Sidikalang - Dairi Pers : 11 November mendatang pilkades serentak akan dilakukan di 106 desa di Dairi . Lahirnya perda Dairi No. 2 Tahun 2015 tentang pemerintahan desa dan prosedur pilkades hamper dipastikan hanya akan menjadi milik para kader penguasa lokal. Pasalnya peraturan daerah yang dibuat dan disahkan DPRD Dairi itu tidak menunjukkan akan berlangsungnya pilkades yang jujur dan adil. Bahkan peraturan daerah yang menjadi satu satunya acuan tersebut tidak memuat secara jelas prosedur penyelesaian sengketa pilkades. Bahkan kekuasan Bupati menjadi mutlak yang memberikan ruang intervensi (jika mau) menjadikan seorang kandidat sah menjadi kepala desa atau bahkan menggagalkannya. Perda yang tidak sempurna itu dijadikan payung hukum untuk memastikan nasib desa 6 tahun ke depan. Data yang dikumpulkan Dairi Pers Pilkades serentak Dairi untuk 106 desa akan dilaksanakan pada 11 November 2015. Payung hukum yang dijadikan dasar pemilihan yakni Perda No. 2 Tahun 2015. Dalam peraturan daerah tersebut sama sekali tidak mengatur mekanisme sengketa pilkades padahal potensi sengketa dalam politik sangat sering terjadi. Bahkan dalam perda tersebut justru terlihat satu pasal yang menyebutkan berkaitan dengan sengketa akan diselesaikan Bupati dalam tempo paling lambat 30 hari setelah pelaksaan pilkades.
Anggota DPRD Dairi Markus Purba yang dimintai Dairi pers komentarnya akan perda No. 2 tahun 2015 menyebutkan pihaknya berada pada badan legislasi yang membahas perda yang diajukan eksekutif tersebut. Namun dalam sidang pembahasan pihaknya melakukan protes atas beberapa hal termasuk persayaratan calon kepala desa berkaitan dengan pendidikan, domisili, dana dan hal lain yang dianggap kurang adil atau bahkan berpotensi dijadikan alat untuk menjegal “ Tapi namanya dewan putusann ya berdasarkan kwantitas. Jadi hanya beberapa orang yang melakukan protes kalah jumlah dengan dewan yang menerima maka jadinya begini” ujarnya.
Menurut Markus Purba dengan kondisi perda sede-mikian maka sangat jelas pilkades berjalan kurang menganut azas jurdil. Tidak adanya lembaga pengawasan dan mekanisme hukum yang jelas dan independen dalam menyelesaikan sengketa pilkades akan membuat pilkades dapat dimanfaakan pihak pihak tertentu dalam mendudukkan kadernya di jajaran birokrasi kepala desa. “ Kalau kita pelajari satu satunya tinggal ditangan Bupati. Tentu ini bisa digunakan sebagai senjata. Jika orang yang memenangkan pilkades bagian dari penguasa tentu bisa mulus namun jika tidak tentu dapat dipersulit karena sesuai peraturan desa yang digunakan Bupati dapat menyelesaikan sengketa paling lambat 30 hari. Ini bisa menjadi celah” sebut Markus.
Tentu ketika Bupati Dairi bertindak adil dan sesuai koridor tanpa melihat sisi politik perda ini tidak perlu dikhawatirkan. Namun apa-kah ada yang bisa menggaransi?. Jika kepala daerah mau memanfaatkan perda ini maka akan mudah baginya. Beberapa pasal dalam perda memang memberikan kuasa. Mungkin secara nurani dan azas jurdil belum sempurna tetapi ketika DPRD telah menetapkan perda maka itu menjadi payung hukum. Bagaimana mungkin pilkades dengan hakekat mencari pemimpin terbaik di desa dapat tercapai ketika aturan main diatasnya juga sudah dari awal tidak sempurna?”, sebut Markus.
Jika seorang bupati itu berlatar profesional atau akademisi tentu tidak terlalu dikhawatirkan. Namun jika berlantar politik apalagai ketua parpol tentu patut menjadi pertanyaan apakah tidak menggunakan celah itu untuk kepetingan kader dan parpolnya?”, Ujar Markus.
Bagian hukum setda Dairi yang dikonfirmasi Dairi Pers Selasa (27/10) atas bagaimana jika ada sengketa pilkades disebutkan dapat ditempuh melalui Bappemas. Namun disebutkan dalam perda tersebut memang tidak terlihat jelas pasal yang mengaturnya. “ ada itu dibagian awal perda tetapi memang tidak tampak jelas” sebut Staf bagian hukum setda Dairi. Menurut staf bagian hukum setda Dairi kalau rancangan perda No. 2 tahun 2015 itu disusun oleh Bappemas Dairi.
Sementara itu Kabid Pemerintahan desa Bappemas Dairi Edison Silalahi yang dikonfirmasi melalui sms berkaitan dengan lembaga atau bidang yang menangani sengketa pilkades di kantor Bappemas tidak menjawab pertayaan wartawan. Data yang diperoleh Dairi pers hingga jelang pikades tidak satupun bagian di Bappemas Dairi yang bertugas mengurusi sengketa pilkades.
Sedang kepala Bidang Tata Pemerintahan Setda Dairi Jony Hutasoit yang disampaikan pertanyaan yang sama menjawab melalui pesan singkat di HP dengan jawaban harus dibawa ke pengadilan. Saat dipertanyakan selama ini pengadilan hanya mengurusi perkara pidana dan perdata. Apakah kini pengadilan juga sudah mengurusi masalah sengketa adimintrasi pilkades, Kepala Bagian tata pemerintahan pemkab Dairi ini tidak menjawab lagi.
Jawaban Kabag Tapem Setda Dairi ini terkesan asal dilontarkan. Sepertinya memang sejak awal pembentukan Perda telah dikondisikan pasal - pasal didalamnya yang memberikan ruang dan celah untuk intervensi untuk memengkan calon yang disukai juga dugaan “menghabisi” calon yang tidak disukai.
Munculnya perda No. 2 tahun 2015 yang menjadi patron dalam pelaksanaan pilkades serentak di Dairi diduga kuat hanya alat legitiminasi yang tidak sempurna. Bahkan pasal pasal yang diatur di
dalamnya tidak bisa menjamin akan berlangsungnya pilakdes jurdil. Kesan melanggengkan kekuasaan penguasa jelas terlihat sehingga dapat diduga kalau pilkades rentak 11 November mendatang hanya seremoni yang sesungguhnya calon yang tidak berapliasi dengan kepentingan penguasa akan sulit menjadi kepala desa sekalipun memenangkan pertarungan suara. (R.07)Anggota DPRD Dairi Markus Purba yang dimintai Dairi pers komentarnya akan perda No. 2 tahun 2015 menyebutkan pihaknya berada pada badan legislasi yang membahas perda yang diajukan eksekutif tersebut. Namun dalam sidang pembahasan pihaknya melakukan protes atas beberapa hal termasuk persayaratan calon kepala desa berkaitan dengan pendidikan, domisili, dana dan hal lain yang dianggap kurang adil atau bahkan berpotensi dijadikan alat untuk menjegal “ Tapi namanya dewan putusann ya berdasarkan kwantitas. Jadi hanya beberapa orang yang melakukan protes kalah jumlah dengan dewan yang menerima maka jadinya begini” ujarnya.
Menurut Markus Purba dengan kondisi perda sede-mikian maka sangat jelas pilkades berjalan kurang menganut azas jurdil. Tidak adanya lembaga pengawasan dan mekanisme hukum yang jelas dan independen dalam menyelesaikan sengketa pilkades akan membuat pilkades dapat dimanfaakan pihak pihak tertentu dalam mendudukkan kadernya di jajaran birokrasi kepala desa. “ Kalau kita pelajari satu satunya tinggal ditangan Bupati. Tentu ini bisa digunakan sebagai senjata. Jika orang yang memenangkan pilkades bagian dari penguasa tentu bisa mulus namun jika tidak tentu dapat dipersulit karena sesuai peraturan desa yang digunakan Bupati dapat menyelesaikan sengketa paling lambat 30 hari. Ini bisa menjadi celah” sebut Markus.
Tentu ketika Bupati Dairi bertindak adil dan sesuai koridor tanpa melihat sisi politik perda ini tidak perlu dikhawatirkan. Namun apa-kah ada yang bisa menggaransi?. Jika kepala daerah mau memanfaatkan perda ini maka akan mudah baginya. Beberapa pasal dalam perda memang memberikan kuasa. Mungkin secara nurani dan azas jurdil belum sempurna tetapi ketika DPRD telah menetapkan perda maka itu menjadi payung hukum. Bagaimana mungkin pilkades dengan hakekat mencari pemimpin terbaik di desa dapat tercapai ketika aturan main diatasnya juga sudah dari awal tidak sempurna?”, sebut Markus.
Jika seorang bupati itu berlatar profesional atau akademisi tentu tidak terlalu dikhawatirkan. Namun jika berlantar politik apalagai ketua parpol tentu patut menjadi pertanyaan apakah tidak menggunakan celah itu untuk kepetingan kader dan parpolnya?”, Ujar Markus.
Bagian hukum setda Dairi yang dikonfirmasi Dairi Pers Selasa (27/10) atas bagaimana jika ada sengketa pilkades disebutkan dapat ditempuh melalui Bappemas. Namun disebutkan dalam perda tersebut memang tidak terlihat jelas pasal yang mengaturnya. “ ada itu dibagian awal perda tetapi memang tidak tampak jelas” sebut Staf bagian hukum setda Dairi. Menurut staf bagian hukum setda Dairi kalau rancangan perda No. 2 tahun 2015 itu disusun oleh Bappemas Dairi.
Sementara itu Kabid Pemerintahan desa Bappemas Dairi Edison Silalahi yang dikonfirmasi melalui sms berkaitan dengan lembaga atau bidang yang menangani sengketa pilkades di kantor Bappemas tidak menjawab pertayaan wartawan. Data yang diperoleh Dairi pers hingga jelang pikades tidak satupun bagian di Bappemas Dairi yang bertugas mengurusi sengketa pilkades.
Sedang kepala Bidang Tata Pemerintahan Setda Dairi Jony Hutasoit yang disampaikan pertanyaan yang sama menjawab melalui pesan singkat di HP dengan jawaban harus dibawa ke pengadilan. Saat dipertanyakan selama ini pengadilan hanya mengurusi perkara pidana dan perdata. Apakah kini pengadilan juga sudah mengurusi masalah sengketa adimintrasi pilkades, Kepala Bagian tata pemerintahan pemkab Dairi ini tidak menjawab lagi.
Jawaban Kabag Tapem Setda Dairi ini terkesan asal dilontarkan. Sepertinya memang sejak awal pembentukan Perda telah dikondisikan pasal - pasal didalamnya yang memberikan ruang dan celah untuk intervensi untuk memengkan calon yang disukai juga dugaan “menghabisi” calon yang tidak disukai.
Munculnya perda No. 2 tahun 2015 yang menjadi patron dalam pelaksanaan pilkades serentak di Dairi diduga kuat hanya alat legitiminasi yang tidak sempurna. Bahkan pasal pasal yang diatur di