Kamis, 12 Desember 2013

KPK Akan ‘Buka Cabang’ di Daerah



Jakarta - Dairi Pers :  Komisi III DPR mengadakan rapat dengar pendapat dengan KPK. Dalam rapat tersebut Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto menyebut akan ‘membuka cabang’ di daerah untuk memasifkan pemberantasan korupsi.

“Mungkinkah KPK dikembangkan ke daerah? Karena perlu juga pengembangan yang bertujuan untuk pencegahan. Karena kita tahu kalau korupsi itu bukan cuma di pusat saja,” ujar Bambang di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2013).
Menurut Bambang nantinya wilayah Indonesia akan dibagi ke dalam tiga wilayah koordinasi. Ketiga wilayah tersebut harus memiliki kapasitas dan memiliki visi yang sama dengan KPK.
“Kalau misal berbasis kampus, ya kita harus tahu rekam jejak kampus tersebut dalam pencegahan korupsi. Katakanlah itu sebuah pusat studi, kita juga harus tahu apakah itu layak jadi mitra kami di daerah,” tuturnya.
KPK masih melakukan pengkajian mengenai program pengembangan pemberantasan korupsi tersebut. Selain itu, KPK juga telah merancang program ‘Indonesia Memanggil Expert’.
“Kalau ini bisa dikembangkan kita bisa panggil para expert (ahli) untuk terjun ke daerah. Permasalahan bangsa ini kan banyak sekali. Kita perlu mengekspansi ke daerah, kalau hanya mengandalkan KPK yang penyidiknya hanya 60 orang ya tidak mungkin bisa atasi permasalahan bangsa,” paparnya.
Di akhir rapat tersebut juga disimpulkan bahwa KPK diminta untuk mengekspansi monitoring ke seluruh lembaga. Berikut merupakan kesimpulan rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Tjatur Sapto Edi tersebut:
1. Komisi III DPR mendesak KPK untuk meningkatkan koordinasi dan supervisi kepada para penegak hukum lain tidak hanya soal kasus per kasus, tetapi dengan program perbaikan sistem, sehingga penegak hukum tersebut mampu melakukan pemberantasan korupsi secara efektif dan efisien, sebagaimana diamanatkan undang-undang.
2. Komisi III DPR mendesak KPK untuk mengefektifkan fungsi pencegahan dengan mengumumkan hasil pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi yang berpotensi korupsi di semua kementerian/lembaga serta melakukan monitoring pelaksanaan rekomendasi KPK dalam meningkatkan indeks integritas nasional di kementerian/lembaga.
Korupsi yang beranak-pinak. Itulah kata sederhana untuk menggambarkan betapa suburnya korupsi di negeri ini, terutama sejak tahun 2004. Korupsi yang dilakukan , umumnya atau mayoritasnya, terkait urusan politik, terutama mereka yang sedang memegang pucuk pemerintahan di daerah.
Jika sejak tahun 2004 sampai  2012 Kementerian Dalam Negeri mencatat ada 173 pimpinan daerah yang terlibat kejahatan kerah putih, maka setahun kemudian jumlah itu terus meningkat. Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan (2/6-2013) mengungkapkan, sampai akhir Mei 2013 angka itu mencapai 293 orang dan diperkirakannya akhir tahun ini akan menembus angka 300. Itu berarti lebih dari separuh jumlah kepala daerah dari seluruh wilayah Indonesia tersangkut korupsi.Seperti kita urai melalui rubrik ini pekan lalu,  korupsi di negeri ini  punya predikat sangat banyak.  Korupsi biasa, korupsi sistemik, korupsi berjamaah,korupsi  berkembang biak atau  bermetamorfosis, sampai kepada korupsi beregenerasi alias  perilaku korupsi  sudah berhasil  menciptakan kader-kader baru untuk kemudian melakukan korupsi secara lebih canggih lagi.
Yang menjadi keprihatinan kita adalah, kondisi negeri ini yang sudah harus dikatakan darurat korupsi, tapi tak ada satu gebrakan nyata yang dilakukan pemerintah, selain hanya dalam bentuk statemen ke statemen.
Dalam pandangan kita, mengingat kondisi darurat korupsi di negeri  ini, sudah seharusnya Kepala Negara merancang sebuah gerakan nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi. Ini berarti perlu tindakan tegas dank keras, tanpa pandang bulu. Dalam konteks inilah kita menyambut baik rencana KPK  membuka ‘’cabang’’ sampai ke daerah. Terutama mengingat, kejahatan koruspi dewasa ini sudah semakin merata di hampir seluruh wilayah Indonesia. .
Persoalannya, langkah seperti apa yang harus diambil KPK. Ini perlu diingatkan, sebab reputasi dan nama baik KPK selama ini haruslah dijaga betul. Jangan sampai karena keinginan memperluas jangkauan dan mengintensifkan pemberantasan korupsi, KPK menjadi salah langkah, terutama dalam merekrut calon-calon pasangan kerjanya di daerah.
Jangan sampai praktik-praktik oknum yang membawa nama KPK nanti di daerah, justru melahirkan semacam cibiran dari masyarakat, sama dengan cibiran terhadap lembaga penegak hukum yang ada selama ini. Jangan sampai prakti-praktik yang muncul nantinya justru memperlemah keberadaan KPK itu sendiri secara nasional, sebab harus disadari banyak pihak yang sangat tertekan dengan keberadaan KPK walau mereka tak kuasa menolak kehadiran lembaga anti rasuah ini.
Yang paling penting diingatkan adalah, KPK jangan hanya  terpaku kepada system pemberantasan korupsi semata, tapi juga sudah mulai mengembangkan dan memaksimalkan penciptaan sebuah system pencegahan korupsi. Sebab, melihat kondisi negeri ini yang darurat korupsi, jangankan satu KPK, 10 KPK pun rasanya, tak akan mampu memberantas korupsi mengingat keterbatasan yang dimiliki lembaga ini.
Salah satu cara paling ampuh mencegah korupsi adalah melalui pembangunan budaya transparansi. UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sudah mengatur soal ini. Namun tidak dimaksimalkan, bahkan tidak dilirik sama sekali.  Saatnya KPK maupun Presiden menginisiasi gerakan nasional pembangunan budaya transparansi dan  melengkapinya dengan ancaman sanksi hukum yang berat bagi pihak yang menutup-nutupi kinerjanya. (Rel)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar