Halaman

Rabu, 26 Februari 2014

Viksen Tumanggor: Dewan Pekerjaan Hoby, Bukan Untuk Kejar Kekayaan



      Sidikalang-Dairi Pers : Nama Viksen Tumanggor masih kalah popularitas Dibanding dengan nama Boy Tumanggor. Boy nama yang popular era 90-an itu di berbagai radio di Dairi  merupakan penyiar yang ditunggu banyak pemeriksa kala itu. Siapa sesungguhnya penyiar
Radio yang digandrungi ABG era 90 an itu ternyata adalah seoarang Viksen Tumanggor yang kini maju menjadi Calon DPRD Dairi dari PDI-P dap\l 1 Dairi ( Ke. Sidikalang, Sitinjo, Parbuluan dan Siempat Nempu Hulu).
      Viksen Tumanggor yang dalam 5 tahun terakhir lebih banyak  bergabung dengan kalangan LSM , Pers  dan mungkin kaum termarginalkan itu justru memberikan inspirasi berteriak di jalanan adalah sesuatu yang efektif untuk sebuah perubahan. Namun tetap lembaga DPRD merupakan eksekutor secara juridis untuk perubahan itu.  “ Saya tahu banyak tentang pergerakan teman-teman yang mungkin disebut termarginalkan dalam 5 tahun terakhir. Semua dilakukan dijalanan , sering melakukan aksi namun belum pernah menghasilkan. Ini salah satu motivasi saya maju di kursi dewan, sebutnya kamis (20/2)
      Ayah yang telah dikaruniai 4 orang anak ini menyebutkan menjadi seorang DPRD baik itu ditingkat kabupaten, propinsi atau pusat hakikatnya bukanlah  untuk kekayaan. “ Sungguh siapapun menjadi dewan sebaiknya dianggap  pekerjaan Hoby. Jika dewan dianggap menjadi pekerjaan utama maka bukan tidak mungkin kapasitas dewan  dapat dimanfaatkan sebagai tempat mencari kekayaan yang sebesar-besarnya. Pada akhirnya tupoksi dewan sebagai pengemban aspirasi rakyat akan terabaikan.
      Saya melihat menjadi dewan bukanlah lowongan kerja . Namun wadah dan tempat  mereka yang tertarik politik menyalurkan hobynya . Sehingga meski pahit harus saya katakan caleg yang mempunyai usaha dan penghasilan tetap memilih terjun ke dunia politik akan lebih memberikan garansi harapan bagi kwalitas dewan karena tidak akan mudah lagi dibeli penguasa saat menjadi anggota legislative.
      Viksen Tumanggor yang mempersunting Erni Br Tumorang ini menyebutkan fenomena politik di Dairi harus menjadi beban bagi semua rakyat Dairi. Dengan kondisi yang ada di pemerintahan maka jawaban satu-satunya untuk perbaikan sitem di Dairi adalah dengan adanya keseimbangan antara lembaga legislative sebagai control dan eksekutif sebagai pengguna anggaran. “ Harusnya di dewan itu terpilih wakil wakil rakyat yang berbeda warna dengan pemerintah. Dengan demikian maka fungsi dewan sebagai pengawasan akan berjalan. Jika dominan satu warna maka mungkin yang bakal terjadi adalah kolusi yang intinya mengabaikan rakyat. Jadi bukan ada kebencian terhadap satu partai namun apa sesungguhnya hakikat sebuah demokrasi” sebutnya.
      Dikatakan sistim pembagian kekuasaan di negara demokrasi  ini yakni eksekutif, legislative dan Judikatif merupakan lembaga utama yang mempunyai fungsi Pengguna angaran dan kebijakan , control hingga penjatuhan vonis. Itu berarti ketiganya harus saling mengawasi jika ingin demokrasi itu hidup. Ketika ketiganya satu warna atau mungkin legislatis dan eksekutifnya satu warna Maka yang menjadi korban adalah rakyat karena eksekutif dan legislative hanyut dalam alunan lagu “ kemesraan”, sebutnya.
      Viksen yang ditanyakan bagaimana harusnya peran seorang anggota Dewan saat menjabat dikatakan pertama harus dimulai dari janji yang terucap saat calon harus ditepati saat duduk. Berkaitan dengan kondisi Dairi disebutkan banyak hal yang harusnya menjadi urusan dewan namun belum tersentuh seperti resah  PNS yang dilatar belakangi “ketakutan politik”, dunia kerja belum sesuai keahliannya hingga persoalan pelik di dalamnya semacan karir dan kepangkatan. Kondisi belum tepat itu harusnya kapasitas dewan muncul sebagai control dan memberi masukan kepada pemerintah. Mungkin tidak mudah dianggap mencampuri urusan eksekutif. Namun disinilah letak kepiawaian seorang dewan diuji untuk bisa menempatkan segala sesuatu itu pada porsinya. Boleh jadi mungkin dengan pendekatan . Tetapi bukan tidak mungkin  juga harus kritis dan lantang berteriak dalam sidang Dewan agar ada sebuah perubahan..
      Persoalan sejumlah obyek yang sudah menjadi income PAD seperti TWI justru makin menurun. Disini dewan harus menjadi alat pengawasan mengapa itu terjadi. Sebagai mitra sekaligus alat control pemerintah maka seorang dewan harus mampu mempertanyakan , memberi masukan sekaligus memberikan kritikan hingga  mungkin harus sampai pada tingkat impech.
      Demikian juga seperti pengelolan Pasar Sidikalang yang masih diresahkan para masyarakat. BUMD yang mengurusi kepentingan umum sepertri air PAM yang dianggap sebahagian masyarakat harga tidak sesuai dengan pelayanan.  Tranparansi penggunanan dana pendidikan, Penyelenggaran pemerintahan. BPJS hingga semua hal yang menguasai  hajat hidup orang banyak tentu menjadi urusan dewan dalam pengawasan.  Salah satu paling mengkhawatirkan sesungguhnya kerusakan lingkungan hidup di Dairi yang sudah pada ambang rawan. Isu lingkungan hidup nyaris tidak pernah menjadi keresahan dewan.  Ini saya lihat yang belum maksimal dikerjakan dalam periode ini, sebutnya.
      “Melihat kondisi sekarang banyaknya cacian kepada dewan disemua lini baik daerah, propinsi dan pusat sebenarnya kita takut menjadi seorang  dewan. Tentu rakyat melakukan itu karena alasan yang valid minimal ketidak becusan dewan. Inilah yang harus menjadi PR bagi rakyat menanyakan nurani saat menjatuhkan pilihan dalam pemilu mendatang.
      Berkaitan dengan mengapa Viksen memilih PDI-P hijrah dari Demokrat . Problema Dairi dan  konsep menyelesaikan masalah. Kehidupan keluarga hingga apa sesungguhnya tujuannya menjadi seoarang dewan  akan di lansir minggu depan .Bersambung… ( R.07)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar