Pekan silam aku menuju kabupaten Humbang Hasudutan. Dari fakta
yang kuterima Kabupaten yang berusia 9 tahun ini mendapat Penghargaan
Pengelolaan keuangan WTP (Wajar Tanpa
Pengecualian). Ini merupakan penghargaan
kelas dua yang hanya hitungan jari daerah di Indonesia ini menerima. Lantas
saya fikirkan Dairi yang biasanya hanya WDP (Wajar Dengan pengecualian).
Dalam
hatiku berkata okelah kalau begitu.
Plt Sekda Humbahas Tonny Sihombing menyebut sampai ke desa-desa
di Humbahas aspal sudah hotmix. Di daerah baru ini terjdi peningkatan kwalitas
lapen menjadi hotmix. Lantas ku ingat Dairi dimana ke desa berubah dari lapen
menjadi kubangan kerbau. Jalan yang berada di kota dahulunya hotmix kini menjadi lapen. Dalam
hatiku berkata oke lah kalau begitu. Mungkin karena inilah daerah kita kerap
disebut Sidikalang nabalau.
Ucapan okelah kalau begitu semakin sering ku ucapkan dalam hati
apalagi saat mendengar di Humbahas seorang pejabat eselon yang akan diangkat
dilakukan dengan presentasi di depan bupati, staf ahli dan baperjakatnya atas
rencana jika dipercayakan menjabat. Rencana tidak masuk akal langsung terbuang.
Sebaliknya PNS yang memang berkwalitas bangkit.
Sementara kalau di Dairi sistem rekrutment entah apa yang terjadi hingga
pejabatnya semakin tidak ku mengerti. Aku khawatir justru sistim rekrutnya
pertanyaan pertama Orang kita? Sudah
tiga tahun pilkada masih muncul istilah itu. Sekali lagi okelah kalau begitu.
Ku temukan juga fakta yang menyebut Humbahas malah tidak mau
menerima program CD dari TPL sebesar Rp. 3,8 Miliar jika bukan prosedur. Kabupaten ini ingin taat peraturan
sumbangan pihak ke tiga harus masuk APBD dan tidak boleh tidak dibahas di
DPRD Nah di Dairi jangankan sumbangan
pihak ke tiga dana bencana alam saja tidak dibahas di dewan. Program CD TPL
yang hanya 400-an juta saja langsung disambar entah bagaimana distribusinya
tidak jelas.. Okelah kalau begitu.
Terlalu banyak perbedaan kabupaten muda ini dengan Dairi yang
sudah berusia 60-an tahun. Padahal di Humbang pengambil kebijakan umumnya berasal
dari Dairi. Suatu fakta yang menyedihkan sekaligus melahirkan tanda tanya ada
apa dengan Dairi sekarang? Apakah sakit perut atau lagi sakit kepala? Saya
khawatir saja dua penyakit itu sekaligus menyerang .Paling ku takutkan lagi
meski dah kronis malah obat yang diberikan
handyplas.
Entahlah kekhawatiran banyak orang Otonomi daerah akan melahirkan raja-raja kecil agaknya sudah
mulai terbukti. Korupsi kebijakan menjadikan praktik korupsi di masa reformasi
lebih parah jika dibandingkan dengan di masa Orde Baru. Jika orde lama korupsi
dibawah meja. Orde Baru korupsi diatas meja dan orde sekarang mejapun
dikorupsikan. Semua akibat pilkadasung yang memicu korupsi akibat tingginya
cost politik. Dan itu khusus bagi penguasa yang bermental korup. Beda mungkin
dengan Humbahas yang pemerintahannya masih relatif jujur kepada rakyatnya.
Okelah kalau begitu.
Membandingkan
keduanya mungkin akan melahirkan sakit hati. Namun itu lebih baik daripada
mendiamkan . Bukankah perbandingan sangat penting dalam memutuskan satu
masalah? Namun demikian moral pejabatnya menjadi penentu sebuah daerah maju
atau mundur. Meski harus jujur diakui jaman bisa berubah, nama bisa
berubah namun mentalitas penguasa
jugalah penentunya.
Era
reformasi sudah menjadi mahal karena ketika salah pilih maka rakyat akan
menderita minimal lima tahun sedang jika ingin menjerit dan protes juga tidak
berdaya. Paling mengatakan oh
nange..ncio nei………okelah kalau begitu. (Chief Of Editor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar