Sidikalang-Dairi Pers :
saya sangat tercengang membaca salah satu Koran terbitan medan minggu ini kala
pak Bupati Dairi Johnny Sitohang menyebut terjadi perubahan di Dairi dan
ekonomi membaik . Beliau membuat contoh hadirnya swalayan seperti indomaret,
Bank Simpan Pinjam dan pada desember dua tahun silam dalam sebuah koran terbitan local malah
menyebut Dairi maju karena hingga desa rakyat sudah membakar mercon.
Ini harus
diluruskan dalam ekonomi tidak mengenal swalayan dan mercon yang dikenal
indikator pertumbuhan ekonomi itu Produk Domestik Bruto dan Perkapita penduduk.
“ Mohon jangan diulangi lagi kakata-kata yang tidak akademis itu. Beliau orang nomor
satu di kabupaten ini jangan salah bicara rakyat yang malu” sebut Arson
Sihombing mantan anggota DPRD Dairi kamis (13/6).
Mantan anggota DPRD Dairi ini menyebutkan sangat sedih
membaca sebuah Koran atas komentar Bupati menyebut hadirnya swalayan dan bank
yang sifatnya masih simpan pinjam sebagai salah satu kriteria kemajuan. Alat
ukur kemajuan ekonomi rakyat itu 1. Produk Domestik Bruto jumlah barang dan
jasa akhir yang dihasilkan dalam harga pasar. 2.Pendapatan Perkapita dengan
membagi PDB dengan jumlah penduduk. Dan ke 3
Pendapatan Per jam Kerja rakyat. Ini alat ukur sah kemajuan
kesejahteraan rakyat bukan asal mengarang dengan menyebut muncul indomaret atau
bakar mercon saat pergantian tahun,
sebutnya
Apapun nama lembaga yang melakukan simpan pinjam itu banyak
hingga ke desa. Tidak percaya lihat saja praktek itu ke desa-desa bahkan ada
istilah petani pinjam pupuk bayar panen.
Demikian juga yang pribadi lakukan transaksi simpan pinjam banyak
terjadi didesa. Dan itu sudah terjadi sejak jaman orde baru dulu bahkan orde
lama. Jadi kalau bupati mengatakan hadirnya sejumlah bank yang pada prakteknya
masih simpan pinjam sebagai suatu perubahan kemajuan benar-benar sesuatu yang
tidak akademis.
Saya tinggal didesa yang jauh. Kalah sebagai wakil bupati juga
kalah sebagai kepala desa. Secara politik mungkin saya lagi terbang rendah.
Namun kalah secara politik bukan berarti saya tidak bisa berpikiran akademis.
Untuk apa berkuasa secara politis namun saat bicara akademis memalukan. “ Coba
kalau itu dibaca orang-orang yang berpendidikan kan bisa ditertawakan. Syukur tidak banyak akademisi
di Dairi. Syukur Rakyat yang tinggal di Dairi ini bukan seperti warga Medan
yang faham alat ukur pertumbuhan ekonomi. Dilansir dalam media seperti itu
terbaca akademisi kan jadi bahan tertawaan. Jadi mohonlah jangan diulang-ulang
lagi. Lebih baik sampaikan secara angka. Mudah saja suruh saja staf menghitung
perkapita lantas laporkan secara angka pertumbuhan ekonomi. Kalau sebut
kemajuan karena berdiri swalayan dan bakar mercon kan jadi aneh “ sebut Arson
Sihombing sambil tersenyum.
“ Saya baca pak bupati menyebut alasan mana mungkin
pengusaha berani menjalankan usahanya di Dairi kalau tidak mengetahui kondisi
ekonomi rakyat. Kembali saya katakan itu cara berpikir yang terlalu dangkal.
Kriteria pengusaha buka usaha banyak
diantaranya profit, keamanan ,kost dan banyak lagi itu dihitung dalam jangka tertentu. Maka
dalam usaha ada masa uji coba. Soal simpan pinjam jangankan bank. Bank
Perkreditan Rakyat dengan jenis simpan pinjam juga banyak. Tetapi itu bukan
criteria kemajuan ekonomi.
Arson
menyebutkan mari memberikan pencerdasan kepada rakyat dan harusnya sebuah
kalimat itu dapat dipertanggungjawabkan secara akademis bukan mengarang dengan
membangun opini tanpa alat ukur yang sah, sebutnya(R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar