· Kepala Daerah Bukanlah Dewa
Sidikalang-Dairi Pers : Masih ingat nama Martalena Sebayang
Guru SD yang menjabat kepala SD di mutasi dengan semena-mena oleh Bupati
Dairi?. Perkara panjang sejak tahun 2011 itu akhirnya
pada tingkat kasasi
Mahkamah Agung memenangkan guru SD ini. Bupati Dairi melalui kuasa hukumnya
Rudolf Tamba, SH, Elisda Ujung, SH, Donal Bastian Simatupang, SH serta Jon
Henry Panjaitan, SH akhirnya menalan pil pahit kekalahan. Martalena yang
diperlakukan semana-mena oleh Bupati Dairi dalam mutasi jabatan akhirnya
membuktikan bahwa dimata hukum seoarang kepala daerah bukanlah dewa yang selalu
menjadi benar.
Upaya perjuangan Martalena Sebayang untuk menuntut haknya agar
tidak diperlakukan semena-nena sejak
tahun 2011 tersebut sejak tahap PTUN, PT TUN memenangkan guru SD tersebut.
Namun tidak senang dengan putusan itu Bupati Dairi melakukan banding ke
Mahkamah Agung . Namun putusan terkahir dari lembaga hukum tertinggi negara ini
melalui hakim-hakim agung DR H Supandi, SH, M Hum dengan hakim anggota Yulius,
SH, MH, dan DR Hary M Djatm iko, SH, MS memenangkan Martalena Sebayang.
Dalam putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan PT TUN No.
180/K /TUN 2012 mengadili menyatakan permohonan kasasi dari pemn\ohon kasasi
Bupati Kabupaten Dairi tersebut tidak dapat diterima. Menghukum pemohon kasasi
untuk membayar kasasi pada tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000. Sedang
putusan yang dikuatkan MA tersebut yakni membatalkan atau menyatakan tidak sah
surat keputusan No. 821.23/29/I/2011 tanggal 27 Januari mengenai pemberhentian
atas nama Martalena Sebayang. Dan memerintahkan tergugagat (Bupati Dairi)
mencabut SK No. 821.23/29/I/2011.
Kemenangan Martalena Sebayang meski hanya seorang guru SD yang
tinggal di pelosok melawan orang yang mempunyai kuasa seorang bupati agaknya
merupakan tamparan besar bagi pemkab Dairi bahwa seorang kepala daerah bukanlah
dewa dan bukan juga seorang raja yang dapat memperlakukan semena-mena seorang
PNS.
Jabatan seorang kepala daerah ternyata tidak terlalu luar
biasa dimata hukum bahkan dapat
dikalahkan seorang guru SD bahkan seoarang ibu . Kepala daerah bukanlah penguasa yang dapat
sesuka hati melanggar aturan.
Anggota DPRD Dairi Pisser A Simamora yang diwawancarai Dairi Pers
tanggapannya atas putusan MA tersebut rabu (1/5) menyebutkan sesungguhnya
banyak pelajaran berharga yang harus
dipetik petinggi Dairi akibat kasus tersebut. Sesungguhnya perkara seperti itu
tidak harus sampai ke mahkakah agung jika memang ada manajemen pemerintahan
yang baik dan mengerti aturan. Dengan melanjutkan perkara ke tingkat tertinggi
MA justru semakin membuka borok pelanggaran
aturan yang dilakukan pemerintah kabupaten. “ Boleh jadi secara materi
hukuman yang ditegaskan Mahkamah Agung tersebut sangat ringan. namun jauh lebih dalam lagi sebuah tamparan pedas kepada pmerintah Dairi
dimana seorang guru SD harus mengajari
pemkab Dairi atas sebuah peraturan yang benar.
Seoarang ibu memberikan
pelajaran berharga bagi pemanggu
kekuasaan di Dairi bahwa PNS tidak dapat diperlakukan semana-mena oleh seorang
kepala daerah. Yang mengatur PNS ada undang-undangnya dan yang mengatur
seoarang kepala daerah ada undang-undangnnya. Jadi seoarang bupati tidak bisa
seenaknya melakukan ke semena-menaan. Ini pelajaran berharga jika tidak ingfin
malu di kemudian hari” sebut Pisser
Hal senada juga disampaikan anggota DPRD Dairi Dahlan Sianturi,SE.
Disebutkan kemenangan Martalena dalam memperjuangkan hak merupakan inspirasi
bagi banyak orang khususnya PNS di mana juga berada. Selama ini ada
semacam pemahanam yang salah seakan akan
seorang bupati adalah pemilik PNS sehingga sesuka hati memutasi . Kasus
Martalena Sebayang yang hanya seorang guru SD ternyata membukakan mata bahwa
seoarang bupati bukanlah Dewa yang selalu benar . Wajar kepada ibu ini kita
sampaikan salut dan pahlawan untuk memperjuangkan haknya agar tidak
diperlakukan semena-mena.
Sebenarnya ada organisasi
guru yang seharusnya memperjuangkan nasib ibu ini. Namun demikian ibu ini dibiarkan
berjalan sendiri dan berjuang sendiri untuk mencari keadilan .Ketegarannya
merupakan sesuatu yang harusnya dirasakan sebagai tamparan bagi organisasi guru
yang ada. “ Hukuman MA kepada Pemkab Dairi bukan terletak pada besar kecilnya
materi hukuman yang dibebankan . Namun lihatlah dari factor betapa malunya
ketika sebuah instusi pemerintah daerah yang sudah kebeblasan salah akibat
kesemena-menaan .Itu harus disadari dan
sesungguhnya belajarlah kepada Martalena” sebut Dahlan.
Sebagai mana kisah guru SD yang dimutasi pemkab Dairi
secara semana mena Martalena Sebayang merupakan salah satu dari sekian banyak
insan pendidik di Dairi yang merasa
diperlakukan tidak adil . Martalena Sibayang kepala SD No. 030325 Simanduma,
Pegagan Hilir secara mengejut-kan dicopot dari kepala sekolah dan dipindah
menjadi guru biasa di SD Simartugan yang berjarak 8 Km dari sekolahnya yang
lama. Ibu ini harus kos di rumah penduduk setempat dan menjalani hari-hari
dengan beban sinisme penduduk di sekitarnya. Paling menyakitkan justru ibu ini
tidak pernah mendapat teguran, peringatan maupun pelanggaran peraturan . Namun
sebaliknya kepala BKD Dairi Julius Gurning, BA saat kunker ke desa itu
sebelumnya memuji habis sekolah yang dipimpin Marta-lena. Ternyata pujian yang
diterima berbuah reward copot dari kepala sekolah.Ibu yang sudah mengabdi
puluhan tahun merasa tertekan dan diperlakukan tidak adil.
Martalena Sibayang
mengalami pencopotannya dimana 9 November 2007 diberikan tugas tambahan
sebagai kepala SD 030325 Simanduma, Pegagan Hilir. 7 Januari 2008 dilantik
menjadi kepala SDN 030325 Simanduma. Sejak dilantik menjadi kepsek di sekolah
itu tugas dilakukan dengan baik dan
tidak pernah melakukan kesalahan apapun menyangkut tugas dan kinerjanya. Hal
itu terbukti dengan tidak adanya teguran atau pembinaan dari pejabat Pembina
PNS d Dairi.
Hingga
pada 31 Juli 2010 Bupati Dairi bersama SKPD kunker ke dearah itu . Kepala BKD
Julius Gurning saat berkunjung ke sekolah itu bahkan memuji-muji sekolah yang
pimpinan Martalena Sibayang. Namun apa yang terjadi dibalik itu pada 28 Januari
2011 Marta mendapat infrormasi kalau teman sepropesinya di sekolah Linda Br.
Siregar telah dilantik menjadi kepala SD No. 030325 Simanduma. Namun nasib
Marta Tidak jelas pasca dilan-tiknya linda Br Siregar.
Selanjutnya
Marta mengi-rimkan surat dua kali kepada Bupati Dairi berkaitan dengan
informasi pelantikan kepala SD yang baru dan menanyakan nasibnya. Namun kedua
surat itu sama sekali tidak digubris bupati Dairi. Namun pada 17 Februari 2011 Marta diundang Kepala
UPT Dikdas Pegagan Hilir untuk menerima SK pemberhentian. Dan murtasi kepala
sekolah tertanggal 27 Januari 2011.
Marta
menyebutkan telah diperlakukan tidak adil bahkan tugas dan tanggung jawabnya di
SD Simanduma berjalan dengan baik. Pujian kepala BKD kepadanya justru berbuah
pahit yang akhirnya dicopot dari kepala SD. Selama ini juga tidak pernah
diberikan teguran lisan atau tertulis yang berarti tidak pernah melakukan
kesalahan saat menjabat sebagai kepala sekolah.
Pahlawan tanpa tanda jasa ini pernah beberapa kali membawa
masalah penggan-tiannya yang tidak sesuai prosedur itu ke DPRD Dairi untuk
difasilitasi. Meski dewan memanggil kepala BKD Julius Gurning (kini menjadi
sekda Dairi), Kadis Pendidikan Pasder Berutu (kini kepala Badan PMD Dairi)
namun tidak mendapat jalan keluar. Julius dan Pasder bertahan dengan alasannya
yang melegalkan pelanggaran prosedur yang dilakukan . Salah seorang ang-gota komisi C DPRD Dairi
dari Fraksi Golkar Sabam Sibarani saat itu bahkan membela Keputusan Bupati
dengan menyebut “ibu telah
menanda-tangani surat bersedia ditem-patkan dimanapun berada”. Bahasa itu terkesan tekanan agar ibu ini
tidak menuntut lagi. Sayang dari sekian banyak anggota komisi C DPRD Dairi
Hanya Sabam Sibarani yang tidak membela
guru tersebut .
Meski berbagi bukti-bukti perlakukan kesemena-menaan telah
digelar namun tetap saja Julius Gurning dan Pasder Berutu bertahan dengan
pemahamannya soal staf yang tergantung selera mereka untuk memutasi.
Akhirnya Ibu ini menempuh jalur hukum karena sepertinya
mereka bukanlah abdi negara yang mengerti aturan namun menjadi abdi Bupati yang
dikirim ke dewan tersebut tetap bertahan dengan pembenaran kesemena-menaannya.
Martalena saat itu meminta mengapa harus dipindahkan sebagai guru biasa .
Pihaknya bisa menerima itu jika memang dilengkapi dengan berbagai kesalahan dan
bukti. Kala itu Kepala BKD Maupun Kepala dinas Pendidikan tidak dapat
menunjuk-kan kesalahan kepala SD tersebut.
Kasus
ini bergulir dan dibawa kejalur hukum menggugat Bupati Dairi di Pengadialan
Tata Usaha Negara (PTUN) setelah beberapa kali sidang akhirnya pada 27 Juli
2011 PT UN Medan memangkan gugatan Martalena Br Sebayang yang inti putusan
menyebutkan kalau mutasi yang dilakukan Pemkab Dairi kepada guru tersebut justru
telah melanggar aturan yang ada.
Namun
ternyata Bupati Dairi tidak menerima putusan lembaga yang berkekuatan hukum itu
dan ketidak puasan pemkab itu kembali melakukan perpanjangan perkara dengan
melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT-TUN). Namun “keras
kepala “ yang dipertontonkan pemkab Dairi justru semakin membuat wajah Bupati
Dairi tercoreng. Desember 2011 kembali PT TUN Medan menguatkan putusan PTUN
yang memenangkan Martalena Br Sebayang. Pengadilan Tinggi TUN tersebut juga memenangkan
gugatan Martalena Br Sebayang dan mengalahkan Bupati Dairi.
Pasca
putusan PT Tun tersebut sejumlah komentar dikalangan masyarakatDairi terekam
yang intinya mencemohkan Pemkab Dairi yang berlaku “keras kepala” atas kasus
tersebut. Bukan itu saja kekalahan kedua kali yang dialami Bupati/Pemkab Dairi
itu sebagai fakta memalukan sebuah pemerintahan kabupaten justru memamerkan
“keras kepala”nya kepada warganya sendiri.
Keras
kepala yang dipertontonkan pemkab Dairi dengan mengajukan kasasi banding ke
Mahkamah Agung akhirnya membuat tamparan dan rasa malu yang semakin besar
kepada Bupati Dairi. Mahkamah Agung
dalam putusanya memenangkan guru SD tersebut. (R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar