Halaman

Kamis, 01 Mei 2014

Situnjang Nagadap



                Sungguh judul yang miring kali ini ingin ku buat dalam bahasa Indonesia. Namun cukup sulit mencari kalimat yang tepat. “ Menyepak yang jatuh” malah jadi bahasa Indonesia yang ngawur. Ya sudah aslinya saja partoba. “ Situnjang  Nagadap”

                2 Minggu ini ditengah perhitungan suara pemilu berbagai isu berkembang atas nama-nama yang memenangkan kursi DPRD Dairi. Dari partai X  sebut saja begitu seorang caleg A disebut diakalahkan rekannya satu partai. Langsung si A jadi bulan-bulanan. Pukulan,  makian, cemoohan bertubi-tubi dalam kalimat syukur atas kekalahannya.  Tiba tiba seminggu kemudian saat suara mulai terkaver seluruhnya si A yang sempat bulan-bulanan itu disebutkan menang. Lantas  muncul kalimat pujian..Narohakku pe…nga huparnipihon nian bayon… sor iba mamareng kan? Selow gayana alai mantap. .hehehe…
                Seorang yang pernah mendapatkan bantuan difasilitasi dewan sangat memuji dewan yang bisa membantu mereka. Bantuan bibit ikan beserta pakannya menjadi pujian yang luar biasa atas perhatian dewan kepada mereka petani. Namun pemilu ini si dewan di ketahui babak belur dan kalah. Lantas muncul bahasa “ ai kan sian Negara do i. Cari kesempatan do bayon. Attar idok ma sian imana. Dirippu do na oto be rakyat on”
                Begitu kekuasaan seseorang habis maka semua orang akan menyerang dan menghabisi. Lihat saja Bupati Taput Taluto begitu berkuasanya selama 10 tahun. Tak satupun orang  berani melawannya. Namun ketika dikalahkan maka mulai banyak yang menyerang. Kini kasus dugaan korupsinya mulai bergulir di KPK.
                Ibarat sekawanan Heyna. menunggu seekor harimau menerkam mangsa. Tinggal sabar saat mangsa lemas maka kawanan heyna bergerak bila penting mengepung harimau agar lari dan meninggalkan mangsanya. Ini saatnya semua heyna mencabik-cabik mangsa yang lemas hingga yang tersisa hanya tulang.. Mangsa yang masa kekuasaannya terlihat garang, ditakuti dan disegani itu. Kini hanya seonggok tulang yang hina..
                Situnjang nagadap sesungguhnya kekuasaan ibarat hukum rimba. Yang siap memangsa dan dimangsa. Saya belum pernah melihat penguasa zalim tidak tersungkur diakhir hidupnya. Sungguh banyak contoh penguasa yang akhirnya masuk penjara. Jadi sampah masyarakat hingga tidak berharga sampai  menu  olok-olokan. Catatan sejarah juga membuktikan lawan terdekat penguasa lalim adalah orang-orang disekitarnya. Jarang penguasa lalim jatuh karena factor luar. Namun dihabisi orang-orang terdekatnya.
                Saya hanya mengatakan jika berada dipusaran kekuasaan. Jangan pernah mau jatuh. Cara apapun lakukan meski harus menghabisi orang lain. Jika serangan itu dari hukum lakukan suap meski semacam paracetamol penurun panas.  Kalau panas kembali kasihkan paractamol. Itu lebih baik daripada jadi santapan heyna.
                Namun jika sudah kering dan tidak punya apa-apa lagi. Daripada keluarga menjadi korban maka sediakan selalu pil beracun. Lantas telan maka keluarga akan selamat. Yakinlah kalau sudah bunuh diri tak satupun lagi yang berminat memanggsa. Yang bahaya saat setengah mati maka semua menendang, menghajar, menggigit hingga “manjanggola”.
                Mati bunuh diri bisa menjadi pahlawan di keluarga . Tinggal rekayasa cerita sakit perut atau apa saja seakan-akan meninggal normal. Maka harta dan korupsi akan bulat dan dapat dimanfaatkan keturunan. (Chief Of Editor)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar