* Ubah Rekapitulasi 3 Tahun Penjara
+ Denda Rp. 1 Miliar
* PNS &
Kepdes Terlibat Hingga Pemecatan
Sidikalang-Dairi
Pers : Kesempatan besar bagi masyarakat untuk melakukan pengawasan pilkada sekaligus “memberi pelajaran” bagi oknum-oknum
penjahat demokrasi . Maraknya handphone yang dilengkapi kamera
cukup menjadi
barang bukti untuk memberi pelajaran bagi oknum-oknum penjahat Pilkada.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan Daerah memberikan sanksi tegas terhadap pelaku kejhatan demokrasi
dalam pemilukada. Hukuman penjara hingga dengan hingga denda Rp. 1 Miliar
menanti pelaku pelanggaran hukum seputaran kejahatan pilkada. Untuk PNS dan
kepala desa yang terlibat politik praktis juga tersedia hukuman pidana. Bahkan PNS terlibat politik pilkada bisa
terkena sanksi hingga pemecatan dari jabatan.
Tinggal kini bagaimana bukti keterlibatan itu didapatkan hingga diajukan
untuk mendapat sanksi bagi pelaku kejahatan.
Dalam undang-undang No. 32 tahun 2004
tentang pemerintahan daerah dengan tegas diberikan sanksi bagi oknum-oknum
pelaku kejahatan pilkada . Dalam
Paragraf Tujuh Ketentuan Pidana Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Pasal 117 ayat (4) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan
sengaja,memberikan suaranya lebih dari satu ka li di satu atau lebih TPS,
diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4
(empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000,00 (dua ratus ribu
rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
Sementara di pasal yang sama ayat 3 (3)
Setiap orang yang pada waktu pe mungutan suara dengan sengaja mengaku dirinya
sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, diancam dengan pidana penjara
paling singkat 15 (lim a belas) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari
dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Sedang di pasal 118 ayat (4) Setiap
orang yang dengan sengaja mengubah hasil penghitungan suara dan/atau berita
acara daa sertifikat hasil penghitungan suara, diancam dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedang diayat 2 (2) Setiap orang yang
dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan Suara yang sudah
disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 2.000.000,00 (dua
juta rupiah) dan paling tinggi Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Sanksi undang-undang ini sangat tegas
dan dapat menyebabkan penjara bagi pelaku kejahatan pada pilkada. Sanksi ini
jarang dipublikasi ini membuat sejumlah oknum-oknum pelaku kejahatan pilkada
berupa pencoblosan lebih dari satu kali. Hingga oknum-oknum pelaku penggantian
rekapitulasi perhitungan suara nekat untuk melakukan kejahatan.
Disisi lain sosialisasi hukuman bagi
peklaku kejahatan pilkada ini jarang dilakukan membuat oknum-oknum yang kerap
bermain “kotor” di pilkada berani melakukan pelanggran. Bukan tidak ,mungkin
juga kenekatan itu atas pean pihak-pihak tertentu demi kemenangan.
PNS & Kepala Desa
Sanksi tegas juga datur dalam
undang-undang kepada oknum PNS yang terlibat politik praktis setidaknya ada
tiga peratutan yang dilaanggar sekorang oknum PNS yang terlibat poltok
prakltis PP Nomor 53 Tahun 2010, Surat
Edaran Menpan Nomor 7 Tahun 2009 dan UU Pokok Kepegawaian Nomor 43 tahun 2009
Dalam PP Nomor 53 Tahun 2010, butir ke 15.
Larangan memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: a. terlibat dalam kegiatan kampanye
untuk mendukung calon Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah; b. menggunakan fasilitas yang terkait
dengan jabatan dalam kegiatan
kampanye; c. membuat keputusan dan/atau
tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon
selama masa kampanye; dan/atau d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon
yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye
meliputi pertemuan, ajakan, himbauan,
seruan, atau pemberian barang kepada PNS
dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Dalam
Pasal 7 ayat 4 sanksi bagi oknum
PNS terlibat politik diberikan sanksi teguran lisan, tertulis, penurunan
pangkat hingga pemecatan
Sementara itu dalam Surat edaran
Menpan No. 7 tahun 2009. Memberikan
dukungan kepada calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah, dengan cara: a.
terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah; b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam
kegiatan kampanye; c. membuat keputusan dan /atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; d. menjadi
anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam kegiatan pemilu tanpa izin
dari atasan langsung.
5. Hukuman disiplin tingkat berat
berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS: a. PNS yang menggunakan
anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam proses pemilihan anggota
legislatif, Presiden/Wakil Presiden, dan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
b. PNS yang menggunakan fasilitas yang
terkait dengan jabatannya dalam proses pemilihan anggota legislatif,
Presiden/Wakil Presiden, dan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
c. PNS yang membuat keputusan dan atau
tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan atau partai
selama masa kampanye
Kepala
Desa
Larangan
bagi kepala desa terlibat politik praktis sesuai dengan PP 72 tahun 2005 Pasal 16 Kepala desa dilarang :
a. menjadi pengurus partai politik; b. merangkap jabatan sebagai Ketua dan/atau
Anggota BPD, dan lembaga kemasyarakatan di desa bersangkutan; c. merangkap
jabatan sebagai Anggota DPRD d. terlibat dalam kampanye pemilihan umum,
pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah;
Sanksi
oknum kepala desa yang melanggar aturan terdapat dalam pasal 17 ayat 7 sanksi
hingga pemberhentian sebagai kepala desa.
Munculnya
isu penghilangan kotak suara hingga merubah rekapitulasi perhitungan suara di TPS dalam rangkaian
coblos pilkada marak terjadi. Pemilih yang melakukan pencoblosan lebih dari
satu kali dibutuhkan barang bukti untk menyeret pelaku ke meja hijau.
Pilkada
Dairi 2013 yang tinggal hanya satu bulan lebih agaknya perangkat tekhnologi
seperti kamera vidio dan audio visual perlu dipersiapkan setiap pasangan calon
Bupati Dairi untuk menjaga proses pemungutan suara berjalan sesuai aturan.
Rekaman audio visual menjadi alat bukti sah ketika sengketa pilkada di gelar.
Dengan demikian kwalitas pilkada Dairi akan semakin terjamin. Disisi lain
model-model penipuan dan ketidak jujuran untuk memenangkan pertarungan dapat
terbongkar. (R.07)
berarti sebelum masa kampanye, PNS dan Kades masih boleh melakukan penggalangan..:D
BalasHapus