Jakarta-Dairi Pers
:
Jumat, 29 Juni 2012, Rapat Pimpinan Nasional III Partai Golongan Karya resmi
dibuka. Berlangsung selama tiga hari di Bogor, Jawa Barat, rapat itu antara
lain memutuskan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menjadi bakal calon
presiden
Partai Golkar pada Pemilu Presiden 2014.
Sejak itu pula, pria
yang akrab disapa Ical itu mulai meniti kariernya sebagai seorang bakal calon
presiden. Waktu itu, masih ada tenggat waktu dua tahun sebelum pemilu presiden
dan belum ada partai lain yang sudah memutuskan kandidat yang akan mereka usung
untuk ajang itu.
Bak gayung bersambut,
Aburizal pun langsung tancap gas. Wajah Aburizal mulai muncul di beragam iklan
politik, baik media tradisional maupun elektronik. Nama Aburizal pun kemudian
dimunculkan sebagai ARB untuk lebih membuatnya akrab di telinga masyarakat.
Namun, laju Aburizal segera disusul para kompetitornya.
Menjelang “garis finis”, lawan-lawan kuat semakin terlihat. Ketua Dewan Pembina
Partai Gerindra Prabowo Subianto yang jauh-jauh hari juga mendeklarasikan diri
sebagai bakal calon presiden dari partainya berada selangkah di depan Aburizal.
Joko Widodo dari PDI-P
yang paling akhir dideklarasikan bahkan langsung melejit. Hingga 14 Maret 2014,
Gubernur DKI Jakarta ini selalu mengelak bila ditanya soal kemungkinan dia
menjadi bakal calon presiden dari partainya.
“Peringkat” bakal capres yang dipuncaki Jokowi, disusul Prabowo,
dan baru kemudian Aburizal, nyata terpetakan dalam hasil beragam lembaga survei
menjelang Pemilu Legislatif 2014. Kehadiran nama-nama kandidat lain tak
menggoyahkan urutan ini.
Meski berada di urutan
ketiga dengan rentang suara yang cukup jauh dari Prabowo apalagi Jokowi, saat
itu Aburizal terlihat masih optimistis untuk bisa menjadi RI-1. Berbagai
goyangan yang dilakukan elite Golkar tidak membuatnya gentar untuk tetap
berjuang.
“Jokowi kalau mau jadi
cawapres saya boleh,” begitu misalnya kata Aburizal beberapa hari sebelum
pemilu legislatif. Namun, semua berbalik ketika pemilu legislatif usai,
perolehan suara dan kursi tercatat, dan poros koalisi mulai memperlihatkan
bentuk.
Cawapres
Kesulitan menemukan
mitra koalisi, Partai Golkar sempat bergoyang dari dalam. Hingga sehari sebelum
masa pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden di Komisi Pemilhan
Umum dibuka, partai ini belum juga mendapatkan satu pun teman untuk
bersama-sama mengusung Aburizal bersaing menjadi orang nomor satu di republik
ini.
Padahal, PDI-P sudah
mendapatkan teman, demikian pula Partai Gerindra. Pilihan yang langsung
mengemuka, bila Partai Golkar bergabung dengan dua poros lain itu maka kursi
bakal calon presiden harus dilepas. Dua poros lain sudah punya bakal calon
presiden sendiri, itu saja alasannya.
Namun, Aburizal bukan
tak berusaha. Dia sudah mencoba melakukan komunikasi dengan pimpinan kedua
poros itu. Saat bertemu Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Aburizal
mengatakan sudah ada kecocokan. Saat bertemu Prabowo di Hambalang, Aburizal
bahkan menyatakan siap untuk turun posisi menjadi cawapres.
Aburizal juga sudah
mencoba bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono
untuk membentuk poros ketiga. Partai Demokrat menjadi satu-satunya harapan
Aburizal karena saat itu partai berlambang mercy ini juga belum menentukan arah koalisi.
Meski demikian, semua
pertemuan Aburizal baik dengan Prabowo, Megawati, maupun SBY tampak tak berbuah
sebagaimana diharapkan. Maka, pada hari pertama masa pendaftaran pasangan calon
di KPU, Minggu (18/5/2014), Golkar menggelar Rapat Pimpinan Nasional VI untuk
menyiasati keadaan dan kondisi yang sulit ini.
Keputusan Rapimnas
yang berlangsung di Jakarta Convention Center itu adalah memperluas wewenang
Aburizal. Aburizal dipercaya penuh menentukan arah koalisi Golkar.
Aburizal juga
diizinkan memiliki posisi yang lebih fleksibel, yakni tetap menjadi capres
tetapi juga bisa sebagai cawapres. Tak berbekas penentangan yang sempat muncul
ketika Aburizal sebelumnya bermanuver mengincar kursi bakal cawapres.
Tak jadi apa-apa
Seusai Rapimnas,
Aburizal yang sudah memegang penuh “nasib” Partai Golkar langsung bergerak
cepat. Dia menuju kamarnya di lantai 15 Hotel Sultan yang tak jauh dari JCC.
Saat itu, SBY yang juga sedang menggelar rapimnas partainya sedang beristirahat
di kamar yang berada satu lantai dengan kamar Aburizal.
Tak jelas apakah ada
pertemuan antara Aburizal dan SBY. Namun, di forum sebelah kemudian keluar
keputusan partai berlambang mercy
itu akan bersikap netral di Pemilu Presiden 2014. Aburizal pun langsung
bertolak dari Hotel Sultan ke kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta
Pusat.
Aburizal sempat
mengecoh para wartawan yang “berjaga” di depan kediaman Megawati, dengan masuk
rumah itu lewat pintu samping. Sudah begitu, pertemuan dengan Megawati pun tak
menghasilkan kesepakatan apa pun.
Usaha Aburizal masih
berlanjut. Selepas dari rumah Megawati, dia ternyata bertandang ke Hambalang,
ke kediaman Prabowo, menjelang tengah malam pada hari itu. Politisi Senior
Partai Golkar MS Hidayat baru membocorkan informasi tersebut kepada media pada
pagi harinya.
Upaya terakhir
Aburizal pada malam itu rupanya membuahkan hasil. Meski hasil tersebut jauh
dari yang diimpi-impikan olehnya sejak awal. Di acara deklarasi pasangan
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Rumah Polonia, Jakarta, Senin (19/5/2014)
siang, beberapa elite Golkar tiba-tiba datang ke lokasi.
Mewakili Aburizal,
mereka turut menyatakan dukungannya kepada Prabowo-Hatta. “Selaku mandataris
rapimnas, ARB telah memberikan pernyataan agar seluruh keluarga besar Partai
Golkar memberi dukungan sepenuhnya kepada Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa,”
kata Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dalam orasi dukungannya.
Satu hal yang seketika
menjadi fakta, Aburizal tak menjadi bakal calon presiden, tidak juga menjadi
bakal calon wakil presiden. Kepastian dukungan Partai Golkar kepada poros
Gerindra menempatkan Aburizal tidak jadi apa-apa untuk Pemilu Presiden 2014.
Posisi capres yang
diperjuangkan oleh Aburizal selama dua tahun terakhir kandas sudah. Opsi
cawapres yang belum lagi seumur jagung tak menemukan tempat. Bisa jadi, hanya
posisi menteri yang bakal tersedia untuk Aburizal, itu pun kalau pasangan
Prabowo-Hatta menjadi pemenang.
Pertanyaannya,
sepadankah upaya dua tahun Aburizal dengan janji kursi menteri, itu pun kalau
poros ini yang jadi pemenang? Apalagi, seluruh dunia tahu betul, suara Partai
Golkar lebih tinggi daripada yang didapat Partai Gerindra. Sepertinya, goyangan
untuk Aburizal dari internal partai masih belum akan hilang....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar