Rabu, 05 Juni 2013

Perang Isu & Sepotong Daging


      Pemilihan kepala daerah selalu diramaikan dengan isu. Tujuan utama untuk melemahkan lawan sekaligus menguntungkan posisi yang dukungan  . Mencari fakta-fakta yang logika dikemas dengan fitnah sanggup membuat cara pandang masyarakat berubah . Maka pilkada sesungguhnya perang isu
dan perang fitnah.  Maka syarat pertama calon kepala daerah harus bertelinga tebal. Selanjutnya TS harus bertelinga lebih tebal.
      Isu SARA, Isu selingkuh , isu ijazah, bedah rumah , isu miskin hingga isu disuruh kandidat lain sebagai Pasangan siluman menjadi isu yang akrab ditelinga. Tentu harus dicari alasan lebih logika agar kemasan isu menarik  langsung masuk akal. Isu ikatan kerabat dan tali darah  sangat efektif sebagai kemasan untuk menebar fitnah. Maka selama proses pilkada telinga rakyat akan dijejali  dengan berbagai isu . Ada yang benar dan banyak yang sesat.
      Isu SARA, selingkuh , pasangan siluman jangan terlalu dicerna. Namun isu ijazah hingga miskin sepertinya tak sulit  dibuktikan. Mungkin karena sadisnya fitnah yang dikemas dalam isu maka politik itu disebut kejam. Maka jangan heran kalau orang politik suka membalikkan fakta menebar  isu untuk menutupi kebusukannya. Mencari kambing hitam juga bagian dari penyelamatan diri agar tidak ketahuan sesungguhnya dia aktor kebusukan. Maka muncul istilah maling teriak maling dan istilah teroris teriak teroris.
      Maka jangan terlalu percaya dengan isu . Biarkan berproses dan lihat saja fakta . Jika  tong kosong  pasti nyaring bunyinya sebaliknya tong berisi akan padat bunyinya. Agar tidak termakan isu mudah saja menilai  lihat track record kinerja masa lalunya . Orang pintar berkata “banyak janji banyak uloknya” Dan “ Sedang  kuda tidak  mau masuk dua kali dalam lobang yang sama”. Maka untuk memastikan kuda dan manusia berbeda jangan termakan isu. Jangan termakan janji serta mulut manis penuh kebohongan.”
      Pilkada rawan dengan janji, rawan dengan sumpah. Maka jika ada yang bernjanji cukup satu periode tidak usah percayai . Itu hanya kebohongan untuk menarik simpati. Ketika sudah duduk pasti ingin mengulang lagi. Tentu kitab suci menyebut ciri-ciri orang munafik itu adalah suka berbohong dan ,  tidak tepat janji. Maka sebuah daerah yang dipimpin seorang yang munafik pasti akan amburadul dan hanya melahirkan air mata. Sebaliknya di sekelompok orang akan bermewah mewah  dan tertawa puas atas syahwat harta korupsi kroni.
      Untuk membuktikan Isu atau  fakta dapat dinilai dari kinerja , latar belakangnya serta kelakuannya. Maka sering kita dengar “parjanji koling” . Itu artinya lebih baik mempercayai seekor ular di hutan dari pada mempercayai  seorang manusia yang pembohong. Jika bertemu keduanya di hutan maka lebih baik mematikan orangnnya. Jika lebih dahulu mematikan ularnya takutnya orang malah berkata itu ularku.
      Namun semua kembali ke rakyat karena keputusan tertinggi adalah rakyat. Banyak juga rakyat yang tidak perduli atas moralitas. Diberikan makan sepotong daging di pesta. Di sawer uang atau diberikan satu ekor kerbau untuk dipestakan maka dimata rakyat itulah pemimpin yang benar.
                Itulah fakta ketika rakyat miskin harta dan moral . Isu dan fakta tidak bisa dibedakan dan yang penting uang. Dimata sebahagian rakyat sekali makan sepotong daging gratis yang diberikan kandidat  akan  menggelapkan matanya untuk bertindak jujur bertanya pada  nurani. (Chief Of Editor)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar