Sidikalang-Dairi pers : Entah hanya upaya angkat telor atau
sudah semacam budaya tidak tertulis sepertinya warna dominasi tiap daerah
tergantung partai darimana seorang kepala daerah memimpin. Namun demikian di Dairi sosialiasi
warna kuning sepertinya berlebihan
manyaru
hingga ke lini yang tidak seharusnya. Bayangkan median jalan
saja harus dicat warna hitam kuning. Padahal sangat jelas aturan di dinas
perhubungan warna media jalan wajib hitam putih.
Pantauan Dairi Pers pekan silam ke Pakpak Bharata Gapura
selamat datang masuk ke kota Salak di cat warna biru. Padahal pakpak Bharat
dikenal budaya pakpak dimana tiga warna utama yang dikenal disana yakni hitam
merah dan putih. Namun hanya gapura ini yang dicat berwarna mayoritas biru.
Sedang gedung dan median jalan serta fasilitas umum lainnya menggunakan cat
normal putih dan hitam.
Dishub Dairi yang pernah dipertanyakan aturan warna untuk
median jalan apakah diperkenankan menggunakan hitam kuning. Sama sekali tidak
menjawab. Kepala dinas perhubungan Dairi Sudung ujung hanya terdiam tidak
memberikan komentar.
Pemandangan itu cukup berbeda dengan Dairi dimana warna kuning
terus menyolok. Baju PNS mulai dari batik ornamen daerah juga menggunakan warna
kuning. Padahal di budaya Pakpak tidak mengenal warna kuning .Sejumlah sekolah
dicat bernuansakan kuning. Bahkan median jalan dicat berwarna kuning hitam.
Baju olah raga PNS juga dibuat berwarna
kuning menyala. Taman taman dicat berwarna kuning. Bahkan pot bunga yang berada
di trotoar jalan juga dicat berwarna kuning.
Sementara itu sejumlah sekolah mulai dari tingkat SD hingga
SLTA sepertinya latah ikut-ikutan mencat sekolah bernuansa kuning. Padahal
sekolah sebagai lembaga pendidikan harusnya bebas dari intervensi politik
sekalipun pemimpin berkuasa di suatu daerah bersal dari salah satu parpol.
Kolot
Sementara itu ketua LSM Gransi Jonner Simbolon menyebutkan
gerakan kuning di lembaga pemerintah adalah program kolot yang sebenarnya laku
di era rezim Soe harto. Sehingga apa yang tengah terjadi di Dairi merupakan
sesuatu yang meniru rezim dulu yang
telah tumbang di jaman reformasi. “ saya bisa maklumi tingkat berpikir
seoarang pemimpin yang back groundnya total politik. Disamping itu staf
pemerintah baik guru dan struktural cenderung berpikiran kolot ingin
menyenangkan pimpinannya. Namun salahnya angkat telor yang dilakukan sama
sekali tidak berdasar bahkan merusak tata pemerintahan. “ sebut Jonnner.
Dijelaskan siapapun kepala daerah ketika terpilih harusnya
meninggalkan atribut ketua parpol manapun dia. Sehingga rakyat akan menilai seorang kepala daerah adalah
milik semua rakyatnya dan bukan satu golongan saja. . Justru yang terjadi jika
menmnonjolkan warna satu parpol maka yakinlah itu akan merugikan karena tidak
semua oarang setuju dengan parpol yang diketuai seorang kepala daerah. Harusnya
pemerintahan bebas dari intervensi partai baru pemerintahan itu baik dan milik
semua rakyat”sebut Jonner. (R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar