiri.
          Keras kepala yang dipertontonkan pemkab Dairi dengan mengajukan kasasi banding ke Mahkamah Agung akhirnya membuat tamparan dan rasa malu yang semakin besar kepada Bupati Dairi.  Mahkamah Agung dalam putusanya memenangkan guru SD tersebut. (R.07)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar