Sidikalang-Dairi Pers : Anggota DPRD Dairi Pinto Padang
menyampaikan haru atas putusan MA yang memenangan seorang guru Martalena Sebayang sekaligus ucapan bela sungkawa atas
telah matinya nurani di sebahagian pemangku
kekuasan di Dairi. “ saya sedih
saja melihat APBD yang nota bene uang rakyat justru dijadikan senjata untuk melawan rakyat. Ini sebuah kemunduran
dan ini tidak bagus untuk Dairi”
Demikian Pinto Padang mengawali komentarnya saat ditanyakan
tanggapannya atas putusan MA yang memenangkan Martalena Sebayang. “ Bayangkan
uang rakyat digunakan untuk melawan rakyatnya sendiri sudah demikian kalah pula
. lantas pembelajaran apa yang didapat rakyat dengan sifat demikian. Inikah
kesejahteraan yang di dengungkan? Atau beginikah pemahaman atas good governance ?. Ini harus jadi pelajaran bagi semua orang
di Dairi bahwa tidak selamanya masalah harus berakhir di meja hijau” sebutnya.
Dikatakan , Martalena
sejak awal kasus yang menimpanya telah berupaya melakukan pendekatan yakni
meminta DPRD Dairi memfasilitasi agar
dia mendapatkan jawaban mengapa harus dimutasi. Aspirasi ibu guru ini
disalurkan dewan dengan mempertemukan pihak pemkab Dairi dengan Martalena di
dewan. faktanya saat itu Julius Gurning
sebagai kepala BKD dan Pasder Berutu sebagai kadis pendidikan tidak dapat
memberikan jawaban yang akurat. Hingga masalah ini terpaksa ditempuh
Martalena ke jalur hukum. “ kalau saya bisa menilai Ibu Martalena ini
adalah sosok Kartini jaman sekarang
karena begitu tegar mengikuti proses hukum dan terus berjuang untuk mendapatkan
haknya. Saya yakin beliau tidak berharap
agar kembali diangkat menjadi kepala sekolah. Namun beliau ingin
memberikan pelarajaran berharga bagi banyak orang di Dairi. Jadi putusan MA yang
memenangkannya sebenarnya mengispirasi banyak PNS di Dairi bahwa seorang kepala
daerah tidak bisa berlaku semena-mena kepada seorang PNS” sebutnya.
Disamping itu Pinto menyebutkan persoalan mutasi harusnya tidak harus menyusahkan
seorang guru apalagi seoarang ibu jika memang semua pihak menjaga nurani dan berpikir
lapang. Namun kenyataan yang terjadi ibu ini harus berjuang selama
bertahun-tahun agar bisa mendapatkan keadilan. Ini merupakan tamparan kuat atas
sebuah arogansi kekuasaan.
Saya sampaikan hormat mendalam bagi seorang ibu yang begitu
tulus dan tegar selama bertahun-tahun memperjuangkan keadilan. Bahkan harus
berperkara dengan orang yang sebanarnya bukan tandingannya. Saya yakin beliu
tidak berharap agar diangkat kembali menjadi kepala sekolah di sekolah tersebut
namun harus diakui ibu ini telah mengispirasi banyak orang dan memberikan pelajaran berharga bahwa
sesungguhnya PNS tidak bisa diperlakukan semena-mena sekalipun ada otonomi
daerah.
Salah satu pelajaran yang berharga jangan karena ada APBD yang
dapat dialokasikan untuk biaya perkara lantas dengan mudahnya saja anggarkan
biaya untuk berperkara. Tidak baik mengganggarkan biaya perkara untuk melawan
rakyatnya. Karena masih banyak cara yang elegan dan bermartabat menyelesaikan sebuah masalah . Ketika meja
hijau menyelesaikan suatu perkara bahkan sampai tingkat MA dalam waktu
bertahun-tahun maka semakin besar efek malu yang ditanggung pemerintah.
Bukanlah slogan pemerintah melayani rakyat? Semoga kasus Martalena jadi bahan
pelajaran berharga ke depan Ujar Pinto Padang. (R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar