Pemilihan kepala daerah selalu diramaikan dengan isu. Tujuan
utama untuk melemahkan lawan sekaligus menguntungkan posisi yang dukungan . Mencari fakta-fakta yang logika dikemas
dengan fitnah sanggup membuat cara pandang masyarakat berubah . Maka pilkada sesungguhnya
perang isu
dan perang fitnah. Maka
syarat pertama calon kepala daerah harus bertelinga tebal. Selanjutnya TS harus
bertelinga lebih tebal.
Isu SARA, Isu selingkuh , isu ijazah, bedah rumah , isu miskin
hingga isu disuruh kandidat lain sebagai Pasangan siluman menjadi isu yang
akrab ditelinga. Tentu harus dicari alasan lebih logika agar kemasan isu
menarik langsung masuk akal. Isu ikatan
kerabat dan tali darah sangat efektif
sebagai kemasan untuk menebar fitnah. Maka selama proses pilkada telinga rakyat
akan dijejali dengan berbagai isu . Ada
yang benar dan banyak yang sesat.
Isu SARA, selingkuh , pasangan siluman jangan terlalu dicerna.
Namun isu ijazah hingga miskin sepertinya tak sulit dibuktikan. Mungkin karena sadisnya fitnah
yang dikemas dalam isu maka politik itu disebut kejam. Maka jangan heran kalau
orang politik suka membalikkan fakta menebar
isu untuk menutupi kebusukannya. Mencari kambing hitam juga bagian dari
penyelamatan diri agar tidak ketahuan sesungguhnya dia aktor kebusukan. Maka
muncul istilah maling teriak maling dan istilah teroris teriak teroris.
Maka jangan terlalu percaya dengan isu . Biarkan berproses dan
lihat saja fakta . Jika tong kosong pasti nyaring bunyinya sebaliknya tong berisi
akan padat bunyinya. Agar tidak termakan isu mudah saja menilai lihat track record kinerja masa lalunya .
Orang pintar berkata “banyak janji banyak uloknya” Dan “ Sedang kuda tidak
mau masuk dua kali dalam lobang yang sama”. Maka untuk memastikan kuda
dan manusia berbeda jangan termakan isu. Jangan termakan janji serta mulut
manis penuh kebohongan.”
Pilkada rawan dengan janji, rawan dengan sumpah. Maka jika ada
yang bernjanji cukup satu periode tidak usah percayai . Itu hanya kebohongan
untuk menarik simpati. Ketika sudah duduk pasti ingin mengulang lagi. Tentu
kitab suci menyebut ciri-ciri orang munafik itu adalah suka berbohong dan
, tidak tepat janji. Maka sebuah daerah
yang dipimpin seorang yang munafik pasti akan amburadul dan hanya melahirkan
air mata. Sebaliknya di sekelompok orang akan bermewah mewah dan tertawa puas atas syahwat harta korupsi
kroni.
Untuk membuktikan Isu atau
fakta dapat dinilai dari kinerja , latar belakangnya serta kelakuannya.
Maka sering kita dengar “parjanji koling” . Itu artinya lebih baik mempercayai
seekor ular di hutan dari pada mempercayai
seorang manusia yang pembohong. Jika bertemu keduanya di hutan maka
lebih baik mematikan orangnnya. Jika lebih dahulu mematikan ularnya takutnya
orang malah berkata itu ularku.
Namun semua kembali ke rakyat karena keputusan tertinggi adalah
rakyat. Banyak juga rakyat yang tidak perduli atas moralitas. Diberikan makan
sepotong daging di pesta. Di sawer uang atau diberikan satu ekor kerbau untuk
dipestakan maka dimata rakyat itulah pemimpin yang benar.
Itulah fakta ketika rakyat miskin harta dan moral .
Isu dan fakta tidak bisa dibedakan dan yang penting uang. Dimata sebahagian
rakyat sekali makan sepotong daging gratis yang diberikan kandidat akan
menggelapkan matanya untuk bertindak jujur bertanya pada nurani. (Chief Of Editor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar