Kamis, 20 Juni 2013

Pak Bupati! Alat Ukur Pertumbuhan Ekonomi Itu PDB & Perkapita Bukan Swalayan Atau Mercon


Sidikalang-Dairi Pers : saya sangat tercengang membaca salah satu Koran terbitan medan minggu ini kala pak Bupati Dairi Johnny Sitohang menyebut terjadi perubahan di Dairi dan ekonomi membaik . Beliau membuat contoh hadirnya swalayan seperti indomaret, Bank Simpan Pinjam dan pada desember dua tahun silam   dalam sebuah koran terbitan local malah menyebut Dairi maju karena hingga desa rakyat sudah membakar mercon.
Ini harus diluruskan dalam ekonomi tidak mengenal swalayan dan mercon yang dikenal indikator pertumbuhan ekonomi itu Produk Domestik Bruto dan Perkapita penduduk. “ Mohon jangan diulangi lagi kakata-kata yang tidak akademis itu. Beliau orang nomor satu di kabupaten ini jangan salah bicara rakyat yang malu” sebut Arson Sihombing mantan anggota DPRD Dairi kamis (13/6).

          Mantan anggota DPRD Dairi ini menyebutkan sangat sedih membaca sebuah Koran atas komentar Bupati menyebut hadirnya swalayan dan bank yang sifatnya masih simpan pinjam sebagai salah satu kriteria kemajuan. Alat ukur kemajuan ekonomi rakyat itu 1. Produk Domestik Bruto jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam harga pasar. 2.Pendapatan Perkapita dengan membagi PDB dengan jumlah penduduk. Dan ke 3  Pendapatan Per jam Kerja rakyat. Ini alat ukur sah kemajuan kesejahteraan rakyat bukan asal mengarang dengan menyebut muncul indomaret atau bakar mercon saat  pergantian tahun, sebutnya
          Apapun nama lembaga yang melakukan simpan pinjam itu banyak hingga ke desa. Tidak percaya lihat saja praktek itu ke desa-desa bahkan ada istilah petani pinjam pupuk bayar panen.  Demikian juga yang pribadi lakukan transaksi simpan pinjam banyak terjadi didesa. Dan itu sudah terjadi sejak jaman orde baru dulu bahkan orde lama. Jadi kalau bupati mengatakan hadirnya sejumlah bank yang pada prakteknya masih simpan pinjam sebagai suatu perubahan kemajuan benar-benar sesuatu yang tidak akademis.
          Saya tinggal didesa yang jauh. Kalah sebagai wakil bupati juga kalah sebagai kepala desa. Secara politik mungkin saya lagi terbang rendah. Namun kalah secara politik bukan berarti saya tidak bisa berpikiran akademis. Untuk apa berkuasa secara politis namun saat bicara akademis memalukan. “ Coba kalau itu dibaca orang-orang yang berpendidikan kan bisa  ditertawakan. Syukur tidak banyak akademisi di Dairi. Syukur Rakyat yang tinggal di Dairi ini bukan seperti warga Medan yang faham alat ukur pertumbuhan ekonomi. Dilansir dalam media seperti itu terbaca akademisi kan jadi bahan tertawaan. Jadi mohonlah jangan diulang-ulang lagi. Lebih baik sampaikan secara angka. Mudah saja suruh saja staf menghitung perkapita lantas laporkan secara angka pertumbuhan ekonomi. Kalau sebut kemajuan karena berdiri swalayan dan bakar mercon kan jadi aneh “ sebut Arson Sihombing sambil tersenyum.
          “ Saya baca pak bupati menyebut alasan mana mungkin pengusaha berani menjalankan usahanya di Dairi kalau tidak mengetahui kondisi ekonomi rakyat. Kembali saya katakan itu cara berpikir yang terlalu dangkal. Kriteria pengusaha buka  usaha banyak diantaranya profit, keamanan ,kost dan banyak lagi  itu dihitung dalam jangka tertentu. Maka dalam usaha ada masa uji coba. Soal simpan pinjam jangankan bank. Bank Perkreditan Rakyat dengan jenis simpan pinjam juga banyak. Tetapi itu bukan criteria kemajuan ekonomi.
       Arson menyebutkan mari memberikan pencerdasan kepada rakyat dan harusnya sebuah kalimat itu dapat dipertanggungjawabkan secara akademis bukan mengarang dengan membangun opini tanpa alat ukur yang sah, sebutnya(R.07)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar