· * DPR
Optimistis Pilkada Serentak Dilaksanakan Pada 2015
·
* Larangan pelibatan aparat birokrasi
yang menyebabkan pilkada tidak netral
Jakarta-Dairi Pers : Perseteruan di kubu Golkar dan merapatnya PPP
ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH) serta penerbitan Perppu Pilkada yang dilakukan
mantan presiden RI SBY
yang juga ketua umum partai demokrat diperkirakan
pembahasan sistim pilkada yang akan dilakukan tetap pilkada langsung. Putusan DPR-RI yang sebelumnya menginginkan
pilkada tidak langsung sepertinya hanya seumur jagung saja.
Melihat peta kekuatan KIH
di DPR-RI yang konsisten mempertahankan pilkada langsung ditambah fraksi
Demokrat , PPP dan dualaisme kepemimpinan golkar hampir dipastikan pemilihan
kepala daerah tetap dilakukan oleh rakyat . Mengacu pada Perpu No.1 tahun 2014
sejumlah perbaikan bakal dilakukan intinya penyempurnaan sistim pilkada
langsung yang lama yang diyakini sempat berdampak negatif dalam kehidupan
sosial masyarakat. Disamping itu keterlibatan aparat birokrat hingga tidak
independennnya lembaga pemerintah diperbaiki dalam 10 usulan dalam Perppu
Komisi II DPR optimistis pelaksanaan
pilkada serentak bisa dilakukan pada 2015. Mereka yakin pilkada serentak bisa
selesai pada 2016.
“Kami usahakan tetap 2015
pilkada serentak. Kalau pilkada dua putaran sampai 2016 bisa selesai,” kata
Wakil Ketua Komisi II DPR, Riza Patria , Kamis (18/12).
Riza mengakui pelaksanaan
pilkada serentak membutuhkan persiapan matang. Riza memperkirakan butuh waktu
10 bulan untuk melaksanakan pilkada pasca pengesahan Perppu Pilkada menjadi
undang-undang. Artinya pelaksanaan tetap bisa dilakukan pada akhir 2015.
Menurutnya KPU sebagai
penyelenggara pemilu harus mempersiapkan pilkada secara optimal. Sejumlah
persiapan teknis yang harus dilakukan KPU misalnya menyangkut anggaran pilkada.
Selain itu KPU juga perlu menyiapkan opsi terkait kemungkinan pilkada langsung
hanya di level provinsi bukan di kota/kabupaten.
Bahkan, imbuhnya, KPU juga
perlu menyiapkan kemungkinan soal ditolaknya Perppu Pilkada yang membuat
pelaksanaan pilkada dilakukan melalui DPRD. Riza mengatakan Komisi II terus
mengkaji sisi positif dan negatif dari pilkada langsung. Misalnya dengan
meminta masukan dari pakar.
Komisi II tidak ingin
Undang-Undang Pilkada langsung tidak menyelesaikan persoalan yang selama ini
ada. Pada bagian lain Riza juga tidak mempersoalkan langkah Menteri Dalam
Negeri, Tjahjo Kumolo menyiapkan 204 penjabat (pj) kepala daerah jika pelaksaan
pilkada serentak diundur pada 2016.
Menurutnya langkah yang
dilakukan Tjahjo merupakan kewenangan pemerintah sampai pelaksanaan pilkada serentak
bisa digelar. “Itu biasa saja. Kalau (pilkada) terlambat itu menjadi kewenangan
pemerintah sampai adanya pilkada,” kata Riza.
Berikut garis besar isi
Perppu yang diterbitkan Presiden SNY dalam Perppu No. 1 Tahun 2014.
1. Pemilihan gubernur,
bupati, dan wali kota langsung oleh rakyat (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2);
2. Mencabut dan menyatakan
tidak berlaku UU No 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali
Kota, yang mengatur pelaksanaan pilkada secara tidak langsung oleh DPRD (Pasal
205);
3. Adanya uji publik calon
kepala daerah agar dapat mencegah calon yang integritasnya buruk dan
kemampuannya rendah (Pasal 1 angka 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (3) huruf
b, dan Pasal 7 huruf d);
4. Penghematan atau
pemotongan anggaran pilkada secara signifikan (Pasal 3, Pasal 65 ayat (1) huruf
c, d, e, dan f, serta ayat (2), dan Pasal 200);
5. Pembatasan kampanye
terbuka agar menghemat biaya dan mencegah konflik horizontal (Pasal 69);
6. Pengaturan akuntabilitas
penggunaan dana kampanye (Pasal 74, Pasal 75, dan Pasal 76);
7. Larangan politik uang
dan biaya sewa parpol pengusung yang dapat berdampak pada tindakan
penyalahgunaan wewenang (Pasal 47);
8. Larangan kampanye hitam
yang dapat menimbulkan konflik horizontal (Pasal 68 huruf c);
9. Larangan pelibatan
aparat birokrasi yang menyebabkan pilkada tidak netral (Pasal 70);
10. Larangan mencopot
jabatan aparat birokrasi pasca-pilkada karena dianggap tidak mendukung calon
(Pasal 71);
11. Pengaturan yang jelas,
akuntabel, dan tranparan terkait penyelesaian sengketa hasil pilkada (Bab XX
Pasal 136 sd 159);
12. Pengaturan tanggung
jawab calon atas kerusakan yang dilakukan oleh pendukung (Pasal 69 huruf g,
Pasal 195);
13. Pilkada serentak (Pasal
3 ayat (1);
14. Pengaturan ambang batas
bagi parpol atau gabungan parpol yang akan mendaftarkan calon di KPU (Pasal 40,
Pasal 41);
15. Penyelesaian sengketa
hanya dua tingkat, yaitu pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung (Pasal 157);
16. Larangan pemanfaatan
program atau kegiatan di daerah untuk kegiatan kampanye petahana (Pasal 71 ayat
(3));
17. Gugatan perselisihan
hasil pilkada ke pengadilan tinggi/Mahkamah Agung hanya dapat diajukan apabila
memengaruhi hasil penetapan perolehan suara oleh KPU secara signifikan (Pasal
156 ayat (2).
(tmp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar