Jakarta - Dairi Pers : Komisi III
DPR mengadakan rapat dengar pendapat dengan KPK. Dalam rapat tersebut Wakil
Ketua KPK Bambang Widjajanto menyebut akan ‘membuka cabang’ di daerah untuk
memasifkan pemberantasan korupsi.
“Mungkinkah KPK
dikembangkan ke daerah? Karena perlu juga pengembangan yang bertujuan untuk
pencegahan. Karena kita tahu kalau korupsi itu bukan cuma di pusat saja,” ujar
Bambang di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin
(2/12/2013).
Menurut Bambang nantinya
wilayah Indonesia akan dibagi ke dalam tiga wilayah koordinasi. Ketiga wilayah
tersebut harus memiliki kapasitas dan memiliki visi yang sama dengan KPK.
“Kalau misal berbasis
kampus, ya kita harus tahu rekam jejak kampus tersebut dalam pencegahan
korupsi. Katakanlah itu sebuah pusat studi, kita juga harus tahu apakah itu
layak jadi mitra kami di daerah,” tuturnya.
KPK masih melakukan
pengkajian mengenai program pengembangan pemberantasan korupsi tersebut. Selain
itu, KPK juga telah merancang program ‘Indonesia Memanggil Expert’.
“Kalau ini bisa dikembangkan
kita bisa panggil para expert (ahli) untuk terjun ke daerah. Permasalahan
bangsa ini kan banyak sekali. Kita perlu mengekspansi ke daerah, kalau hanya
mengandalkan KPK yang penyidiknya hanya 60 orang ya tidak mungkin bisa atasi
permasalahan bangsa,” paparnya.
Di akhir rapat tersebut
juga disimpulkan bahwa KPK diminta untuk mengekspansi monitoring ke seluruh
lembaga. Berikut merupakan kesimpulan rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi
III Tjatur Sapto Edi tersebut:
1. Komisi III DPR mendesak
KPK untuk meningkatkan koordinasi dan supervisi kepada para penegak hukum lain
tidak hanya soal kasus per kasus, tetapi dengan program perbaikan sistem,
sehingga penegak hukum tersebut mampu melakukan pemberantasan korupsi secara
efektif dan efisien, sebagaimana diamanatkan undang-undang.
2. Komisi III DPR mendesak
KPK untuk mengefektifkan fungsi pencegahan dengan mengumumkan hasil pengkajian
terhadap sistem pengelolaan administrasi yang berpotensi korupsi di semua
kementerian/lembaga serta melakukan monitoring pelaksanaan rekomendasi KPK
dalam meningkatkan indeks integritas nasional di kementerian/lembaga.
Korupsi yang beranak-pinak.
Itulah kata sederhana untuk menggambarkan betapa suburnya korupsi di negeri
ini, terutama sejak tahun 2004. Korupsi yang dilakukan , umumnya atau
mayoritasnya, terkait urusan politik, terutama mereka yang sedang memegang
pucuk pemerintahan di daerah.
Jika sejak tahun 2004
sampai 2012 Kementerian Dalam Negeri mencatat ada 173 pimpinan daerah
yang terlibat kejahatan kerah putih, maka setahun kemudian jumlah itu terus
meningkat. Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan (2/6-2013)
mengungkapkan, sampai akhir Mei 2013 angka itu mencapai 293 orang dan
diperkirakannya akhir tahun ini akan menembus angka 300. Itu berarti lebih dari
separuh jumlah kepala daerah dari seluruh wilayah Indonesia tersangkut
korupsi.Seperti kita urai melalui rubrik ini pekan lalu, korupsi di
negeri ini punya predikat sangat banyak. Korupsi biasa, korupsi
sistemik, korupsi berjamaah,korupsi berkembang biak atau
bermetamorfosis, sampai kepada korupsi beregenerasi alias perilaku
korupsi sudah berhasil menciptakan kader-kader baru untuk kemudian
melakukan korupsi secara lebih canggih lagi.
Yang menjadi keprihatinan
kita adalah, kondisi negeri ini yang sudah harus dikatakan darurat korupsi,
tapi tak ada satu gebrakan nyata yang dilakukan pemerintah, selain hanya dalam
bentuk statemen ke statemen.
Dalam pandangan kita,
mengingat kondisi darurat korupsi di negeri ini, sudah seharusnya Kepala
Negara merancang sebuah gerakan nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Ini berarti perlu tindakan tegas dank keras, tanpa pandang bulu. Dalam konteks
inilah kita menyambut baik rencana KPK membuka ‘’cabang’’ sampai ke
daerah. Terutama mengingat, kejahatan koruspi dewasa ini sudah semakin merata
di hampir seluruh wilayah Indonesia. .
Persoalannya, langkah
seperti apa yang harus diambil KPK. Ini perlu diingatkan, sebab reputasi dan
nama baik KPK selama ini haruslah dijaga betul. Jangan sampai karena keinginan
memperluas jangkauan dan mengintensifkan pemberantasan korupsi, KPK menjadi
salah langkah, terutama dalam merekrut calon-calon pasangan kerjanya di daerah.
Jangan sampai
praktik-praktik oknum yang membawa nama KPK nanti di daerah, justru melahirkan
semacam cibiran dari masyarakat, sama dengan cibiran terhadap lembaga penegak
hukum yang ada selama ini. Jangan sampai prakti-praktik yang muncul nantinya
justru memperlemah keberadaan KPK itu sendiri secara nasional, sebab harus
disadari banyak pihak yang sangat tertekan dengan keberadaan KPK walau mereka
tak kuasa menolak kehadiran lembaga anti rasuah ini.
Yang paling penting
diingatkan adalah, KPK jangan hanya terpaku kepada system pemberantasan
korupsi semata, tapi juga sudah mulai mengembangkan dan memaksimalkan
penciptaan sebuah system pencegahan korupsi. Sebab, melihat kondisi negeri ini
yang darurat korupsi, jangankan satu KPK, 10 KPK pun rasanya, tak akan mampu
memberantas korupsi mengingat keterbatasan yang dimiliki lembaga ini.
Salah satu cara paling
ampuh mencegah korupsi adalah melalui pembangunan budaya transparansi. UU No.14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sudah mengatur soal ini. Namun
tidak dimaksimalkan, bahkan tidak dilirik sama sekali. Saatnya KPK maupun
Presiden menginisiasi gerakan nasional pembangunan budaya transparansi dan
melengkapinya dengan ancaman sanksi hukum yang berat bagi pihak yang
menutup-nutupi kinerjanya. (Rel)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar