Selasa, 19 November 2013

Tidak Pergi Pikiran Ke Situ



     Seorang PPS Silima Pungga Punga diberondong pertanyaan mengapa mengistruksikan KPPS menomori surat suara Pilkada Dairi 10 Oktober lalu. “apa anda mau berbuat curang dengan menomori surat suara?” dengan gugupnya PPS yang juga seorang PNS ini berkata “ Tidak pergi pikiran ke situ” mungkin terjemahan langsung dari bahasa batak
“ Dang Lao Roha Tu si”. Hehehehe
     Seorang kabid di dinas pendidikan Dairi juga tidak jauh beda saat tersudut menjawab pertanyaan wartawan atas kasus dugaan korupsinya menjawab tidak pergi pikiran ke situ. Bahasa indonesia yang kelewatan dan lumayan menyeramkan.
     Tulisan kali ini bukan membahas soal ibu guru yang PPS di silima Pungga Pungga ini juga bukan oknum kabid di diknas yang bahasa indonesianya huruf besar semua itu.  tetapi membahas pola pikir kreatif dan daya imajinasi tinggi. Jadi pikiran harus pergi ke situ (Ikkon lao do roha tu si) .Konon sepuluh ekor kerbau telah disiapkan untuk diptong jika Mahkamah Konstitusi memenangkan sengketa pilkada Dairi yang kini tengah bergulir.
     Di Jaman Nabi Sulaiman hewan dan binatang dapat berkomunikasi dengan rasul ini. Andai saja di tahun 2013 ini Nabi tersebut masih hidup barang kali 10 ekor kerbau ini akan menyampaikan curhatnya akan rasa khawatir menghitung hari.  Tentu 10 ekors kerbau ini siang malam berdoa agar MK memutuskan pilkada Dairi ulang. Kerbau ini pasti  menyampaikan galau  mendalam betapa usia mereka tinggal beberapa hari lagi ketika MK memutuskan ok…ok..ok….
     Mungkin kerbau-kerbau ini setiap harinya berbincang tambah satu hari maka berkurang juga satu hari  usia mereka. Semakin hari semakin dekat .Sungguh Tuhan maha Adil tidak ada lagi manusia yang diberikan kemampuan berkomunikasi dengan kerbau. Andai saja ada maka akan banyak manusia melepas kerbau yang resah  menanti hari eksekusi tersebut.
     Pelajaran berharga dari nasib kerbau ini harus kita petik pertama Kita harus bersyukur pada Tuhan yang telah menciptakan kita jadi menusia. Tentu Tuhan punya hak penuh menentukan nasib apapun di muka bumi ini . Jika Tuhan menciptakan kita menjadi seekor kerbau memang bisa protes ? Yang kedua betapa tidak enaknya menjadi kerbau hanya pelengkap penderita saat manusia bergembira. Saat manusia merayakan kegembiraan nyawanya melayang. Dan ketiga sesungguhnya banyak manusia yang nasibnya seperti kerbau. Tinggal dicucuk hidungnya  maka siap melakukan apapun untuk menyenangkan majikannya. Tidak pandang jenis majikan karena mudah saja bersembunyi dibalik satu kata “loyalitas”
     Bukan rahasia lagi karena takutnya banyak manusia akhirnya memilih bermental seekor kerbau .Takut tidak dapat jabatan. Takut keluarganya dimutasi, takut kembali menjadi staf biasa akhirnya memilih jalan hidup persis seekor kerbau. Demi jabatan rela melanggar aturan. Demi jabatan rela melakukan dosa. Dan demi jabatan sanggup melakukan tindakan jahat . Dan paling mengkhawatirkan sanggup menghianati diri sendiri. 
               Betapa saya bahagia sekali tidak dijadikan seekor kerbau sehingga saya tidak harus menarik pedati, Saya tidak membajak sawah dan saya tidak merasakan pedasnya sabetan cemeti demi menyenangkan majikan. Jadi menjadi seekor kerbau  ? Tidak pergi pikiran kesitu…hehehehe (Chief of Editor)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar